tirto.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi memperkirakan sifat erupsi Gunung Merapi mengarah ke efusif. Hali ini berdasarkan gejala deformasi serta kegempaan yang terjadi.
"Dari gejala-gejala yang ditunjukkan hingga saat ini, sifat erupsi Gunung Merapi dimungkinkan mengarah ke efusif atau magma akan muncul sebagai lelehan lava di permukaan," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida di Yogyakarta, Jumat (25/5/2018).
Menurut dia, magma yang ada di dalam tubuh Gunung Merapi memiliki sifat encer sehingga hanya bergerak perlahan menuju permukaan. Pergerakan magma tersebut, juga tidak memberikan tekanan yang cukup kuat sehingga aktivitas kegempaan maupun deformasi tidak terdeteksi secara signifikan.
Kondisi erupsi dengan sifat efusif tersebut, lanjut dia, masuk dalam kategori erupsi magmatis namun tidak sama seperti erupsi besar Gunung Merapi pada 2010 yang bersifat eksplosif. Merapi pernah mengalami erupsi efusif pada 2001 dan 2006.
"Jadi, jangan disamakan dengan erupsi magmatis pada 2010. Meskipun demikian, masyarakat tetap diminta tenang tetapi waspada. Kami akan melakukan pemantauan kondisi Merapi setiap saat dan memberikan informasi apabila terjadi perubahan," tuturnya.
Erupsi yang bersifat efusif tersebut memungkinkan terbentuknya kubah lava baru. Saat ini, morfologi di puncak Gunung Merapi hanya berupa kawah yang terbuka dan cukup dalam, tanpa ada kubah lava akibat letusan besar yang terjadi 2010.
"Saat kubah lava baru sudah terbentuk, dan jika suatu saat kembali muncul tekanan yang sangat kuat dari dalam tubuh gunung maka akan terjadi erupsi," ucapnya.
Selain dari aspek kegempaan dan deformasi, tanda-tanda proses menuju erupsi magmatis di Gunung Merapi juga mulai terlihat berdasarkan hasil uji laboratorium dari material erupsi pada 21 Mei.
"Material yang diuji memiliki sifat yang lebih asam dibanding material erupsi pada 11 Mei. Kandungan kristalnya pun meningkat hingga mencapai 94,7 persen dari 32 persen," katanya.
Material erupsi pada 21 Mei tersebut, lanjut Hanik mirip seperti material erupsi Merapi pada 2006 dan 2010 yang bersifat asam sehingga hal tersebut menguatkan analisa bahwa Merapi masuk dalam tahapan menuju proses erupsi magmatis.
Sejak letusan terakhir pada Kamis (24/5/2018) pukul 10.48 WIB, hingga Jumat hari inipukul 12.00 WIB, data pengamatan tidak menunjukkan aktivitas kegempaan yang signifikan, begitu juga dengan deformasi dan embusan.
Meskipun demikian, status Merapi tetap dipertahankan dalam level II atau waspada. Masyarakat juga tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun pada radius tiga kilometer dari puncak untuk mengantisipasi lontaran materil vulkanik apabila terjadi letusan.
Sementara itu, berdasarkan data BPBD DIY, 201 warga di Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul dan Srunen yang sempat mengungsi ke barak Balai Desa Glagaharno sudah kembali ke rumah masing-masing meskipun masih ada lansia yang tinggal di barak.
Begitu pula dengan 503 warga Turgo yang sempat melakukan evakuasi ke SD Sanjaya Tritis sudah pulang ke rumah tetapi masih ada sejumlah lansia yang tinggal.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari