tirto.id - Prabowo Subianto memperoleh elektabilitas 50,20 persen dalam hasil survei Indonesia Network Election Survei (INES) periode 12-28 April 2018. Raihan ini melampaui angka elektabilitas Presiden Joko Widodo yang hanya mendapat 27,70 persen.
Angka elektabilitas yang diraih Prabowo ini cukup mencengangkan. Pada hasil survei lembaga lain, elektabilitas mantan Danjen Kopassus ini biasanya berada di bawah Jokowi.
Ini tercermin dari hasil sigi Indikator Politik Indonesia periode 25-31 Maret 2018 menyatakan elektabilitas Prabowo hanya 29 persen, sementara Jokowi 60 persen. Kemudian hasil survei Litbang Kompas periode 21 Maret-1 April 2018 yang menyatakan elektabilitas Prabowo sebesar 14,10 persen, sedangkan Jokowi sebesar 55,9 persen.
Meski berbeda dari hasil sigi lembaga lain, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono tetap mengapresiasi hasil sigi INES. Ia menyebut peningkatan elektabilitas itu merupakan buah dari safari politik yang dilakukan Prabowo setelah menerima mandat partai sebagai capres pada April lalu.
Ferry bahkan mengklaim elektabilitas Prabowo akan terus meningkat seiring dengan semakin intensnya Ketua Umum Partai Gerindra itu mengunjungi konstituen dan semakin banyaknya masyarakat yang kecewa dengan kepemimpinan Jokowi.
“[Pada] 2014 saja, Pak Prabowo [memperoleh] 47 persen [suara] dan pemilihnya pasti tetap, ditambah pemilih Pak Jokowi [yang] kecewa. Jadi [elektabilitasnya Prabowo] terus tinggi,” kata Ferry kepada Tirto, Senin (7/5/2018).
Untuk semakin menguatkan elektabilitas Prabowo, Ferry menyatakan Gerindra segera mendeklarasikan koalisi pengusung Prabowo sebagai capres bersama PKS dan PAN. Ferry mengklaim sudah ada titik terang dan kesepakatan dengan kedua partai tersebut setelah sebelumnya sempat tarik ulur dukungan.
“Mungkin bulan depan [deklarasi koalisi pengusung],” kata Ferry.
Prabowo Belum Tentu Capres
Ketua DPP PKS Bidang Politik Pipin Sopian mengakui telah terjadi kesepakatan koalisi antara partainya dengan Gerindra, tapi ia membantah jika kedua partai telah bersepakat mengusung sosok capres dan cawapres tertentu.
Pipin menyebut Gerindra tak bisa mengklaim Prabowo sebagai capres hasil kesepakatan koalisi PKS-Gerindra, lantaran harus ada musyawarah terlebih dahulu. “Tidak bisa Gerindra tiba-tiba mengatakan capresnya Pak Prabowo. Harus bareng-bareng bersama dan dimusyawarahkan," kata Pipin kepada Tirto.
Selain musyawarah siapa yang dicapres atau dicawapreskan, Pipin menyatakan tenggat waktu penentuan capres dan cawapres yang disampaikan Presiden PKS Muhammad Shohibul Iman kepada Gerindra juga masih berlaku. Pipin mengatakan semakin cepat pasangan capres dan cawapres ditentukan maka semakin banyak waktu menyusun strategi di Pilpres 2019.
“Pak Jokowi sekarang keliling ke mana-mana itu bagian dari kampanye. Ini masalah waktu. Lebih cepat, lebih baik,” kata Pipin.
Dalam hal ini, Pipin kembali menegaskan keinginan PKS adalah menjadi cawapres bagi siapa pun sosok capres yang bakal ditentukan Gerindra dan partai koalisi lainnya. Ia mengatakan partainya yang selama ini paling konsisten menjadi partai oposisi bersama Gerindra dan konsisten menyuarakan kepemimpinan Indonesia baru.
Pipin meminta PAN legowo untuk tidak kembali diusung menjadi cawapres, lantaran duet Gerindra-PAN pernah terjadi pada 2014. Terlebih, Pipin menilai PAN sampai saat ini masih cenderung bermain dua kaki. Pada satu sisi, menurutnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan masih ingin ke Jokowi, tetapi pada sisi lain Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais ingin mendukung Prabowo.
“[Untuk] 2019, saya kira PAN harus legowo. PKS itu bukan hanya sekutu. Tapi partai yang bisa dipercaya,” kata Pipin.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PAN Totok Daryanto menampik pernyataan Ferry bahwa PAN telah siap berkoalisi dengan Gerindra dan PKS untuk mendukung Prabowo. Ia menyatakan partainya baru akan menentukan keputusan setelah rakernas.
“Sebagai partai besar dan mengedepankan nilai demokrasi tidak mungkin PAN membuat keputusan hanya berdasar ketua umum atau siapa pun. Mesti melalui musyawarah,” kata Totok kepada Tirto.
Totok juga mengatakan jika PAN terlalu cepat menentukan dukungan kepada sosok capres tertentu, strategi pemenangan pileg akan terganggu. Karena tidak semua konstituen PAN memiliki pandangan sosok capres ideal yang sama. “Contoh begini. Saya punya dapil di Malang. Ternyata pendukung saya itu terbagi antara yang dukung Jokowi dan Prabowo,” kata Totok.
Sehingga, kata Wakil Ketua Baleg DPR ini, partainya masih lebih fokus merapikan persiapan pileg demi menambah raihan kursi di DPR. “Kami akan manfaatkan caleg-caleg untuk menambah kepercayaan konstituen,” kata Totok.
Perihal keinginan PKS agar PAN legowo, Totok masih belum bisa berpendapat. Ia menegaskan saat ini fokus partainya belum ke arah pilpres, tapi pileg.
Prabowo Masih Dipandang Sebelah Mata
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Iding Rasyidin menilai sikap PKS dan PAN yang belum memastikan dukungan kepada Prabowo lantaran kedua partai tersebut masih meragukan elektabilitas mantan Pangkostrad itu. Hal lain, kata Iding, hasil survei INES berkebalikan dengan survei lembaga lain.
“INES ini kan lembaganya belum terlalu terkenal. Sementara survei lainnya menyatakan elektabilitas Jokowi unggul jauh dari Prabowo,” kata Iding kepad Tirto.
Keraguan ini, kata Iding, merupakan hal wajar karena partai politik galibnya mengejar kekuasaan. Sementara untuk mencapainya mesti mendukung sosok yang berpeluang besar mendapatkan kemenangan. “PKS memang tidak ragu berkoalisi, tapi ragu kalau sosoknya adalah Prabowo,” kata Iding.
Selain itu, kata Iding, kedua partai tersebut masih tidak yakin Prabowo akan benar-benar maju sebagai capres, lantaran sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari mantan menantu Soeharto tersebut menjadi capres 2019. “Ini terlihat dari beberapa orang di PKS yang ingin Gatot, bukan Prabowo,” kata Iding.
Suara dukungan kepada Gatot Nurmantyo memang pernah disampaikan politikus PKS Nasir Djamil beberapa waktu lalu. Ia menduga Prabowo akan memberikan tiket capres kepada mantan Panglima TNI tersebut.
Maka, menurut Iding, Gerindra dan Prabowo harus mampu meyakinkan PKS dan PAN bahwa keduanya dibutuhkan dalam barisan koalisi guna memenangi Pilpres 2019 melalui sebuah kontrak politik yang jelas. “Ya, bisa dengan kepastian capres dan cawapres,” kata Iding.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani