tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pengangkatan Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya tidak menghormati Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta. Untung merupakan eks anggota Tim Mawar, satuan kecil yang bertugas memburu dan menangkap aktivis prodemokrasi di era Presiden Soeharto.
"Kami khawatir ini sebatas balas budi atau bentuk relasi semata sebab mengabaikan rekam jejak. Bagaimanapun juga, TNI, terkhusus Pangdam Jaya, memiliki peran untuk melindungi hak asasi manusia," ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Tioria Pretty dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1/2022).
Dalam Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta no. PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999, 11 anggota Tim Mawar divonis pecat dan penjara, termasuk Untung. Namun mereka banding dan Untung hanya dikenakan sanksi penjara 2 tahun 6 bulan tanpa pemecatan.
Di era Presiden Joko Widodo, Untung pernah menjabat sebagai Kasdam I/Bukit Barisan (2019-2020), Direktur Operasi dan Latihan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (2020) dan Sekretaris Utama BNPT (2020-2021).
Penunjukan Untung menjadi Pangdam Jaya juga melukai keluarga korban penghilangan paksa 1997/1998. Presiden Jokowi ingkar janji kepada keluarga korban, kata Paian Siahaan, orang tua dari korban penculikan Ucok Siahaan.
"Pemerintah sengaja mempertontonkan kepada rakyat betapa Presiden Jokowi mengingkari janji," ujar Siahaan.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menunjuk Mayjen TNI Untung Budiharto menjadi Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya).
Untung menggantikan posisi Mayjen TNI Mulyo Aji yang dimutasikan menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Hal itu tertuang dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.
"Betul, Mas," kata Andika saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (6/1/2021).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan