Menuju konten utama

Eks Pimpinan KPK Ungkap Penjual Pecel Lele Bisa Kena UU Tipikor

Eks Pimpinan KPK, Chandra M Hamzah menilai rumusan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 dalam UU Tipikor menimbulkan problematika.

Eks Pimpinan KPK Ungkap Penjual Pecel Lele Bisa Kena UU Tipikor
Chandra M Hamzah. ANTARAFOTO/Yudhi Mahatma

tirto.id - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2007-2009, Chandra M Hamzah menilai rumusan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menimbulkan problematika. Pasalnya, berdasar ketentuan tersebut, penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi.

Chandra menjelaskan merujuk Pasal 2 Ayat (1), penjual pecel lele di trotoar dapat dijerat hukum karena dianggap telah memenuhi unsur sebagai ‘setiap orang’, ‘melawan hukum’, dan ‘memperkaya diri sendiri’. Termasuk juga dianggap merusak fasilitas publik negara yang berdampak pada ‘merugikan keuangan negara’.

“Maka penjual pecel lele adalah bisa dikategorikan, diklasifikasikan melakukan tindak pidana korupsi, ada perbuatan, memperkaya diri sendiri, ada melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, merugikan keuangan negara,” kata Chandra di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta dalam keterangan resminya, Jumat (20/6/2025).

Menurut Chandra, regulasi seharusnya tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas atau bersifat ambigu maupun tidak boleh ditafsirkan secara analogi, sehingga tidak melanggar asas lex certa (jelas dan pasti) maupun lex stricta (tegas dan terbatas).

Dia menyatakan Pasal 3 UU Tipikor pun memuat frasa “setiap orang” juga dapat mengingkari esensi dari korupsi itu sendiri. Sebab, tidak setiap orang memiliki kekuasaan yang cenderung korup. Chandra menilai rumusan yang tidak jelas seperti itu membuka potensi penyalahgunaan.

Oleh karena itu, Chandra mengusulkan agar Pasal 2 Ayat (1) dihapuskan karena telah bertentangan dengan asas hukum pidana, yaitu lex certa tentang perbuatan apa yang dinyatakan sebagai korupsi. Sedangkan Pasal 3 dilakukan revisi agar hanya menyasar pegawai negeri dan penyelenggara negara, seperti yang tercantum dalam Article 19 UNCAC.

“Kemudian, menghilangkan frasa ‘yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara’ sebagaimana rekomendasi UNCAC,” tutur Chandra.

Untuk diketahui, Perkara Nomor 142/PUU-XXII/2024 dimohonkan Mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia Syahril Japarin (Pemohon I), Mantan Pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Kukuh Kertasafari (Pemohon II), serta Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (Pemohon III).

Adapun bunyi Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor yaitu “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”

Sementara itu, bunyi Pasal 3 UU Tipikor adalah “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Baca juga artikel terkait UU TIPIKOR atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Hukum
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama