Menuju konten utama

Ekonomi Tumbuh 5,02%, Perlu Akselerasi Belanja Pemerintah

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperlukan akselerasi belanja pemerintah di mana hal ini merujuk pada membaiknya neraca perdagangan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir, nilai tukar yang menguat dan trend penurunan suku bunga ternyata belum memberikan sumbangsih yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini.

Ekonomi Tumbuh 5,02%, Perlu Akselerasi Belanja Pemerintah
Suasana deretan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (1/11). Kemenko Perekonomian memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga 2016 berpotensi mencapai 5,1 persen berkat dorongan dari investasi-investasi yang mulai terealisasi. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperlukan akselerasi belanja pemerintah. Hal itu disampaikan oleh Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian dalam pers rilisnya yang diterima tirto.id, Senin (7/11/2016).

Pernyataannya ini merujuk pada membaiknya neraca perdagangan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir, nilai tukar yang menguat dan trend penurunan suku bunga ternyata belum memberikan sumbangsih yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini.

Badan Pusat Statistik mengumumkan produk domestik brutto hanya tumbuh 5,02% pada periode Juli-September, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pencapaian ini bahkan lebih rendah dari kuartal kedua yang tumbuh 5,19% secara tahunan.

Kebijakan pemerintah memotong anggaran pada kuartal tiga, sebelum didapatkannya pendapatan tambahan dari tax amnesty memberikan sedikit perlambatan pada perekonomian, " kata Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian Senin (7/11/2016).

''Kedepan, akselerasi belanja pemerintah menjadi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," tambah Fakhrul.

Investasi hanya tumbuh 4,06% secara tahunan, dibandingkan kuartal kedua yang tumbuh sebesar 5,06%. Belanja pemerintah turun sebesar 2,97% secara tahunan, dibandingkan kuartal dua yang tumbuh 6,23% secara tahunan. Sedangkan pertumbuhan ekspor turun 6% dari tahun lalu.

''Kami melihat dampak dari penguatan nilai tukar rupiah dan harga komoditas yang mulai membaik belum terefleksi pada data GDP kuartal 3, namun akan terlihat pada pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal ke depan, karena hal ini akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat yang tercermin pada tingkat konsumsi," jelas Fakhrul.

Konsumsi masyarakat pada kuartal ketiga tumbuh sebesar 5.01% dari tahun lalu, relatif stabil degan pertumbuhan kuartal dua yang tumbuh sebesar 5,06% y-y. Konsumsi masyarakat masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB, namun belum mampu menutupi penurunan konsumsi pemerintah yang memangkas anggaran belanja sebesar Rp 133.8 triliun dalam APBN-P 2016.

Bahana memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuhan sebesar 5,4% pada tahun depan karena ditopang oleh pelonggaran moneter yang masih terbuka hingga tahun depan serta harga komoditas yang membaik akan memberi dampak positif terhadap kinerja ekspor.

Sementara itu dari sisi investasi, Indonesia masih menjadi pasar yang menjanjikan bagi investor, apalagi pemerintah masih terus berupaya untuk memperbaiki iklim investasi. Lihat saja pada pertengahan tahun ini, pemerintah sudah mengeluarkan revisi Daftar Negatif Investasi, serta kementerian perekonomian sudah memberikan rumusan baru untuk penentuan upah minimum regional, sehingga investor sudah memiliki kepastian untuk menghitung kenaikan upah buruh di Indonesia.

Apalagi akhir Oktober lalu, lembaga Bank Dunia menaikkan peringkat ease of doing business sebanyak 11 peringkat ke level 109 dari yang sebelumnya Indonesia berada di level 120. Hal ini menunjukkan pemerintah konsisten memperbaiki daya saing di dalam negeri.

''Saat ini rata-rata penduduk Indonesia berusia 29 tahun, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,6% pertahun, data ini menjadi sweetener bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia karena ini artinya tingkat konsumsi masyarakat masih tinggi,"jelas Fakhrul.

Baca juga artikel terkait NERACA PERDAGANGAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh