Menuju konten utama

Ekonom Khawatir Efek Rupiah Anjlok ke Level Rp15.909 Hari Ini

Mata uang Garuda ditutup stagnan dibanding dengan perdagangan sebelumnya.

Ekonom Khawatir Efek Rupiah Anjlok ke Level Rp15.909 Hari Ini
Petugas menyusun uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jumat (1/3/2024). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah naik menjadi Rp8.253,09 triliun per Januari 2024, jumlah utang tersebut naik sebesar Rp108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023, yakni sebesar Rp8.144,69 triliun. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Nilai tukar rupiah melemah di level Rp15.909 per dolar AS, Selasa (2/4/2024) sore ini berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor. Mata uang Garuda ditutup stagnan dibanding dengan perdagangan sebelumnya.

Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, menyebut level pelemahan rupiah kali ini sudah mencatatkan yang terendah sejak Oktober 2023 berdasarkan acuan dari tradingview. Dia menjelaskan, kurs rupiah terhadap dolar AS digoyang oleh situasi eksternal yaitu eskalasi ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah karena Israel-Palestina serta eskalasi di Ukraina-Rusia.

“Dan sikap The Fed yang tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuannya melihat data inflasi AS yang masih belum stabil turun ke target 2 persen,” ucap Ariston kepada Tirto, Selasa (2/4/2024).

Dia menjelaskan, ketegangan geopolitik, bisa merembet ke perekonomian global yaitu menimbulkan gangguan suplai sehingga meningkatkan inflasi dan memicu pelambatan ekonomi global.

"Ini menyebabkan pelaku pasar masuk ke aset aman di dolar AS dan juga emas,” ujar Ariston.

Selain itu, Ariston juga menilai The Fed masih menyuarakan kehati-hatian dalam menurunkan suku bunga acuannya. Data-data ekonomi AS dalam hal ini terlihat masih cukup solid dan dapat mendorong kenaikan inflasi kembali.

"Sikap The Fed Ini menyebabkan yield obligasi AS masih berada di level tinggi sehingga masih menarik bagi pelaku pasar untuk berinvestasi di aset-aset AS,” kata Ariston.

Pelemahan rupiah ke depannya diproyeksi kembali melemah seiring dengan adanya Pemilihan Presiden AS yang diprediksi dimenangkan oleh Donald Trump.

"Dolar berpotensi menguat bila Trump berkuasa karena kebijakan Trump yang US centric,” kata Ariston.

Sementara sentimen dari dalam negeri, defisit neraca transaksi berjalan yang dialami saat ini menjadi penekan rupiah karena kebutuhan dolar meninggi. Isu kenaikan inflasi dan prospek inflasi ke depan juga bisa menjadi penekan rupiah karena inflasi tersebut akan menurunkan daya beli dan melambatkan pertumbuhan ekonomi.

"Dengan faktor di atas, peluang pelemahan masih terbuka. Peluang ke atas Rp16.000 masih terbuka,” ujar Ariston.

Baca juga artikel terkait RUPIAH atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin