Menuju konten utama

Duduk Perkara Keberatan Pengurus Masjid atas Kedatangan Prabowo

Pengurus Masjid Agung Semarang keberatan Prabowo salat di masjid mereka, meski tak menolak. Mereka melihat ada kecenderungan politisasi.

Duduk Perkara Keberatan Pengurus Masjid atas Kedatangan Prabowo
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (tengah), diarak oleh pendukungnya saat berkampanye di Desa Slinga, Kaligondang, Purbalingga, Jateng, Rabu (13/2/2019). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/aww.

tirto.id - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, rencananya akan salat Jumat di Masjid Agung Semarang alias Masjid Kauman, besok (15/2/2019). Tapi ketua masjid, Hanief Ismail, mengaku keberatan dengan rencana itu.

Keberatan Hanief kemudian ditafsirkan oleh sejumlah pihak sebagai upaya pelarangan. Ini, misalnya, dikemukakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

"Ini, kan, justru menjadi kontraproduktif. Di satu pihak ada yang menanyakan salat Jumatnya pak Prabowo di mana ditanyakan, begitu kemudian beliau diumumkan akan salat di satu Masjid Agung Jawa Tengah, dilarang. Nah itu semuanya apa?" kata Fahri di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Jawa Tengah sekaligus Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Abdul Wahid juga mengatakan itu. "Masak salat Jumat biasa enggak boleh?" katanya.

Tapi apa benar pengurus masjid menolak Prabowo salat? Kepada reporter Tirto, Kamis (14/2/2019) siang, Hanief menjelaskan duduk perkaranya.

"Ini memang sudah enggak benar semua infonya. Saya tidak pernah mengatakan Prabowo ditolak. Saya mengatakan tidak setuju Prabowo salat di masjid," kata Hanief, membuka obrolan.

Semua berawal ketika seorang pengurus Gerindra mendatangi masjid Selasa (12/2/2019) lalu. Hanief tidak tahu siapa nama pengurus itu. Tapi menurutnya orang Gerindra itu minta izin ke pengurus masjid yang ketika itu sedang bertugas. Dia bilang Prabowo akan datang dan salat.

"Dia minta izin kalau agenda kunjungan Prabowo ke Jawa Tengah salah satunya adalah salat di Masjid Kauman. Kami persilakan. Seperti yang sudah-sudah. Pejabat siapa pun mau salat kami tak akan menolak."

Beberapa pejabat yang pernah datang ke masjid itu ketika masa-masa pemilihan adalah Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa. Itu terjadi pada 2014. Status mereka ketika itu sama-sama calon wakil presiden.

Ganjar Pranowo juga datang. Nama yang terakhir lebih dari sekali karena faktor jarak.

Nama-nama yang disebut itu dipersilakan karena, kata Hanief, "datangnya ke masjid sendirian tak membawa massa, tak membuat pengumuman."

Inilah perbedaan antara politikus-politikus itu dengan Prabowo, klaim Hanief. Satu hari setelah didatangi orang Gerindra, di media sosial muncul poster digital yang isinya kira-kira berbunyi: hadirilah salat Jumat bersama Prabowo Subianto di Masjig Agung Kauman.

Selain di media sosial. Poster pun sudah tersebar di dinding-dinding masjid dan kampus-kampus dekat situ. Baliho-baliho serupa pun muncul di mana-mana.

"Itu yang jadi persoalan. Bukan menolak salat Prabowo, tapi kami keberatan dengan pamflet itu," kata Hanief. "Kami keberatan bukan karena pak Prabowonya mau salat. Bukan karena itu. Tapi keberatannya karena ada pengumuman kemudian seakan-akan masjid ini jadi tempat berkumpulnya mereka."

Hanief kemudian bicara soal politisasi tempat ibadah, soal keberagaman masyarakat, dan soal-soal lain yang pada intinya alasan-alasan mereka mengajukan keberatan dan menyebar rilis pers ke media massa.

"Tempat ibadah, kan, harusnya steril dari politisasi. Jemaah, kan, aspirasinya beda-beda, bahkan mungkin ada yang antipati masalah politik. Kami menjaga agar tidak ditegur. Kami sudah dapat teguran dari masyarakat, 'kok seperti ini Masjid Kauman sekarang, dijadikan tempat kampanye?'"

"Itu, kan, tidak enak," keluhnya.

Selain sebagai ketua masjid, Hanief juga menjabat Rais Syuriyah PCNU Kota Semarang. Jabatan yang demikian memunculkan anggapan bahwa penolakan ini karena dia punya posisi di NU, ormas yang notabene tetuanya kini mendampingi Joko Widodo sebagai calon presiden, Ma'ruf Amin.

Hanief menyanggah anggapan tersebut. Ia menekankan kalau itu "salah"; kalau itu "keliru."

"Makanya tadi di awal saya katakan banyak orang salah paham. Banyak pengurus NU ke cenderung ke Prabowo juga. Jangan dikaitkan ke NU. Ini masalah masjid saja. Kami ini istilahnya ngemong jemaah yang banyak. Bukan satu dua kepentingan."

Bagaimana kalau seandainya besok Prabowo dan timnya tetap datang, disertai kedatangan jemaah yang memang mau melihat bekas Danjen Kopassus itu dari dekat?

"Ya enggak apa-apa. Kami tak akan pernah menolak."

Respons Bawaslu dan Gerindra

Dalam siaran pers yang diterima Tirto, disebutkan kalau Hanief telah memerintahkan sekretaris pengurus masjid untuk membuat surat dan atau maklumat tentang sikap resmi pengurus masjid.

Hanief juga telah mengontak mantan Komisioner Panwaslu Semarang Mohamad Ichwan agar meneruskan keberatan ini ke Bawaslu. Mereka mengontak ke Bawaslu karena masjid adalah salah satu titik yang tak diperbolehkan jadi tempat kampanye. Dan mereka melihat ada kecenderungan ke arah sana.

Ketua Bawaslu Kota Semarang, Muhammad Amin, menegaskan ke reporter Tirto kalau sekadar salat jelas bukan kampanye.

Meski begitu mereka akan tetap melakukan pemantauan kalau-kalau nanti kegiatannya sudah menjurus ke kampanye—misalnya ada atribut partai, penyampaian visi-misi, dan seruan langsung untuk mendukung Prabowo dalam Pilpres 2019 yang dilakukan baik oleh Prabowo sendiri atau timsesnya.

"Kami bukan mengawasi, tapi memantau karena sifatnya itu bukan kampanye. Kami akan meminimalisir [potensi kampanye] dengan komunikasi dengan panitia penyelenggara bahwa itu murni kegiatan pribadi," katanya.

Tirto juga meminta konfirmasi ke Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Jawa Tengah sekaligus Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Abdul Wahid. Dia mengaku semua pengumuman bukan mereka yang membikin.

"Pamflet itu bukan kami yang bikin. Kami juga enggak mengerahkan massa. Saya juga kaget kenapa ada di pamflet dan media sosial," klaimnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Jay Akbar, Bayu Septianto & Haris Prabowo
Penulis: Rio Apinino