tirto.id - Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menerima keluhan warga Padukuhan Ringinsari, Maguwoharjo, Sleman, DIY terkait uang ganti rugi (UGR) tol Solo-Jogja.
Warga menyampaikan protes ini dalam audiensi bersama sejumlah pihak dari BPN DIY, PPK dan KJPP di Ruang Rapat Paripurna Lantai 2 DPRD DIY, Rabu (2/8/2023).
"Kami tidak menolak proyek tol Solo-Jogja ini, hanya meminta tim appraisal mempertimbangkan ganti rugi agar memenuhi batas kewajaran. Harga yang sekarang masih terlalu rendah, kami tidak bisa membeli rumah lagi, minimal memenuhi hak kami sebagai warga untuk dapat tempat tinggal," ujar Jaka Purwanta, perwakilan warga Ringinsari.
Beberapa warga Padukuhan Ringinsari menyampaikan keberatan atas tidak terbukanya ruang untuk bermusyawarah. "Dalam UU itu disebutkan agar pengadaan tanah untuk infrastruktur itu mengedepankan asas kekeluargaan, asas kemanusiaan, tapi tim PPK mengabaikan itu. Nyatanya, kami diundang ke kelurahan, dikasih amplop yang isinya nominal UGR, dan dimintai persetujuan, tidak ada musyawarah," jelas Suparwati.
Hal lain yang dikeluhkan warga terkait harga tanah dan bangunan yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Kami rumahnya akan dirobohkan, lalu harus mencari rumah lagi di sekitar tempat itu, dan uang ganti ruginya tidak cukup untuk beli rumah pengganti di area itu," tambahnya.
Ahmad Rofiq, warga yang juga terdampak mengeluhkan bangunan rumahnya yang terkena sebagian dan mempengaruhi bentuk rumah. "Ini kita beli rumah nabung, dibangun pelan-pelan lalu tiba-tiba kena tol, ini dampaknya sampai ke anak cucu, jadi kami minta ganti untung yang sesuai lah," ujarnya.
Atas keluhan warga terkait UGR yang tidak sesuai itu, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana meminta tim PPK terkait segera melakukan pengkajian ulang dan melakukan musyawarah ketiga dengan masyarakat Padukuhan Ringinsari.
“Saya sarankan agar OPD terkait segara melakukan rapat untuk membahas permasalahan ini. Kita semua yakin bahwa KJPP sudah melakukan sesuai standar yang ada tetapi tidak ada salahnya jika lebih membuka diri dan melakukan pengkajian kembali," ujar Huda.
"Tentu ada hal lain yang masih bisa dipertimbangkan lagi sepanjang masih dalam koridor. Ya kita dorong lah kepentingan masyarakat ini, dan soal harga ini bisa naik lah. Harapan saya permasalahan ini bisa diselesaikan melalui musyawarah ketiga dan tidak perlu berlarut hingga pengadilan," jelasnya.
Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Wilayah BPN DIY Margaretha Elya menjelaskan bahwa penilaian harga tanah bersifat independen dan di bawah kewenangan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berdasarkan SOP yang ada.
Elya juga mengatakan bahwa nilai tersebut memang bersifat final dan mengikat. Namun, jika ada pihak masyarakat yang belum menyepakati maka dapat mengajukan musyawarah ulang atau pun dapat mengajukan keberatan ke pengadilan.
“Memang kami sudah merencanakan akan ada rapat lanjutan pada besok hari dan akan melaksanakan musyawarah ketiga bersama masyarakat," jelas Elya.
KJPP dari Andi Tiffani dan Rekan diwakili oleh Andi juga menegaskan bahwa sejauh ini KJPP sudah memberikan hasil semaksimal mungkin. Appraisal yang dilakukan sudah merujuk pada standar penilaian Indonesia (SPI).
"Kami akan berupaya me-review lagi, tapi kami juga ada kode etik. Jadi kalau di forum musyawarah itu, secara bentuk ganti ruginya bisa dinegosiasikan, tapi secara nilai tidak bisa dinego lagi. Kami wajib hadir untuk menjelaskan nominal itu dan komponennya plus dasar penilaiannya," jelasnya.
Menurut Andi, dalam musyawarah itu, yang tidak bisa dilakukan oleh tim KJPP adalah menegosiasikan harga UGR. "Jika warga menanyakan soal nominal dan komponennya, dan dasar penilaiannya masih bisa kita jawab, tapi bukan negosiasi harga," ujarnya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Abdul Aziz