tirto.id - Eks pedagang kaki lima (PKL) Teras Malioboro (TM) 2 bersama mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARUS) Malioboro menduduki jalan Malioboro pada Senin (3/2/2025). Mereka melakukan seruan aksi untuk mewujudkan tata kota demokratis dan menolak warisan dunia yang menggusur rakyat.
Massa berkumpul di parkiran Taman Parkir Abu Bakar Ali (ABA), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekitar pukul 13.00 WIB. Mereka kemudian melakukan long march menuju Gedung DPRD DIY untuk menagih janji audiensi.
Sebelum masuk ke gerbang gedung, massa melakukan orasi. Ketua koperasi Tri Dharma, Arif Usman, memulai orasinya dengan meneriakkan yel-yel. “PKL bersatu, tak bisa dikalahkan. PKL yes, PKL yes, PKL yes yes yes," soraknya bersama massa yang hadir.
Arif mengatakan, semestinya DPRD DIY berperan dalam mengawal kesejahteraan rakyat. Namun faktanya, upaya mereka untuk beraudiensi selalu diabaikan. “Tidak pernah diajak komunikasi, tidak pernah dilibatkan [dalam perencanaan] relokasi,” kata dia.
“Bahkan saat pengundian lapak, kita semua tahu banyak kecurangan yang sangat terang benderang," imbuhnya, kemudian direspons massa dengan jawaban, "Betul."
Menurutnya, kecurangan itu dibuktikan dengan ditemukannya pedagang yang punya lapak berjejer di lokasi relokasi. Bahkan bukan cuma dua lapak jejer, tapi ada yang sampai tiga lapak sekaligus.
“Sudah dapat [lapak relokasi] Ketandan bisa [juga dapat di lokasi relokasi] ke Beskalan. Apakah itu titah Sultan [Raja Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY)? Sebab selalu dikatakan, ini dawuh Sultan,” kata dia.
“Apa benar Sultan memerintahkan anak buahnya bertindak sewenang, curang, culas?" lontar Arif.
Ketua paguyuban eks PKL TM 2, Supriyati, juga memberikan orasi. Dia mempertanyakan keistimewaan DIY yang menurutnya tidak terwujud. Sebaba terjadi predikat tersebut tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Dewan penghianat rakyat. Kita dibohingi. PKL manut direlokasi, tapi pemerintah menjamin kesejahteraan? Tidak," seru Upik, sapaan akrabnya.
Upik bilang, dia dan pada PKL Malioboro tidak peduli dengan Sumbu Filosofi. Sebab pengakuan tersebut bukan menyejahterakan rakyat.
“Kami tidak peduli Sumbu Filosofi, [lebih dipandang mirip] sumbu kompor, yang kami pedulikan bagaimana PKL bisa sejahtera,” kata dia.
Upik pun menyatakan kekecewannya. Mereka sebelumnya sudah diagendakan audiensi pada 31 Januari oleh Komisi B DPRD DIY. Namun diundur, untuk dilaksanakan pada 3 Februari. "Sekarang, lagi, tetap tidak bisa menemui," keluhnya.
Kasubag protokol DPRD DIY, Siswanto, mengatakan audiensi tidak bisa dilakukan. Ia beralih semua anggota DPRD DIY tengah sibuk kunjungan kerja (kunker). Dia juga tidak bisa memastikan, kapan perwakilan DPRD DIY dapat beraudiensi dengan PKL Malioboro.
Massa yang kembali ditolak, akhirnya mundur ke jalan Malioboro. Mereka menutup jalan dengan cara duduk di aspal. Polisi sempat melarang aksi ini, sebab ada kendaraan yang hendak lewat.
Sempat adu mulut, massa tetap menduduki jalanan depan gedung DPRD DIY. Polisi yang ada dilokasi kemudian mengalihkan arus kendaraan ke barat melewati jalan Sosrowijayan.
Dalam tuntutannya, ARUS Malioboro menyuarakan beberapa hal sebagai berikut:
- Adanya jaminan hidup pasca relokasi bagi Pedagang Teras Malioboro 2;
- Tuntaskan transparansi administrasi proses relokasi Pedagang Teras Malioboro 2;
- Berikan hak lapak bagi yang belum mendapatkan;
- Usut tuntas lapak yang diperoleh dengan cara yang tidak baik;
- Libatkan PKL Malioboro dan seluruh elemen rakyat secara partisipatif dalam pengembangan kawasan di Yogyakarta;
- DPRD DIY harus bertindak dan bersikap tegas terhadap persoalan relokasi PKL Malioboro dengan cara mendukung penuh atas perjuangan dalam mencari keadilan.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz