tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem Zulfan Linda mengatakan, Komisi III hanya berfokus pada dua pembahasan dalam revisi UU KPK yang dibahas antara pemerintah dengan DPR. Zulfan beralasan, keterbatasan waktu menjadi pemicu legislatif fokus pada dua poin tersebut.
"Yang pokok itu yang sudah disampaikan Pak Presiden, kemarin soal Dewan Pengawas, kemudian SP3. Saya kira seputar itu, tidak banyak karena dua minggu. Saya kira efektifnya 10 hari lagi kalau mau dibahas banyak-banyak diubah semua undang-undang ini, tidak mungkin itu berarti akan dilakukan di tahun yang akan datang," katanya saat acara diskusi di Gado-Gado Boplo Cikini, Sabtu (14/9/2019) siang.
"Jadi mungkin. Dua tema itu, mengenai Dewan Pengawas dan SP3," lanjutnya.
Zulfan mengatakan, Komisi III tidak mungkin membahas seluruh isi pasal dalam UU KPK. Ia beralasan, pembahasan satu pasal bisa membutuhkan waktu hingga berhari-hari. Oleh sebab itu, DPR fokus pada dua poin tersebut. "Banyak dipertanyakan kenapa harus periode berakhir ini harus dibahas? Itu kan pertanyaan banyak media dan kawan-kawan masyarakat. Oleh karena itu difokuskan kepada satu dua masalah saja," katanya.
Pemerintah resmi melakukan pembahasan tentang revisi UU KPK, Kamis (12/9/2019). Pembahasan dilakukan setelah Presiden Jokowi menerima surat usulan revisi UU KPK yang disepakati seluruh fraksi DPR pada Kamis (5/9/2019) lalu.
Presiden Jokowi pun mengumumkan poin-poin yang menjadi perhatian pemerintah dalam revisi UU KPK kali ini. Dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019) pagi, Jokowi menyatakan sejumlah poin yang didukung oleh pemerintah tetapi dipersoalkan pegiat antikorupsi. Contoh poin yang didukung tetapi bermasalah adalah pembentukan Dewan Pengawas KPK.
"Pertama, perihal keberadaan Dewan Pengawas, memang perlu karena semua lembaga negara, presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip check and balances, saling mengawasi," kata Jokowi saat konferensi pers, Jumat pagi.
Dewan Pengawas KPK, kata Jokowi, dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan. Ia mencontohkan sekelas Presiden masih harus diperiksa bpk dan diawasi DPR. Dewan Pengawas, menurut Jokowi, wajar dalam proses tata kelola yang baik.
Kedua, Jokowi juga menyatakan setuju dengan kewenangan KPK untuk menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
"Ini juga diperlukan, sebab penegakan hukum harus menjadi prinsip-prinsip hak asasi manusia dan untuk memberikan kepastian hukum, kalau RUU DPR memberikan maksimal 1 tahun untuk mengeluarkan SP3, kami minta 2 tahun supaya memberikan waktu memadai KPK," katanya.
"Yang penting ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan atau pun tidak digunakan," lanjut Jokowi.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Andrian Pratama Taher