tirto.id - Anggota DPR Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta DPR agar mengubah ambang batas parlemen sebelum 2029. Dia menilai MK telah kembali ke koridor yang benar.
"Kita berikan apresiasi kepada MK Heri ini di mana disorot elemen masyarakat selama ini MK sebagai pembuat UU. Harusnya tak begitu, dia MK sesuai UU dia hanya menilai UU. Apakah putusan yang diambil oleh pembuat UU selaras dengan UU lain atau tidak," kata Guspardi saat dihubungi Tirto, Jumat (1/3/2024).
Dia mengeklaim hingga saat ini DPR belum menerima hasil putusan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. Dia mengaku baru mengetahui putusan MK dari media.
"Tentu MK sesuai ketentuan yang berlaku putusan MK itu mengikat dan inkrah," kata Guspardi.
Lebih lanjut, dia mengakui pihaknya akan menindaklanjuti terkait putusan tersebut. Nantinya, DPR terlebih dahulu akan mempelajari serta diskusi.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Anggota Komisi II Fraksi PKS DPR RI, Mardani Ali Sera mengatakan keputusan MK itu bersifat final dan mengikat. Dia pun mengeklaim DPR perlu segera merespons dengan posisi hukum yang jelas.
"Niatnya untuk menyederhanakan sistem multi partai, dengan ambang batas parlemen memang ada suara yang terbuang, tapi PT mestinya membuat partai kian sedikit, sehingga partai kian meningkat dan hubungan pemilih dengan parpol kian kuat," kata Mardani.
Mardani mengatakan DPR tentu akan segera merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atas putusan MK tersebut.
"Ini memang pilihan yang harus diambil, mas sidang ini mudah-mudahan DPR segera merespons keputusan MK ini dalam bentuk format norma hukum baru yang itu dalam bentuk revisi UU pemilu," tutur Mardani.
Sebelumnya, MK menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% (empat persen) suara sah nasional yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Sebab itu, sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” kata Ketua MK RI, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Kamis (29/2/2024).
Putusan dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu sepanjang frasa “paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional”.
Selengkapnya, Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.
Perludem selaku Pemohon menyebut hubungan ambang batas parlemen dengan sistem pemilu proporsional. Pemohon berargumen, ambang batas parlemen ini adalah salah satu variabel penting dari sistem pemilu yang akan berdampak langsung kepada proses konversi suara menjadi kursi.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Intan Umbari Prihatin