Menuju konten utama

DPD Gercep Kawal Proses Pemilu, DPR Malah Tersandera Hak Angket

Pembentukan Pansus DPD untuk mengungkap kecurangan pemilu merupakan alarm bagi pemerintah dalam melaksanakan undang-undang.

DPD Gercep Kawal Proses Pemilu, DPR Malah Tersandera Hak Angket
Sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat Kabupaten Banyumas melakukan aksi Tapa Pepe di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (6/3/2024). Tapa Pepe yang dilakukan dengan cara duduk bersila dibawah terik matahari tersebut untuk menolak hasil pemilu 2024 dan mendukung penggunaan hak angket. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/wpa.

tirto.id - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI gerak cepat membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengungkap banyaknya dugaan pelanggaran dan kecurangan pada penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024. Langkah tersebut dilakukan di tengah DPR RI yang saat ini masih maju mundur untuk melakukan hak angket.

Pembentukan pansus pun disepakati DPD dalam Sidang Paripurna DPD RI Ke-9 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2023-2024 yang dipimpin Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (5/3/2024) kemarin. Anggota DPD asal Sulawesi Selatan Tamsil Linrung mengatakan, pembentukan pansus adalah tindak lanjut pengaduan pelanggaran dan kecurangan pemilu yang tidak hanya dilaporkan ke DPD.

"Perlu lebih jauh berpikir untuk membuat Pansus pelanggaran atau kecurangan Pemilu. Jadi, tidak sebatas di Komite I, tetapi dibuat lintas komite untuk semua menyampaikan pandangan-pandangannya. Karena mungkin kecurangan ini ada imbasnya kepada teman-teman anggota yang tidak terpilih sekarang," kata Tamsil Linrung.

Tidak hanya membuat pansus, DPD juga membentuk posko pengaduan dugaan pelanggaran Pemilu di setiap Kantor DPD RI di Ibu kota Provinsi. Langkah itu dilakukan untuk ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu Serentak tahun 2024 agar tercipta pemilu yang demokratis, jujur-adil, bebas politik uang, dan sah.

Berdasar data yang diterima dari Kantor DPD RI di Ibu kota Provinsi, pengaduan yang masuk melalui posko yaitu sebanyak empat laporan. Mulai dari Provinsi Kalimantan Barat sebanyak dua laporan, Sumatera Utara satu laporan, dan Maluku satu laporan.

Laporan tersebut pun ditangani DPD RI lewat pimpinan dan telah diamanatkan kepada Komite I untuk menindaklanjuti temuan dengan mengundang KPU, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri.

DPR Tersandera Kepentingan Politik

Langkah DPD dinilai mengalahkan narasi yang disampaikan oleh DPR. Terlihat hingga saat ini partai-partai di parlemen belum membentuk pansus hak angket padahal mereka berkoar-koar hak angket dalam paripurna.

Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai DPD mampu mengusulkan pansus dibanding DPR karena tidak ada kepentingan parpol.

"Kalau kita melihat kenapa DPD lebih cepat dalam mengusulkan pansus kecurangan pemilu karena memang secara kepentingan DPD kan tidak terkait dengan kepentingan-kepentingan parpol secara langsung meski pada sisi lain anggota-anggota DPD juga ada yang menjadi anggota parpol," kata Arifki.

Dia menilai saat ini parpol masih terjebak konstelasi dan berkalkulasi dampak dari kehadiran hak angket. Akibatnya, mereka tersandera apakah mendapatkan keuntungan politik atau tidak.

"Ini [ketidakkonsistenan hak angket] menunjukkan bahwa DPR terlalu mendominasi kepentingan dibanding isu2 kecurangan pemilu dan sandera politik itu adalah DPR lebih kepada apakah soal tersandera secara ruang-ruang politik ke depan jabatan menteri atau posisi politik yang memang akan ditawarkan oleh Prabowo-Gibran nantinya," kata Arifki.

Rapat paripurna pembukaan masa sidang DPR

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah), Lodewijk Freidrich Paulus (kanan), dan Rachmad Gobel (kiri) memimpin rapat saat rapat paripurna ke-13 masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024). Rapat Paripurna tersebut dalam rangka pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/Spt.

Sementara itu, peneliti PUSaKO, Beni Kurnia Illahi, mengatakan DPD tidak memiliki kewenangan hak angket lewat pembentukan pansus. Hal itu mengacu pada pasal 22D UUD 1945 yaitu kewenangan DPD bidang legislasi yakni pengajuan RUU tertentu, ikut membahas bersama DPR dan pemerintah terhadap penyusunan RUU tertentu, pemberian pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu. Kemudian pemberian pertimbangan terhadap RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, serta pengawasan terhadap pelaksanaan UU tertentu.

"Dikarenakan DPD tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan angket terhadap pemerintah lewat pembentukan Pansus ini, maka hasil pansus nantinya tidak berimplikasi hukum apa-apa. Hanya saja hasil ini setidaknya dapat merangsang DPR untuk segera melakukan Hak Angketnya kepada pemerintah sebagai bentuk konsep bikameral (sistem 2 kamar parlemen)," kata Beni kepada Tirto.

Beni mengatakan, spirit DPD dalam mengungkap kecurangan adalah hal positif. Dia menilai, DPD memiliki tanggung jawab mengawal penyelenggaraan pemerintahan secara kedaerahan. Oleh karena itu, aksi pansus DPD merupakan alarm bagi pemerintah dalam melaksanakan undang-undang.

"Namun setidaknya Angket DPR tersebut dapat dijadikan referensi bagi MK dalam memeriksa PHPU nantinya. tinggal DPR apakah punya niat yang struggle untuk mengangkat Presiden seperti niat pembentukan Pansus bagi DPD meskipun DPD tdk memiliki kewenangan secara konstitusional," kata Beni.

Beni pun mengakui lambatnya hak angket DPR daripada DPD adalah sinyal bahwa DPR tersandera dengan kepentingan politik mereka daripada tugas mereka. Dia tidak memungkiri parpol saat ini sedang saling lirik.

"Saya kira tesis itu benar saat ini DPR tersandera dengan kepentingan politik mereka dengan partai politiknya dan relasi kuasa dengan presiden dan capres terpilih sehingga ada semacam keraguan tak menentu bagi DPR untuk menyatakan Hak Angket," ungkap Beni.

"Karena Parpol pun sekarang kondisinya sedang melirik-lirik gimana posisi mereka di rezim pemerintahan yang baru, apakah akan bergabung di koalisi partai capres terpilih atau memilih untuk oposisi. inilah penyebab sebenarnya kenapa DPR belum kunjung memberikan kepastian soal hak angketnya," tambah Beni.

Pansus DPD RI Menjaga Ruang Demokrasi

Sementara itu, analis hukum kepemiluan dan tata negara dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan kehadiran pansus DPD bukan hanya kepentingan elektoral melainkan untuk menjaga ruang demokrasi publik. Dia pun menilai keberadaan pansus bukan demi memakzulkan melainkan bukti untuk memperbaiki pemilu di masa depan.

"Jadi bukan soal misalnya ending-nya nanti akan berpengaruh kepada pemakzulan atau tidak tetapi saya justru melihat ini menjadi sesuatu yang bisa berkontribusi bagi perbaikan pemilu kita," kata Titi di sela-sela acara pelatihan penyelesaian PHPU untuk jurnalis dan CSO di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, Jawa Barat, Rabu (6/3/2024).

Demo mendesak Hak Angket

Ribuan massa pendemo dari relawan pendukung 01 dan 03 mendatangi Gedung DPR RI pada Selasa (5/3/2024) pukul 12.30 WIB. Mereka memadati sepanjang Jalan protokol depan Gedung DPR RI. tirto.id/M. Irfan Al Amin

Lebih lanjut, Titi yakin pansus yang dibentuk berpengaruh. Dia menuturkan pada rekomendasi hak angket di 2009, meminta para anggota KPU diberhentikan meski para anggota KPU kala itu sudah berhenti. Namun, hak angket membawa pengaruh dengan perubahan undang-undang penyelenggara pemilu. Dia menilai fenomena tersebut menjadi momen pendidikan politik untuk mengawasi produk legislasi yang dibuat.

Sementara itu, Titi mengakui bahwa partai punya kepentingan dalam mencalonkan kandidat. Hal ini berbeda dengan DPD yang hanya konstituen perseorangan sehingga pansus DPD lebih mudah dibuat.

"ya karena kepentingan partai sebagai organ yang mencalonkan pasangan calon kan? partai politik adalah subjek hukum yang punya otoritas mencalonkan presiden. kepentingan kompetisi dan pemenangan pilpres sangat signifikan mempengaruhi keberhasilan pembentukan hak angket," tutur Titi.

"Jadi ini yang membedakan sementara DPD perseorangan. jadi Independensi dan kemerdekaannya dari anasir partisan itu lebih besar dibandingkan DPR dalam pembentukan hak angket," tambah Titi.

Baca juga artikel terkait NEWS PLUS PEMILU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - News
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin