tirto.id - Berburu hewan sudah dilakukan jauh sebelum umat manusia mengenal tulisan. Dari aktivitas yang biasa dilakukan demi sekadar menyambung hidup, perburuan berubah menjadi hobi bahkan dijunjung sebagai tradisi turun-temurun.
Film Dolittle (2020) mengambil latar belakang Inggris pertengahan abad ke-19, ketika masyarakat Inggris di bawah Ratu Victoria mulai mempertanyakan kepantasan tradisi berburu. Peraturan perlindungan terhadap binatang juga mulai dirancang agar manusia bisa membangun “surga” bagi semua spesies.
Adalah Stephen Gaghan yang bertanggung jawab menulis naskah sekaligus mengarahkan film adaptasi novel anak-anak terkenal The Voyages of Doctor Dolittle (1922) karangan Hugh Lofting ini. Gaghan sendiri dikenal sebagai sutradara film-film kriminal dan thriller politik. Filmnya, Syriana (2005), pernah memenangkan Piala Oscar untuk kategori Naskah Orisinal Terbaik.
Keputusan Gaghan untuk menyutradarai Dolittle yang bergenre petualangan imajinatif memang agak sedikit mengejutkan. Meski demikian, Gaghan mengawali film fantasi perdananya ini dengan cukup meyakinkan. Seolah sedang menampilkan paradoks, ia memulai cerita dengan adegan penciptaan kebun binatang khusus hewan-hewan eksotis yang kemudian disambung dengan aktivitas perburuan yang dilakukan oleh keluarga pemburu Stubbins.
Tommy Stubbins (Harry Collett) tumbuh menjadi anak yang berbeda di keluarganya. Ia digambarkan sebagai pemuda lembut yang tidak tega ketika membunuh binatang. Akibatnya, Tommy jadi sering kena damprat pamannya karena dianggap bikin malu keluarga.
Suatu hari sang paman memintanya menghabisi nyawa seekor tupai yang sekarat akibat terkena peluru nyasar. Alih-alih mengakhiri hidup si tupai, Tommy malah lari tunggang langgang menerobos hutan demi mencari pertolongan dokter hewan.
Dalam menemukan jalannya, Tommy dibimbing seekor burung beo bernama Polynesia (diisi suaranya oleh Emma Thompson). Berkat Poly, Tommy tiba di muka rumah besar yang pekarangannya dihuni ratusan hewan eksotis. Rumah yang kelihatan tidak terurus itu ternyata merupakan kediaman John Dolittle (Robert Downey Jr.), dokter yang terkenal bisa berkomunikasi dengan binatang.
Kesejahteraan Hewan
Dolittle tidak memiliki penampilan layaknya intelektual salon dari era Victoria yang selalu tampil necis dan terlihat cerdas. Sebaliknya, ia tampak seperti gelandangan yang jarang mandi. Rambutnya gondrong dan janggutnya lebat menjuntai.
Ketimbang berurusan dengan Tommy, Dolittle memilih sibuk memberikan bimbingan konseling kepada Chee-Chee (diisi suara oleh Rami Malek), seekor gorila dengan gangguan kecemasan. Ia bahkan tidak bergeming ketika didatangi oleh Lady Rose (Carmel Laniado) yang memintanya memeriksa kondisi Ratu Victoria yang tengah sakit keras. Dolittle berkilah dirinya sudah berhenti berurusan dengan manusia.
Sepeninggal sang istri tujuh tahun silam, Dolittle memilih mengisolasi diri di dalam rumah besarnya. Akibat trauma akan rasa kehilangan ia menarik diri dari masyarakat dan mencari ketenangan bersama hewan-hewan yang ia dahulu ia selamatkan.
Sehari-hari Dolittle dibantu oleh seekor beruang kutub bernama Yoshi (John Cena) yang suka mengenakan topi trapper. Selain itu, ada pula bebek berkaki besi bernama Dab-Dab (Octavia Spencer), anjing setia berkacamata bernama Jip (Tom Holland), burung unta berkaos kaki bernama Plimpton (Kumail Nanjiani), dan masih banyak lagi.
Komedi yang berkaitan dengan perilaku hewan yang berlagak mirip manusia pun otomatis menjadi daya tarik tersendiri. Dalam pengembaraannya mencari buah Pohon Eden demi mengobati penyakit Ratu Victoria, Dolittle harus berurusan kembali dengan Barry (disuarakan oleh Ralph Fiennes), macan buas dengan kecenderungan mother complex yang pernah ia rawat.
Karakter Dolittle adalah representasi dari kesadaran terhadap kesejahteraan hewan (kesrawan) yang pertama di Inggirs. Menurut Rod Preece dan Lorna Chamberlain dalam Animal Welfare and Human Values (1993), Inggris merupakan salah satu negara pertama yang memiliki komunitas perlindungan binatang. Komunitas yang didirikan oleh politikus asal Irlandia bernama Richard Martin ini mendapat dukungan dari Ratu Victoria pada 1835 dan berhasil merumuskan sebuah undang-undang perlindungan hewan yang disahkan lima tahun setelah organisasi itu didirikan.
Dalam usahanya melindungi binatang, Martin sempat mendapatkan berbagai bentuk perlawanan. Usaha memberantas sabung ayam ilegal di wilayah selatan Inggris bahkan pernah memakan korban jiwa dari kalangan aktivis. Selain sabung ayam, tradisi berburu dan penyiksaan terhadap beruang masih dianggap sebagai hiburan rakyat yang mendatangkan keuntungan bagi kelompok tertentu.
Kebencian Dolittle terhadap manusia barangkali meminjam kisah penolakan yang pernah dialami Martin. Sebelum berjumpa dengan Tommy--yang belakangan malah menjadi muridnya--Dollittle merasa semua manusia sama jahatnya. Manusia adalah makhluk manipulatif, selalu memandang rendah binatang, hingga tega memperlakukan mereka dengan kejam.
Hal ini ditunjukkan oleh perilaku Dr. Blair Müdfly (Michael Sheen), teman Dolittle di sekolah kedokteran, yang suka mengolok-olok hewan-hewan Dolittle di tengah kompetisi keduanya mencari Pohon Eden. Selain itu ada pula Lord Thomas Badgley (Jim Broadbent), “perdana menteri jahat” yang bersekongkol dengan Müdfly untuk meracuni sang ratu. Jika Ratu Victoria sampai wafat, maka berakhir pulalah kebijakan perlindungan binatang-binatang peliharaan Dolittle.
Komposisi yang Buruk
Premis yang disampaikan dalam Dolittle terdengar menarik pada awalnya. Sayangnya, Gaghan tidak konsisten mengeksekusi alur cerita. Ada banyak sekali materi cerita yang dikorbankan demi memberi durasi kepada pertunjukan “sirkus” binatang-binatang peliharaan Dolittle dalam animasi CGI yang terkadang kurang meyakinkan.
Kebulatan tekad Tommy Stubbins untuk minggat dari rumah dan mengangkat diri menjadi murid Dolittle jadi terasa mentah karena ia tidak diberikan lebih banyak ruang untuk merenung. Belum lagi, fakta seputar kematian istri Dolittle yang tenggelam dalam ekspedisi mencari buah penawar segala penyakit dari Pohon Eden pun terasa terlalu tiba-tiba.
Dolittle sebenarnya berpotensi menjadi film yang cukup membangkitkan semangat, terkhusus bagi pecinta binatang yang tertarik pada sejarah perlindungan fauna. Tapi kenyataan berkata lain. Cerita dan latar belakang karakter yang kompleks tidak diimbangi dengan narasi yang rapi. Ia malah menjejalkan lebih banyak potongan adegan tanpa konteks sekedar menurunkan bobot film agar bisa dinikmati anak-anak.
Komposisi cerita dan adegan dalam Dolittle begitu buruk, bahkan pesona Robert Downey Jr. usai pensiun sebagai Iron Man rasanya belum cukup untuk menyelamatkan film ini. Meminta sutradara film thriller politik untuk mengarahkan film fantasi nampaknya bukan keputusan bijak.
Editor: Windu Jusuf