Menuju konten utama

Diperiksa 5 Jam Lebih, Nurhayati Ali Assegaf Langsung Masuk Mobil

Nurhayati tidak merespons saat ditanya soal penerimaan uang korupsi e-KTP kepada Partai Demokrat.

Diperiksa 5 Jam Lebih, Nurhayati Ali Assegaf Langsung Masuk Mobil
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (26/6/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf tutup mulut usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (26/6/2018). Nurhayati memilih langsung meninggalkan Gedung Merah Putih dan tak menjawab pertanyaan awak media.

Nurhayati yang mengenakan kerudung hitam keluar sekitar pukul 15.21 WIB. Nurhayati tidak merespons saat ditanya soal penerimaan uang korupsi e-KTP kepada Partai Demokrat.

Ia pun diam saat dikonfirmasi penerimaan uang e-KTP sebagaimana ujaran Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dalam persidangan. Sebelumnya, Irvanto sempat menyinggung kalau Nurhayati menerima uang 100 ribu dolar AS dari proyek e-KTP.

Politikus Demokrat itu pun tidak merespons tentang kabar dirinya mengembalikan uang e-KTP. Perempuan yang juga petinggi Partai Demokrat itu diam saat dirinya ditanya dugaan pengembalian uang berdasarkan instruksi partai. Ia langsung masuk mobil Toyota Vellfire bernomor polisi B 17 NAA.

Di tempat terpisah, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK mengagendakan pemeriksaan untuk lima saksi dalam perkara e-KTP yakni anggota DPR 2009-2014 yakni Nurhayati Ali Asegaf, Marzuki Ali, Taufiq Efendi, Djamal Aziz Attamini, dan pengusaha Alexander W. Kelima orang tersebut diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. Sampai saat ini, berdasarkan informasi terakhir, tiga saksi sudah hadir dalam perkara ektp, yakni Nurhayati, Marzuki, dan Djamal Azis.

Febri mengatakan, KPK sudah memeriksa 115 saksi untuk perkara korupsi e-KTP. Ia pun menyatakan berkas Irvanto dan Made Oka Masagung segera dirampungkan sebelum masa penahanan berakhir.

"KPK sedang memfinalisasi pemberkasan dalam kasus ini, khususnya untuk tersangka IHP yg akan segera habis masa penahanan di awal Juli 2018 nanti sehingga nanti diharapkan segera akan ada tahapan baru dari penanganan kasus KTP Elektronik ini," kata Febri dalam keterangan tertulis, Selasa.

Febri mengaku, 115 saksi terdiri atas anggota DPR-RI maupun mantan Anggota DPR-RI, mantan menteri dalam negeri, pejabat dan PNS Kemendagri, pegawai LKPP dan BPPT, pengurus DPD partai di jawa tengah, swasta, notaris/PPAT serta pihak terkait. KPK pun masih mengagendakan pemeriksaan untuk melengkapi berkas perkara Irvanto dan Made Oka.

"Saksi-saksi lain masih terbuka kemungkinan diperiksa sepanjang dibutuhkan dalam proses penyidikan ini," kata Febri.

Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mendalami keterlibatan Partai Demokrat dalam kasus korupsi e-KTP. Dalam agenda pemeriksaan Selasa (26/6/2018), KPK berencana memeriksa mantan Ketua DPR sekaligus Politikus Partai Demokrat Marzuki Alie, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf, mantan Menpan-RB sekaligus mantan anggota DPR Taufiq Effendi. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka.

Selain memeriksa politikus Demokrat, KPK juga memeriksa mantan anggota DPR Djamal Azis, dan pengusaha Alexander Wunaryo dalam kasus korupsi e-KTP. Kedua orang inj juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka.

KPK menetapkan Irvanto sebagai tersangka pada Rabu (28/3/2018). Irvanto ditetapkan bersama-sama pengusaha Made Oka Masagung lantaran diduga terlibat korupsi e-KTP. KPK menduga Irvanto merupakan perwakilan Novanto dalam proyek e-KTP serta terlibat dalam pengondisian proyek e-KTP. Ia diduga sebagai kurir untuk pengiriman uang e-KTP ke sejumlah legislator.

Sementara itu, Made Oka ditetapkan sebagai tersangka lantaran terlibat dalam penyerahan uang korupsi e-KTP. KPK meyakini pemilik PT Delta Energy itu menjadi perusahaan penampung dana untuk terdakwa Setya Novanto. Made Oka menggunakan kedua perusahaannya yakni PT OEM Investment dan PT Delta Energy sebagai penampung anggaran Novanto.

Perusahaan OEM menerima uang sebesar 1,8 juta dolar AS dari Biomorf Mauritius dan 2 juta dolar AS dari PT Delta Energy. Made dianggap sebagai perantara pemberi fee sebesar 5 persen kepada anggota DPR dari proyek e-KTP. Ia pun sudah diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka oleh KPK.

KPK menyangkakan Irvanto dan Made Oka melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri