Menuju konten utama

Di Balik Sikap Jokowi yang Setuju Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Aktivis antikorupsi menyayangkan sikap Jokowi yang tidak mendukung rencana KPU melarang mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif.

Di Balik Sikap Jokowi yang Setuju Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Presiden Joko Widodo melihat ekspor perdana Mitsubishi Xpander di Car Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (25/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait keputusan DPR dan Bawaslu yang menolak rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal larangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon legislatif. Namun, sikap Jokowi ini dikritik oleh aktivis antikorupsi karena dinilai tidak menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi.

“Ya itu [mantan napi korupsi maju caleg] hak ya. Itu konstitusi memberikan hak,” kata Jokowi kepada wartawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), di Ciracas, Jakarta Timur, seperti dikutip Antara, Selasa (29/5/2018).

Jokowi meminta kepada KPU untuk mengkaji lagi rencana larangan tersebut karena menurutnya mantan napi korupsi

juga punya hak untuk mengikuti pesta demokrasi dalam pemilihan legislatif.

“Silakan KPU menelaah, kalau saya itu hak. Hak seorang untuk berpolitik. KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut, tapi diberi tanda 'mantan koruptor,” kata Jokowi.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko menyayangkan sikap Jokowi tersebut. Padahal, kata Dadang, ide KPU melarang mantan napi korupsi untuk memastikan kepada masyarakat agar bisa memilih wakil rakyat yang berkualitas.

“Memastikan masyarakat pemilih mendapatkan calon wakil rakyat yang baik dan memperoleh informasi yang jelas tentang latar belakang kandidat yang akan dipilih. Ide ini seharusnya dipahami dan didukung oleh semua pihak,” kata Dadang kepada Tirto, Rabu (30/5/2018).

Hal senada diungkapkan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz. Menurutnya, seharusnya Jokowi menunjukkan komitmen antikorupsi dengan mendukung langkah KPU, bukan justru mendukung DPR dan Bawaslu yang menolak usul tersebut.

“Bukan hanya melihat dari sisi hak napi korupsi saja, melainkan juga dari sisi hak publik untuk disodorkan nama-nama calon wakil rakyat yang tidak punya persoalan hukum masa lalu seperti korupsi,” kata Donal.

Akan tetapi, Donal tetap yakin jika pernyataan Jokowi tersebut tidak akan berpengaruh kepada KPU, karena lembaga tersebut sudah menunjukkan komitmennya untuk terus memperjuangkan langkahnya tersebut sekalipun tidak didukung presiden. “Hanya saja ini akan memperburuk citra antikorupsi Presiden Jokowi,” kata dia.

Sementara Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini berkata, mestinya Presiden Jokowi membiarkan saja KPU melaksanakan kewenangannya dengan mandiri.

Selain itu, Titi menilai bahwa pernyataan Presiden Jokowi juga bisa menimbulkan kontroversi dan salah pengertian di masyarakat apalagi korupsi sebagai masalah akut di Indonesia. “Tentu pernyataan presiden tersebut bisa saja disalahartikan sebagai sikap yang tidak progresif terkait komitmen pemberantasan korupsi,” kata Titi.

Menurut Titi, pendapat Jokowi juga mengafirmasi sikap pemerintah terkait rencana KPU tersebut. Titi mengatakan, kalau sejak awal pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri sudah menyatakan ketidaksetujuan dengan langkah yang diambil KPU di berbagai media.

Alasan pemerintah, kata Titi, rencana KPU tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2009 atas uji materi tiga pasal di undang-undang tersebut dan Undang-Undang Pemda.

“Tentu pandangan pemerintah itu mencerminkan bagaimana pandangan presiden. Kan tidak mungkin wakil pemerintah berpendapat berbeda dengan opini presidennya,” kata Titi.

Titi berharap agar KPU tidak gentar atas pernyataan Jokowi tersebut karena calon legislatif yang bebas dari kasus korupsi bisa memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia. “Kepercayaan publik pada KPU dan juga kualitas rekam jejak calon merupakan sesuatu yang sangat penting bagi suksesnya jalan Pemilu 2019,” kata Titi.

Infografik CI mantan napi korupsi jadi caleg

Berpengaruh Pada Citra Jokowi?

Hal berbeda diungkapkan Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas. Menurut dia, pernyataan Jokowi terkait hak mantan napi korupsi tidak akan memengaruhi citra Jokowi di mata masyarakat. Sebab, Jokowi menyatakan hal itu dalam tataran normatif sebagai kepala negara.

"Enggak [berpengaruh] saya kira karena bicaranya dalam level normatif, karena Jokowi juga memandang jika pun diizinkan, maka mantan-mantan napi koruptor harus diberikan keterangan,” kata Sirojudin kepada Tirto.

Menurut Sirojudin, sikap politik Jokowi tersebut adalah bentuk pembelaan hak-hak warga negara dalam berdemokrasi. Sirojudin berkata, Presiden Jokowi berprinsip bahwa pihak yang berhak mencabut hak politik seorang mantan napi korupsi adalah pengadilan.

"Presiden tetap berdiri melindungi hak-haknya warga negara. Tidak boleh karena mantan napi korupsi maka mencabut semua tanpa melalui pengadilan,” kata dia.

Atas dasar itu, Sirojudin menilai, pernyataan Jokowi tersebut tanpa adanya kepentingan dari partai-partai pendukungnya. “Kebetulan sejalan saja, bukan karena partai. Jokowi berpegang pada prinsip-prinsip perlindungan hak warga negara,” kata dia.

Sementara pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, sikap Jokowi tampaknya memang tidak ingin berseberangan dengan partai Golkar dan PDIP terkait hak mantan napi koruptor tersebut.

“Pasti ada pertimbangan juga lah, karena tidak ingin berseberangan dengan dua parpol, dia butuh banget buat maju ke [Pilpres] 2019, pasti ada juga pertimbangan ke arah sana,” kata Hendri.

Selain itu, Hendri menilai, Jokowi juga berpedoman terhadap UU Pemilu dan aturan lain yang tidak melarang mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif. “Jokowi juga mengikuti undang-undang yang memang memperbolehkan itu. Jadi walaupun tidak populer dan terdengar tidak sesuai komitmen dia dalam memberantas korupsi,” kata dia.

Meski demikian, kata Hendri, dirinya berharap Jokowi bisa meralat ucapannya tersebut dengan mendukung KPU agar legislatif bisa juga menyetujui aturan dari KPU mengenai larangan mantan napi korupsi maju sebagai caleg.

Baca juga artikel terkait PILEG 2019 atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Politik
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Abdul Aziz