Menuju konten utama

Dengan Perppu, Pembubaran Ormas Tak Perlu Proses Pengadilan

Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2017 memungkinkan proses pembubaran ormas menjadi lebih mudah ketimbang aturan dalam UU No. 17 tahun 2013.

Dengan Perppu, Pembubaran Ormas Tak Perlu Proses Pengadilan
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan kepada media di Kantor Kemenko Polhukam terkait pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jakarta, Jumat, (12/5). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Regulasi baru ini memungkinkan pemerintah membubarkan ormas anti-Pancasila tanpa melalui proses pengadilan.

Lahirnya regulasi ini tidak lepas dari keinginan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai anti-Pancasila. Dalam rapat koordinasi yang dilakukan pemerintah pada 8 Mei lalu, ada lima alasan mengapa pemerintah berniat membubarkan organisasi transnasional tersebut.

Salah satunya, pemerintah menyebut bahwa sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan. Selain itu, aktivitas yang dilakukan HTI nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Meski demikian, pemerintah tidak serta-merta dapat membubarkan HTI. Sebab berdasarkan UU No. 17 tahun 2013, ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk membubarkan ormas, mulai dari pemberian peringatan sebanyak 3 kali, hingga keharusan melewati mekanisme pengadilan.

Ketentuan yang terdapat dalam UU No 17 tahun 2013 tersebut menghalangi keinginan pemerintah untuk membubarkan HTI. Tak lama, pemerintah memberlakukan Perppu karena UU Ormas yang ada dinilai tidak lagi memadai untuk mencegah munculnya ormas yang bertentangan Pancasila dan UUD 1945.

“Dalam Perppu ada asas contrario actus, maka lembaga yang memberikan izin dan mengesahkan ormas diberikan kewenangan mencabut izin itu manakala ormas tertentu sudah melanggar ketentuan izin,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM Wiranto, seperti dikutip Antara, Rabu (12/7).

Dengan terbit Perppu ini, kata Wiranto, lembaga yang memberikan izin ormas, seperti Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki kewenangan untuk mencabut izin manakala ormas tersebut melanggar ketentuan izin.

“Lembaga yang memberi izin ormas harusnya yang punya wewenang mencabut dan membatalkan izin itu, dan hal ini yang tidak masuk dalam Undang-Undang 17 [UU Ormas tahun 2013] itu,” kata Wiranto.

Proses Pembubaran Ormas

Perppu pengganti UU No 17 tahun 2013 tentang Ormas yang diteken Presiden Joko Widodo ini tidak hanya berlaku untuk HTI, tapi menjadi pedoman bagi semua ormas yang memiliki badan hukum, termasuk Front Pembela Islam (FPI) dan Pembela Ahlus Sunnah (PAS).

Mekanisme pemberian sanksi hingga pembubaran ormas yang berlaku dalam Perppu Nomor 2 tahun 2017 ini berbeda dengan aturan yang termaktub dalam UU No 17 tahun 2013 yang selama ini menjadi landasan yuridis tentang ormas.

Dalam UU No 17 tahun 2013 ini, ketentuan sanksi bagi ormas yang melanggar dijelaskan secara detail dari Pasal 60 hingga Pasal 82. Namun, ketentuan tersebut dapat disederhanakan menjadi beberapa tahapan, sebelum ormas yang melanggar itu dapat dibubarkan.

Misalnya, ormas yang melanggar ketentuan dapat dijatuhi sanksi administratif. Jika ormas yang dijatuhi sanksi administratif atau sanksi tertulis tidak menghiraukannya hingga tiga kali, maka pemerintah bisa menghentikan sementara kegiatan ormas yang dinilai melanggar itu.

Apabila sanksi tersebut juga belum dipatuhi, pemerintah bisa menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum. Namun, ada catatan yang harus digarisbawahi saat sanksi pencabutan status badan hukum ini diambil, yaitu: permohonan pembubaran ormas berbadan hukum diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Artinya, berdasarkan UU No 17 tahun 2013, proses pembubaran ormas sangat panjang dan harus melalui mekanisme pengadilan. “Putusan pembubaran ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum,” demikian bunyi Pasal 71 ayat (3) UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas.

Pemerintah kemudian memberlakukan Perppu karena UU Ormas yang ada dianggap tidak memadai mencegah munculnya ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan Perppu tersebut, misalnya, peringatan tertulis hanya diberikan sebanyak satu kali saja bagi ormas yang dianggap melanggar. Ini berbeda dengan UU No 17 tahun 2013 yang memberikan kesempatan hingga tiga kali.

Apabila ormas tidak mematuhi peringatan tertulis tersebut, Menteri Hukum dan HAM dapat menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan. Bahkan Menteri Hukum dan HAM dapat mencabut status badan hukum ormas tanpa melalui proses pengadilan.

Hal tersebut dapat dilakukan karena putusan pengadilan yang disyaratkan untuk membubarkan ormas sebagaimana dicantumkan pada Pasal 68 UU Ormas tahun 2013 telah dihapus dalam Perppu No 2 tahun 2017 ini. Dalam konteks ini, pemerintah tidak perlu lagi menunggu proses pengadilan untuk membubarkan ormas tertentu.

Artinya, dengan dikeluarkannya Perppu ini, maka secara legal formal, pemerintah dapat membubarkan HTI tanpa proses pengadilan sebagaimana yang diatur dalam regulasi sebelumnya. Setelah HTI, siapa lagi?

Baca juga artikel terkait PEMBUBARAN HTI atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani