tirto.id - Pengamat Perpajakan dari DDTC (Danny Darussalam Tax Center), Darussalam, menilai perluasan tarif PPN nol persen untuk ekspor jasa seharusnya dilakukan sejak lama.
Sebab, kata dia, langkah ini merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
"PPN itu dikenakan hanya dikenakan di dalam negeri. Dengan demikian, atas barang dan jasa yang dan hal ini diekspor atau dimanfaatkan di luar negeri. Jadi sebenarnya perluasan sektor jasa itu hanya menjalankan apa yang dinyatakan secara tegas dan ketentuan umum," ujar dia, saat ditemui di Bangi Kopi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (4/4/2019).
Ia mendesak agar jenis jasa yang dibebaskan dari ekspor ditambah dan diperluas kembali agar daya saing ekspor jasa di Indonesia meningkat.
"Saya yakin ke depan, kalau administrasi ini sudah siap, akan ada lagi ekspor-ekspor jasa yang diperluas pemerintah," ujar dia.
Perluasan jenis ekspor jasa dengan pengenaan tarif PPN 0 persen itu baru saja diumumkan oleh Kementerian Keuangan dan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 32/PMK.010/2019.
Beleid yang berlaku mulai berlaku pada 29 Maret 2019 lalu, menjelaskan kriteria kegiatan yang merupakan ekspor jasa kena pajak tersebut adalah yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia untuk dimanfaatkan di luar negeri oleh penerima ekspor jasa kena pajak.
Meski demikian, Anti-avoidance Rule Ekspor (ketentuan anti penghindaran pajak) menyebutkan jenis jasa yang dapat menerima fasilitas PPN 0 persen ini harus memenuhi dua persyaratan formal.
Pertama, didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis. Kedua, terdapat pembayaran disertai bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor kepada pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor.
Menurut Darussalam, syarat formal ini juga sudah sesuai dan tak akan memberatkan bagi para pelaku jasa yang ingin memanfaatkan fasilitas perluasan PPN ekspor jasa.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali