tirto.id - Hari ini, Selasa (4/2/2025), DPR RI membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Rapat Paripurna untuk dapat disahkan menjadi UU.
Hal itu diputuskan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VI DPR bersama Menteri BUMN, Menteri Hukum, Menteri Keuangan, dan Menteri Sekretaris Negara di Gedung Parlemen, Jakarta, Sabtu (1/2/2025).
“Untuk selanjutnya [RUU BUMN] dibawa pada pembicaraan tingkat 2 dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU, setuju?" tanya Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, kepada para anggota komisi yang lantas menanggapinya dengan seruan “Setuju”.
Usai menghadiri Raker tersebut, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa tak ada alasan khusus terkait kilatnya pembahasan RUU BUMN ini. Sementara sebelumnya, pada Jumat (31/1/2025), Komisi VI membentuk Panitia Kerja (Panja) yang diketuai oleh Wakil Ketua Komisi VI, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, untuk membahas percepatan revisi UU BUMN.
“Supaya jeda waktu [pembahasannya]enggak terlalu lama, minta selesai hari ini. Rencana Paripurna [untuk pengesahan RUU BUMN] hari Selasa. Selasa [pekan] depan," ujar Dasco dihadapan awak media usai mengikuti Raker Komisi VI.
Sementara itu, ada 11 poin utama yang menjadi bahasan dalam Raker Komisi VI pada Sabtu kemarin. Beberapa poin tersebut antara lain pengaturan Badan Pengelola (BP) Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), holding investasi, holding operasional, restrukturisasi, privatisasi, pembentukan anak perusahaan dan/atau pembubaran BUMN.
Perlu diketahui, holding investasi yang dimaksud dalam RUU BUMN adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan badan yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan dividen dan/atau pemberdayaan aset BUMN serta tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri BUMN dan/atau Badan.
Sementara itu, holding operasional bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN serta kegiatan usaha lainnya.
Danantara
Pembentukan Danantara dilakukan dalam rangka optimalisasi pengelolaan dividen BUMN. Lebih lanjut, Pasal 3A Ayat 2 RUU BUMN menyatakan bahwa pengawasan dan pengelolaan Danantara dipegang secara penuh oleh Menteri BUMN sebagai wakil pemerintah.
“Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal kewenangan sebagai wakil negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN dikuasakan kepada Menteri,” demikian tertulis dalamRUUBUMN, dikutip Senin (3/2/2025).
Kemudian, Pasal 3B menyatakan bahwa Menteri BUMN bertugas untuk menetapkan kebijakan, mengatur, membina, mengkoordinasikan, dan mengawasi penyelenggaraan kebijakan pengelolaan BUMN dan Danantara. Selain itu, Menteri BUMN juga bertugas sebagai Dewan Pengawas Danantara yang ditunjuk dan diberhentikan oleh Presiden.
Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Pengawas dibantu oleh sekretariat, komite audit, komite etik, komite remunerasi, dan sumber daya manusia.
“Dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri dapat menempatkan perwakilannya di Badan,” demikian bunyi Pasal 3D Ayat 5.
Sementara itu, berdasar Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU BUMN, kewenangan Dewan Pengawas antara lain menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan beserta indikator utama (key performance indicators/KPI) yang diusulkan Badan Pelaksana; melakukan evaluasi pencapaian KPI; menerima dan mengevaluasi laporan pertanggungjawaban dari Badan Pelaksana; menyampaikan laporan pertanggungjawaban Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana kepada Presiden; dan menetapkan remunerasi Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana.
Kemudian, ada pula kewenangan untuk mengusulkan peningkatan dan/atau pengurangan modal Danantara kepada Presiden; menyetujui laporan keuangan Danantara, memberhentikan sementara anggota Badan Pelaksana; serta menyetujui penunjukan auditor Danantara.
Soal Badan Pelaksana yang mengurus operasional Danantara, pemerintah dan DPR sepakat mengubah rancangan Badan Pelaksana Danantara dari yang sebelumnya terdiri dari enam orang menjadi dua orang dari kalangan profesional yang kemudian akan dibantu oleh enam orang Direktur Eksekutif. Keduanya akan duduk sebagai Kepala Danantara dan Anggota Badan Pelaksana Danantara.
Setelah terbentuk, Danantara akan menggantikan sebagian peran Menteri BUMN dalam pengelolaan BUMN.
“Dalam melaksanakan pengelolaan BUMN, Menteri melimpahkan sebagian tugas dan kewenangannya kepada Danantara,” demikian bunyi Pasal 3D RUU BUMN.
Jika dirinci, Danantara memiliki enam poin kewenangan besar, di antaranya mengelola dividen holding investasi, holding operasional, dan BUMN; menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal kerja pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen; dan menyetujui restrukturisasi BUMN, termasuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan.
Selanjutnya, Danantara juga berwenang membentuk holding investasi, holding operasional, dan BUMN; menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh holding investasi atau holding operasional; serta mengesahkan dan mengkonsultasikan ke DPR atas rencana kerja dan anggaran perusahaan holding investasi dan holding operasional.
Sementara itu, sebagai modal awal operasional Danantara, pemerintah akan mengucurkan penyertaan modal negara (PMN)--dapat berupa dana tunai, barang milik negara, dan saham milik negara serta sumber lainnya. Jumlah PMN yang dapat dialokasikan ialah sebesar Rp1.000 triliun yang berasal dari modal konsolidasi BUMN tahun buku 2023 yang senilai Rp1.135 triliun.
“Modal Badan ditetapkan paling sedikit sebesar Rp1.000 triliun,” demikian bunyi Pasal 3F RUU BUMN.
Sementara untuk meningkatkan nilai aset, Danantara dapat melakukan pengelolaan aset melalui kerja sama dengan pihak ketiga, yakni kuasa pengelola dan/atau melalui bentuk kerja sama lainnya. Aset Danantara sendiri dapat berasal dari PMN dan sumber lainnya, hasil pengembangan aset Badan, pemindahtanganan aset negara atau aset BUMN, hibah, dan sumber lainnya yang sah.
Selain itu, Danantara juga diperkenankan untuk melakukan investasi baik secara langsung atau tidak melalui kerja sama dengan holding investasi, holding operasional, dan pihak ketiga. Nantinya, baik keuntungan atau kerugian dari hasil investasi akan menjadi milik Danantara.
Namun, saat Danantara meraup untung, sebagian akan ditetapkan sebagai laba yang kemudian disetorkan ke kas negara setelah dilakukan pencadangan untuk menutup/menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pencadangan untuk menutup/menanggung risiko kerugian dalam berinvestasi dan/atau melakukan akumulasi modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi Pasal 3G Ayat 4.
Dengan dikebutnya RUU BUMN, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Toto Pranoto, menilai bahwa Danantara siap meluncur pada Februari 2025.
Toto mengakui bahwa dengan ditunjuknya Menteri BUMN sebagai Dewan Pengawas, akan ada dualisme kepemimpinan dalam Danantara. Kendati demikian, Toto mengatakan bahwa RUU BUMN merupakan langkah kompromi yang paling memungkinkan.
Kelembagaan Danantara terlindungi oleh UU, sementara peran Kementerian BUMN tetap terjaga dengan fungsi yang berbeda. Dus, peningkatan daya saing perusahaan-perusahaan pelat merah pun dapat didorong untuk turut membantu pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Tidak hanya itu, Danantara yang diniatkan dibentuk sebagai superholding BUMN ini juga diharapkan dapat bersaing atau paling tidak setara dengan superholding perusahaan pelat merah asal Singapura, Temasek, atau Khazanah milik Malaysia.
“Kalau masih di bawah model birokrasi kementerian, [BUMN] akan sedikit lambat tempo [ekspansinya]. Siapa tahu kalau ada badan baru tak terlalu banyak dengan birokrasi itu lebih cepat geraknya?” kata Totoyang juga terlibat dalam pembahasan RUU BUMN dalam diskusi daring, Kamis (31/1/2025).
Tak Sesuai Visi Awal?
Pengelolaan BUMN di bawah Danantara memang hal yang penting untuk segera dilaksanakan. Pasalnya, BUMN pada dasarnya tidak bisa dikelola oleh entitas berbentuk kementerian. Hal itu sama saja dengan membirokratiskan BUMN.
Alhasil, BUMN selama ini kerap kali kehilangan peluang bisnis karena untuk menjalankan langkah-langkah strategis, ia memerlukan persetujuan berjenjang, mulai dari komisaris hingga Kementerian BUMN.
“Dengan superholding, maka ini tidak akan terjadi. Oleh karena itu, kebutuhan kita pada superholding BUMN saat ini saya anggap cukup urgen. Superholding hanya akan fokus mencari peluang bisnis untuk menopang fiskal kita melalui BUMN. Superholding menggunakan pendekatan korporasi, menitikberatkan pada proefesionalisme,” jelas Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus, kepada Tirto, Senin (3/2/2025).
Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai pembentukan Danantara yang didasarkan pada RUU BUMN tak lagi seirama dengan visiawal perencanaannya oleh Prabowo. Pasalnya, pada saat itu, Prabowo bermimpi membentuk institusi yang berfungsi selayaknya Kementerian BUMN, tapi memiliki pamor sekaliber Temasek, Khazanah, CIC, atau Mubadala.
Dengan penunjukan Menteri BUMN sebagai kuasa pemegang saham dan juga Dewan Pengawas, pemerintah dan DPR seakan sepakat mengunci Danantara agar tetap berada dalam bayang-bayang Kementerian BUMN. Pun dengan pengelolaan BUMN yang juga sama halnya masih di bawah Kementerian yang dipimpin Erick Thohir.
“Jadi, Danantara itu nanti akan dikunci. Jadi gini nih, Kementerian BUMN ingin menyelamatkan status dia, sebagai kuasa pemegang saham. Nah, kalau dia sebagai kuasa pemegang saham, maka dia pemegang otoritas penuh terhadap BUMN. Dia yang mau mengangkat direksi, mengangkat dewan komisaris, mau [ada] perubahan strategis BUMN, itu kuasanya ada di tangan dia,” jelas Herry saat dihubungi Tirto, Senin (3/2/2025).
Dengan kondisi ini, selayaknya perusahaan-perusahaan BUMN sekarang, Danantara berpotensi tetap menjadi alat politik pemerintah. Dalam hal ini, rezim yang memimpin tetap akan leluasa menempatkan orang-orangnya sebagai pimpinan-pimpinan perusahaan pelat merah.
“Makanya kita susah berharap BUMN akan lebih baik. Sekarang kan kita lihat, belakangan ini kan ada trade-off antara kepentingan politik dengan kebijakan BUMN. Ada mantan terpidana korupsi jadi komisaris, macem-macem gitu ya. Nah, jadi itu masalahnya,” imbuh dia.
Penempatan Menteri BUMN sebagai kuasa pemegang saham dan juga Dewan Pengawas juga akan membuat Danantara tak berkutik dan tak punya independensi dalam membuatkeputusan. Selain itu, kondisi ini juga akan membuat proses birokrasi di perusahaan BUMN akan semakin berbelit.
Padahal, jika dibentuk sesuai rencana awal—sepenuhnya terpisah dari Kementerian BUMN, Danantara akan membuat persoalan-persoalan yang selama ini terjadi di perusahaan pelat merah, seperti kerugian yang terus menghantui hingga fraud karena korupsi, dapat lebih cepat terselesaikan.
Dalam hal ini, Danantara dapat membentuk “mesin” baru yang bertugas menangani masalah bisnis guna menggenjot investasi yang juga menjadi salah satu fungsi Danantara. Dus, Danantara sendiri dapat fokus untuk merestrukturisasi BUMN-BUMN bermasalah, baik karena merugi atau akibat korupsi.
“Kalau memang udah sehat, maka dia akan pindah ke yang bisnis. Kalau yang belum sehat, maka dia pindah ke yang badan, yang badan publik. Nah, itu sangat memungkinkan,” jelas Herry.
“Danantara itu fungsinya juga mengelola aset BUMN, kemudian dia juga mengembangkan menjadi katalisator investasi, atau katakanlah dia harus menjadi new engine. Maka kalau juga kayak begini, menurut saya, ya gagal,” imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menilai bahwa revisi UU BUMN telah lama menjadi fokus pemerintah untuk memperkuat tata kelola BUMN. Hal inilah yang kemudian membuat pemerintah dan DPR sepakat mempercepat pembahasan RUU BUMN.
“Dengan revisi Undang-Undang BUMN ini, kita berharap ke depan kita bisa memperkuat BUMN, memperkuat perekonomian kita. Kira-kira itu urgensinya kenapa ini [pembahasan revisi UU BUMN] dilaksanakan dengan cepat,” kata dia di Komplek Parlemen, Sabtu (1/2/2025).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi