tirto.id - Utang pemerintah mencapai Rp7.052 triliun pada akhir Maret 2022. Angka itu setara dengan 40,39 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Posisi utang tersebut naik sekitar 38 triliun dari Februari yang tercatat Rp7.014 triliun.
Dikutip dari APBN Kita edisi April, utang tersebut didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.222 triliun atau sekitar 88,24 persen. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp829 triliun atau 11,76 persen.
Besaran utang SBN terdiri dari domestik senilai Rp4.962 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.104 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp857 triliun.
Kemudian untuk valas mencapai Rp1.260 triliun, terdiri dari SUN Rp991 triliun dan SBSN Rp269 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp13,20 triliun dan pinjaman luar negeri Rp816 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp281,3 triliun, multilateral Rp491,5 triliun, dan commercial banks Rp43,48 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan posisi utang Indonesia pada saat ini masih dalam batas aman. Batas atas rasio utang terhadap PDB ditetapkan pemerintah dan DPR yakni 60 persen.
"Dengan nominal tersebut, rasio utang Indonesia hanya 40 persen dari GDP," kata Iskandar saat dihubungi Tirto, Selasa (10/5/2022).
Iskandar juga mengklaim rasio utang Indonesia jauh lebih sehat dibandingkan negara-negara lain. Dia mencontohkan rasio utang Singapura pada 2021 sudah mencapai 145 persen terhadap GDP-nya. Kemudian Filipina tembus 60,5 persen dan Thailand 52,8 persen dari GDP-nya.
"Indonesia yang paling konservatif dalam pengelolaan utang," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan