tirto.id - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha Maghfiruha Rachbini, menyebut pemerintah berpotensi menambah utang baru meski memiliki tanggungan utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun pada 2025. Hal ini diindikasi oleh beragam paket kebijakan baru yang akan didorong di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang berpotensi menambah beban ruang fiskal.
Selain itu, Presiden Terpilih, Prabowo Subianto, juga diproyeksi masih belum jelas terkait pembiayaan usulan program yang dijalankan akan melalui kantong APBN atau investasi. Hal ini juga ditambah warisan utang jatuh tempo dari pemerintahan Joko Widodo hingga defisit fiskal yang membayangi.
"Kalau memang defisitnya akan melebar, ujung-ujungnya akan berutang lagi, kalau utang akan melebar ke depan, ditambah pembayaran utang jatuh tempo, nah ke depan trennya [utang] akan terus meningkat," ujar Eisha dalam Diskusi Publik INDEF: Warisan Utang untuk Pemerintahan Mendatang, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Di sisi lain, profil utang pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat. Meski demikian, rasio utang saat ini masih berkisar 38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Eisha mewanti-wanti, jika pemerintah terus akan menambah utang baru, maka akan berimplikasi menjadi beban fiskal bagi generasi selanjutnya. Bahkan, Indonesia juga akan lebih sulit menjadi negara maju.
"Profil utang dari tahun ke tahun terus meningkat. Kalau dari rasio utang saat ini 38 persen. Perbincangan yang banyak, kenapa enggak sampai 60 persen saja, kenapa enggak dimaksimalkan? Ini sebenarnya berbahaya, karena kalau kita berutang sebenarnya ke depan harus dikembalikan," ungkap Eisha.
"Kalau tidak berarti memberi beban fiskal ke generasi ke depan, kedua, kapasitas untuk lebih maju lagi ruang geraknya akan sedikit, ini kira-kira menjadi isu utama," tambah Eisha.
Dari catatan yang diperoleh Tirto, Kementerian Keuangan, melaporkan total utang jatuh tempo Indonesia pada 2025-2029 mencapai Rp3.748,24 triliun. Jika dirinci, utang jatuh tempo pada 2025 tercatat sebesar Rp800,33 triliun dan Rp803,19 triliun pada 2026.
Kemudian, pada 2027 utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto senilai Rp802,61 triliun dan pada 2028 Rp719,81 triliun. Di akhir masa jabatannya, Prabowo-Gibran harus kembali membayar utang jatuh tempo yang diperkirakan sebesar Rp622,3 triliun.
“Hantu yang paling menyeramkan adalah kewajiban terkait dengan utang pemerintah, kewajiban penyelamatan BUMN dan sektor publik pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2025,” kata ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, kepada Tirto, Senin (1/7/2024).
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Intan Umbari Prihatin