Menuju konten utama

Cuitan Andi Arief Memanaskan Persaingan Dua Jenderal

Cuitan Andi Arief memanaskan relasi dua jenderal, Prabowo dan SBY. Namun pada akhirnya, SBY tetap memegang janji mendukung Prabowo pada Pilpres 2019.

Cuitan Andi Arief Memanaskan Persaingan Dua Jenderal
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta, Senin (30/7/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Cuitan politikus Partai Demokrat cum aktivis 1998, Andi Arif, bikin heboh publik dan partai-partai koalisi pendukung Prabowo. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus. Istilah “kardus” ini adalah ungkapan khas aktivis era 1990-an yang artinya tidak punya otak atau bodoh.

“Prabowo ternyata kardus, malam ini kami menolak kedatangannya ke Kuningan. Bahwa keinginan dia menjelaskan lewat surat sudah tak perlu lagi, Prabowo lebih menghargai uang ketimbang perjuangan. Jenderal kardus,” cuit akun @AndiArief_ pada 8 Agutus 2018 pukul 21.29.

Cuitan itu bermula dari kabar yang berembus bahwa Sandiaga Salahudin Uno sudah "membeli" PKS dan PAN seharga Rp500 miliar sebagai mahar cawapres Prabowo. Soal duit itu, Andi juga bereaksi keras. Ia bahkan membeberkan rencana Sandiaga Uno menggeser posisi Prabowo sebagai capres.

Tudingan itu jelas langsung dibantah PKS dan PAN. Keduanya juga kompak akan membawa tudingan Andi Arief itu ke jalur hukum. “Saya kira itu fitnah, biar di ranah hukum kita selesaikan ya,” kata Sekjen PKS Mustafa Kamal, Kamis (9/8/2018).

Cuitan itu pula yang membuat koalisi pendukung Prabowo tambah ribet. Berkali-kali Prabowo mondar-mandir ke rumah SBY di Kuningan, juga bertemu dengan petinggi PKS dan PAN yang masih ngotot mempertahankan hasil rekomendasi ijtima ulama.

Serangan Andi Arief tidak berhenti begitu saja. Ketika tenggat pendaftaran capres-cawapres semakin dekat dan suhu politik memanas, Andi Arief masih terus mencecar Prabowo. Ia pun mengingatkan Prabowo bahwa SBY berkomitmen tidak akan mengkhianati Ketua Umum Partai Gerindra itu.

“Suatu hari utusan Sandi Uno diutus bertemu saya untuk menggulingkan pencalonan Prabowo-AHY menjadi Sandi-AHY, Esoknya saya ditemukan dengan Sandi Uno. Saya sampaikan ke SBY, lalu SBY bilang *Saya tak akan pernah khianati Prabowo*,” cuit Andi pada 9 Agustus 2018 pukul 12.14.

Pada akhirnya, Demokrat, SBY, AHY, dan para pendukung mereka harus menelan kenyataan pahit. Dalam pengumuman capres dan cawapres koalisi Prabowo, nama Demokrat tidak disebut. Tak satu pun politisi Demokrat yang menghadiri deklarasi itu. Kondisi ini menjadi babak baru persaingan di antara dua jenderal: Prabowo dan SBY.

Persaingan Sejak Muda

Persaingan dua jenderal ini sebenarnya bukan barang baru. Sejak mereka masih sama-sama di Akmil dan TNI, persaingan keduanya sudah dimulai. SBY merupakan lulusan Akmil angkatan 1973, sedangkan Prabowo lulusan Akmil 1974. Meski dua orang ini masuk di tahun yang sama, Prabowo lulus lebih lama dibanding SBY. Di dalam TNI, sudah menjadi hal lumrah bahwa lulusan dengan tahun berdekatan akan bersaing merebut pos-pos jabatan strategis.

Persaingan mereka makin tajam mengingat keduanya juga sama-sama menjadi "anak emas". Prabowo, yang di kemudian hari menjadi menantu Presiden Soeharto, sudah tentu mendapat karpet merah di militer. Sedangkan SBY juga tak kalah istimewa setelah ia diambil mantu oleh Sarwo Edhie Wibowo, yang saat itu menjabat Gubernur Akmil.

Setelah sama-sama tidak berkarier di militer, keduanya sempat bersaing di Pilpres 2009. Saat itu SBY, yang merupakan incumbent, menggandeng Budiono sebagai cawapres. Sementara Prabowo digandeng Megawati sebagai cawapres. Prabowo kalah telak. Ia dan Megawati hanya mendapat 26,79 persen suara, sedangkan SBY mendapat 60,8 persen suara. Sisanya diambil Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto.

Delapan tahun kemudian, keduanya juga sempat bersaing di Pilkada DKI Jakarta. SBY menjagokan anaknya, AHY, sebagai cagub didampingi birokrat Sylviana Murni. Sementara Prabowo mendorong Anies Baswedan dan kadernya Sandiaga Uno sebagai cagub dan cawagub. Pada putaran pertama, AHY sudah tumbang. Jago Prabowo pun menang mengalahkan incumbent Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Akhirnya Berdamai Juga

Terlepas dari benar atau tidak, cuitan Andi Arief itu berdampak besar terhadap konstelasi koalisi di kubu Prabowo. Sejak awal, Susilo Bambang Yudhoyono sudah menunjukkan gelagat “berdamai” dengan memberikan dukungan kepada Prabowo sebagai capres pada 2019.

Dukungan itu tentu tidak lepas dari kesepakatan politik bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan dijadikan cawapres Prabowo. Namun faktanya, Prabowo justru memilih kadernya di Partai Gerindra, Sandiaga Uno. Ini yang membuat Andi Arief berang dan merisak Prabowo di jagat maya. Fakta tersebut juga membuat friksi SBY-Prabowo kian meruncing.

Ketika Jokowi sudah mendeklarasikan akan maju bersama Ma'ruf Amin, Andi Arief kembali mencuit di Twitter. Ia memuji ketokohan Ma'ruf Amin sekaligus terus mengejek Prabowo.

“Pak Ma’ruf Amin sahabat karib ayah saya, berasal dari Banten seperti juga ibu saya berasal. Orang yang jujur dan tidak bermental KARDUS dan setia dalam persahabatan. Saya pribadi akan mendukung, mudah2an partai Demokrat akan memutuskan hal sama. Indonesia butuh penyejuk,” cuit Andi Arief. Belakangan cuitan itu dihapus olehnya.

Cuitan itu seperti pertanda Demokrat berpeluang menyeberang ke Jokowi. Menanggapi itu, PKS sama sekali tidak keberatan jika Demokrat hengkang dari koalisi pendukung Prabowo.

“Dipersilakan, jadi setiap partai politik masih terbuka diberi kebebasan, bahkan sebenarnya sebelum betul-betul didaftarkan ke KPU, ya kita belum tahu juga apa yang akan terjadi,” tegas Mustafa Kamal.

Beberapa jam sebelum pendaftaran ke KPU, Demokrat memutuskan tetap pada Prabowo. Ini mengingatkan kalimat SBY yang pernah diucapkan di rumah Prabowo. “Prabowo adalah calon presiden kita!”

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Ivan Aulia Ahsan