tirto.id - Lembaga penelitian dan kajian Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai belum ada kesamaan pandangan di antara pemangku kepentingan terkait visi Indonesia menjadi poros maritim dunia. Pihaknya berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin implementasi visi Indonesia menjadi poros maritim dunia seperti dicetuskannya saat kampanye Pemilihan Presiden 2014.
"Jokowi adalah pencetus awal visi ini, makanya leadership (kepemimpinan) Pak Jokowi secara langsung sangat dibutuhkan untuk benar-benar menjadi negara maritim," kata Direktur Eksekutif CSIS Philips J. Vermonte dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Lembaga analisis politik, ekonomi, dan keamanan itu menilai Presiden Jokowi harus tampil sebagai panglima utama kepemimpinan kemaritiman Indonesia.
Kesimpulan CSIS tersebut berasal dari dari hasil penelitian yang menunjukkan di instansi, pemangku kepentingan, masyarakat sipil, dan aparat penegak hukum dan keamanan belum memiliki kesamaan pandangan soal kemaritiman.
Ketidaksamaan pandangan itu, lanjut Philips, bermula dari tumpang tindihnya peraturan yang dibuat pemerintah sebelumnya. Ditambah lagi tidak adanya referensi tunggal atas visi maritim yang ada sehingga menyulitkan harmonisasi kebijakan terdahulu dengan kebijakan baru beserta aturan tertulisnya.
"Kita sangat butuh ocean policy yang setahu saya sedang dirumuskan tapi tidak juga jadi. Ini sudah masuk tahun kedua kabinet Jokowi, jadi referensi itu dibutuhkan agar implementasi kebijakan negara maritim bisa diaplikasikan," katanya.
Karena itu, Philips menyarankan, pemerintah segera menyesuaikan peraturan perundangan dan institusional agar lembaga-lembaga yang relevan bisa mencapai kerja optimal.
Lebih lanjut, pihaknya meminta pemerintah merumuskan pembangunan infrastruktur, utamanya pelabuhan, agar terintegrasi dengan upaya meningkatkan konektivitas sebagaimana terdapat dalam pilar poros maritim.
Deregulasi sektor logistik dan pelayanan kelautan juga harus dibuka bagi para penyedia pelayanan yang berkualitas. Hal itu dilakukan guna memperbarui konektivitas yang selama ini lebih banyak dilakukan BUMN.
"Harmonisasi tata kelola maritim dengan otonomi daerah juga harus dilakukan karena kita negara kepulauan, jadi harus menggandeng daerah yang memang bersentuhan langsung dengan laut," katanya.
Kemudian, pihaknya juga meminta pemerintah agar memastikan pengembangan visi maritim tidak terpisahkan dari pembangunan sektor darat.
"Secara fundamental, kita juga harus menegaskan identitas sebagai negara maritim. Penandatanganan UNCLOS 1982 merupakan upaya penegakan kedaulatan dan hak ekonomi Indonesia terhadap wilayah lautnya yang diakui hukum internasional," tutupnya. (ANT)