Menuju konten utama

CORE: Kenaikan HPP Gabah Lebih Urgen ketimbang HET Beras

Menurut Eliza Mardian, untuk melindungi petani, HPP gabah kering panen lebih urgen dinaikkan ketimbang HET beras.

CORE: Kenaikan HPP Gabah Lebih Urgen ketimbang HET Beras
Seorang pekerja merapikan beras program Stabilisasi Harga dan Pasokan Pangan (SPHP) di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (19/2/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww.

tirto.id - Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menilai kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) lebih urgen ketimbang kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Sebab, HPP ini menyangkut kesejahteraan petani.

Saat ini, harga gabah di level petani sudah turun di kisaran Rp5.800 per kilogram (kg). Posisi ini lebih rendah dibandingkan pada 2023 yang bisa mencapai Rp6.000 - Rp7.000 per kg.

"Ini belum panen raya saja sudah turun, apalagi jika puncak panen raya pada April nanti. Justru malah lebih urgen menaikkan HPP dibandingkan menaikkan HET beras," kata Eliza kepada Tirto pada Kamis (21/3/2024).

Eliza menyebut HPP gabah kering panen di tingkat petani pada 2023 memang ditetapkan sebesar Rp5.000 per kg. Namun, biaya produksi petani sudah lebih dari HPP yang ditetapkan yakni berkisar Rp5.600 per kg.

Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada justifikasi yang jelas kenapa pemerintah berencana merevisi HET beras ketimbang HPP gabah kering panen. Padahal, harga pembelian gabah pemerintah saja masih belum di revisi dan bahkan besarannya dibawah biaya produksi petani.

"Sebelum merevisi HET, semestinya revisi dulu harga pembelian gabah petani," imbuh dia.

Lebih lanjut, Eliza juga mengingatkan pemerintah agar melindungi petani dalam negeri. Maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menaikan HPP gabah petani.

"Naikkan dulu HPP-nya sebelum menaikkan HET beras. Faktanya malah jual rugi ke BULOG. Ini kan yang semestinya diubah," ujar dia.

Jika harga HET beras yang dinaikkan, sementara HPP tidak dinaikkan, BULOG gagal menyerap beras dalam negeri. Pada akhirnya, dia khawatir pemerintah akan kembali menempuh jalur impor.

"Ini akan memperlebar jalan impor beras yang rentenya menggiurkan. Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya sendiri," pungkas Eliza.

Direktur Utama Perum BULOG, Bayu Krisnamurthi, sebelumnya pernah membuka peluang untuk menyesuaikan HET beras. Dia meminta masyarakat untuk menunggu keputusan pemerintah terkait hal tersebut.

Implikasinya akan ke sana [naik] kalau kita. Jadi, kita tunggu saja pemerintah perhitungannya selesai,” ujar Bayu dalam acara Bicara BUMN, Bicara Kondisi Stok dan Harga Beras Terkini, di Jakarta pada Senin (18/3/2024).

Saya kira itu tantangan yang berat bagi kita semua. Saya tidak gembira mengatakan ini. Itu bukan sesuatu kabar yang patut kita selebrasi, tapi faktanya demikian,” ucap dia.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 7/2023 yang berlaku sejak Maret 2023, HET beras untuk zona I (meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi) adalah Rp10.900/kg untuk kualitas medium dan Rp13.900/kg untuk premium.

Sementara itu, HET beras di zona II (meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan) dipatok Rp11.500/kg untuk medium dan Rp 14.400/kg untuk premium.

Kemudian, di zona III (meliputi Maluku dan Papua), HET beras medium sebesar Rp11.800/kg dan beras premium sebesar Rp14.800/kg.

Baca juga artikel terkait HARGA BERAS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Flash news
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi