tirto.id - Banjir merendam kawasan Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, sejak Selasa (28/1/2025) malam. Banjir terjadi setelah sebelumnya hujan dengan intensitas tinggi melanda kawasan tersebut sepanjang malam hingga Rabu (29/1/2025) pagi.
Berdasarkan pantauan reporter Tirto, banjir dengan ketinggian 15-30 sentimeter masih menggenangi wilayah tersebut hingga Kamis (30/1/2025) siang. Sebanyak 1.500 warga terpaksa harus mengungsi akibat musibah ini.
“Total pengungsi sekitar 1.500 Jiwa di beberapa titik banjir,” ujar Lurah Cengkareng Barat, Mustika Briliantoro, saat dihubungi Tirto pada Kamis (30/1/2025).
Mutia (53), menjadi salah satu warga korban banjir yang mengungsi di Masjid Rohmatul Muhajirin, sebuah masjid di wilayah RT 14 RW 010, Kelurahan Cengkareng Barat, yang dijadikan tempat pengungsian sementara. Rumahnya yang terletak di Jalan Pulau Harapan Indah, terendam banjir dengan ketinggian mencapai dada orang dewasa. Mutia menuturkan, hampir setiap tahunnya banjir memang kerap merendam wilayah tempat tinggalnya ini. Namun, ia mengaku, banjir kali ini menjadi yang terbesar dalam 12 tahun terakhir.
“Ini kayak [banjir] yang tahun 2013. Tapi lebih besar ini, Mas. 2013 pernah juga banjir gede kayak gini, cuma gak separah ini. Kalau ini lebih parah,” tutur Mutia kepada reporter Tirto, Kamis (30/1/2025).
Akibat banjir ini, Mutia menyebut barang-barang elektronik yang terdapat di rumahnya kini mengalami kerusakan. “Kayak [barang-barang] elektronik pada, ini udah pada terbalik-terbalik, Mas. Kayak mesin cuci, kulkas, pada terbalik. Habis kan kita gak ngira banjirnya sebesar ini,” ucapnya.
Sementara itu, Fauzi (58), seorang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Rohmatul Muhajirin, menyebut banjir yang terjadi kali ini tidak dapat diprediksi sebelumnya. Menurutnya, curah hujan yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab banjir besar tersebut terjadi.
“Ini baru [banjir] gede lagi. Setelah berapa lama, 12-15 tahun. Kalau yang ini, ini melebihi lagi dari target. Biasanya emang [banjirnya] standar. Ini memang tinggi ini, Pak. Karena hujannya memang curah hujan benar-benar gede waktu itu,” ucap Fauzi saat ditemui reporter Tirto, Kamis (30/1/2025).
Fauzi menyebut, proses penanganan para pengungsi korban banjir dilakukan secara swadaya oleh warga sekitar. Masjid Rohmatul Muhajirin disebutnya sudah sering dijadikan tempat pengungsian para korban banjir. Selain menyediakan tempat untuk mengungsi, pihak masjid juga menyediakan air minum bagi para pengungsi.
Menurut Fauzi, pihak DKM Masjid Rohmatul Muhajirin langsung berinisiatif untuk menyediakan tempat pengungsian, meskipun belum mendapatkan arahan dari dinas setempat.
“Nggak ada [arahan dari dinas tertentu]. Memang dia akan datang dan kita terbuka. Saya kan pengurus DKM juga. Memang terbuka kita. Kalau untuk darurat, keadaan darurat yang sosial, memang kita harus turun tangan. Turun tangan semua,” jelasnya.
Penyumbatan Selokan Memperparah Banjir
Fauzi menduga, salah satu penyebab parahnya banjir yang terjadi di wilayahnya ini adalah karena aliran selokan yang tersumbat. Selokan yang terdapat di lingkungannya saat ini sudah berukuran sangat kecil. Ia menambahkan, banyak warga sekitar yang tidak memerhatikan aliran selokan saat membangun rumah.
“Kalau dulu kita sebagai warga Betawi ya, tidak banjir [karena] warganya kan dikit, penyerapannya banyak. Sekarang kan gedungnya banyak, rumahnya banyak, gotnya segitu-gitu aja. Kita nggak pernah berpikir. Kita cuma berpikir punya kontrakan, punya rumah. Tidak pernah berpikir punya got,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh Sayuti (50), seorang ketua RT di wilayah setempat. Menurutnya, selokan di lingkungannya saat ini sudah tercemari sampah dan lumpur. Dengan selokan sedalam dua meter, aliran air kini hanya tersisa sekitar 10 sentimeter. Ia mengaku sudah berulang kali meminta Dinas Sumber Daya Air (SDA) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk melakukan pengerukan selokan di lingkungannya ini.
“Sekarang saluran air ada yang lebarnya dua meter atau tiga meter. Kedalaman dua meter, cuma sekarang sisa air segini nih, ada sekitar 10 sentimeter. Sisanya lumpur. Kita juga pengurus RW sudah ngajuin ke Tata Air [Dinas SDA],” kata Sayuti kepada Tirto, Kamis (30/1/2025).
Sayuti menyampaikan, kegiatan pengerukan selokan terakhir dilakukan pada tahun 2018. Setelahnya, selokan di lingkungannya ini belum pernah dikeruk lagi. Ia berharap, ke depannya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKJ dapat segera memperbaiki aliran selokan di lingkungannya ini. Selain itu, ja juga berharap pihak pemprov dapat menangani permasalahan banjir ini dengan lebih cepat tanggap.
“Sebenarnya kalau ada peristiwa kayak gini tuh, pemerintah 1-2 hari itu [seharusnya] lebih tanggap. Kalau memang ada anggaran di masing-masing kelurahan atau kecamatan atau wali kota, ya dikeluarin aja. Kalau memang ada anggaran darurat, darurat bencana, kan ada kan masing-masing provinsi, tingkat wali kota, kecamatan, kelurahan gitu kan. Saling koordinasi. Jadi di bawah itu nggak lama gitu kan,” tuturnya.
Pengamat perkotaan dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Azis Muslim, menyebut permasalahan selokan yang tersumbat ini menjadi faktor tambahan terjadinya banjir besar di Jakarta. Menurut Azis, penyebab tersumbatnya selokan ini tidak terlepas dari faktor kultural masyarakat sekitar.
“Saluran air itu tersumbat. Tersumbatnya oleh apa? Oleh sampah. Dari mana sumber sampah? Ya itu tadi dari lingkungan, dari manusia yang ada di situ. Nah ini kan menjadi salah satu hal yang juga mesti dicermati secara bersama-sama,” ujar Azis saat dihubungi Tirto, Kamis (30/1/2025).
Azis berpendapat, selain melakukan normalisasi sungai, Pemprov DKJ seharusnya turut melakukan proyek normalisasi terhadap selokan-selokan yang mengalami penyumbatan ini. Sebab di beberapa titik di Jakarta yang mengalami banjir, ditemukan selokan-selokan yang mengalami penyumbatan.
“Bagaimana melakukan kalau selama ini kan kita lakukan normalisasi dan naturalisasi sungai, ini kita juga mesti lakukan normalisasi dari saluran air. Ini kita lihat juga ya di beberapa titik-titik genangan itu karena memang kondisi saluran airnya itu memang tidak berfungsi,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air (SDA) Daerah Khusus Jakarta, Hendri, membantah banjir di wilayah Cengkareng Barat terjadi karena penyumbatan selokan. Menurutnya, banjir terjadi akibat peningkatan debit air di Kali Semongol yang melintasi kelurahan tersebut.
“Mengenai selokan yang berukuran kecil dan dipenuhi lumpur yang menjadi penyebab banjir adalah tidak benar. Perlu diketahui, wilayah Kelurahan Cengkareng Barat ini dilalui oleh Kali Semongol, yang mana pada saat ini debit air di kali tersebut masih cukup tinggi sehingga belum bisa menampung genangan air,” kata Hendri kepada Tirto, Kamis (30/1/2025).
Ia menambahkan, saat ini Dinas SDA DKJ sudah melakukan penanganan banjir dengan melakukan pembersihan saluran drainase. Selain itu, Dinas SDA DKJ juga menyediakan satu pompa stasioner dan satu pompa mobile di wilayah tersebut untuk membuat genangan banjir cepat surut.
“Kegiatan pemompaan dilakukan di titik-titik genangan, seperti yang dilakukan di Kelurahan Cengkareng Barat yang mengoperasikan Pompa KFT (pompa stasioner) dan satu unit pompa mobile. Kemudian saat ini akan ditambah lagi satu unit pompa mobile agar genangan dapat segera tertangani di wilayah tersebut,” tukas Hendri.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Anggun P Situmorang