tirto.id - Sejumlah negara di Asia dan Eropa terancam mengalami resesi ekonomi. Dalam survei terbaru Bloomberg, Sri Lanka menjadi salah satu negara bakal masuk jurang resesi dengan persentase terbesar 85 persen tahun ini.
Indonesia pun masuk dalam negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi. Dari daftar 15 negara Asia, tanah air berada di peringkat 14 dengan persentase 3 persen.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menyarankan, di tengah ancaman resesi sebaiknya para investor perlu mengurangi portofolio di instrumen saham dan perlu memperbanyak posisi cash. Dalam situasi ini, para investor juga perlu cermat dalam memilih saham tahan banting.
"Saham yang tahan banting, saham sector defensive menarik untuk dilirik para investor di saat resesi seperti UNVR, ICBP," katanya kepada wartawan, Kamis (21/7/202).
Sebaliknya dia menyarankan agar investor menghindari saham-saham sektor teknologi apabila terjadi resesi. Karena jika terjadi kenaikan suku berimbas pada naiknya beban bunga emiten-emiten teknologi.
Sebelumnya, Analis Pasar IG Yeap Jun Rong menuturkan dalam masa ketidakpastian saat ini, sejumlah investor lebih memilih menarik uang mereka untuk memastikan memiliki dana yang cukup sebagai penyangga terhadap pengeluaran mendadak atau kehilangan pendapatan.
Namun, Rong menyarankan para investor agar tetap berinvestasi dalam kelas aset yang berkualitas. Hal itu penting guna menghindari tergerusnya daya beli oleh inflasi dan mengatasi tantangan kenaikan harga.
Lantas instrumen apa saja yang cocok untuk investasi di tengah kondisi ekonomi saat ini?
Mengutip Digibank, investasi saham bisa jadi akan tetap menarik meski keadaan resesi selama bisa memilih saham yang tepat. Beberapa sektor memang terkena dampak cukup signifikan sejak COVID-19 merebak. Namun, beberapa jenis saham malah hingga ratusan persen meski pandemi.
Kedua yaitu emas. Komoditas ini menjadi pilihan investasi yang menarik. Karena trendnya yang terus meroket. Kebijakan bank sentral sejumlah negara untuk mencetak uang lebih banyak membuat nilai emas di tengah pandemi mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Selain itu, emas juga diburu investor yang khawatir akan volatilitas Rupiah yang terus terjadi selama pandemi. Emas juga dipilih sebagai upaya berjaga-jaga atas sentimen pasar maupun agenda politik pilkada yang akan berlangsung dalam waktu dekat.
Ketiga, Valuta asing (valas). Berinvestasi lewat instrumen ini bisa saja dipilih lantaran menjanjikan capital gain cukup besar. Apalagi jika memilih berinvestasi pada mata uang kuat yang tidak terlalu terpengaruh dengan resesi seperti dolar amerika (USD) atau Euro.
Terdapat juga instrumen Dolar Singapura, mata uang ini dianggap sebagai salah satu uang terkuat di kawasan Asia. Nilai dolar Singapura masih lebih murah dibanding dolar amerika sehingga investor bisa memaksimalkan nilai investasi dalam jangka panjang.
Terakhir Obligasi. Instrumen ini kini makin jadi pilihan. Obligasi negara merupakan investasi yang banyak diminati karena relatif aman dibanding instrumen keuangan lain. Terutama untuk jenis obligasi pemerintah (government bonds) dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).
Berinvestasi lewat obligasi pemerintah cenderung aman karena Undang-Undang menjamin pengembalian 100 persen dana kepada para investor. Selain itu para investor juga berpotensi mendapatkan pendapatan melalui kupon yang akan dibagikan secara berkala. Karena itu, obligasi adalah pilihan yang kini banyak diminati.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin