Menuju konten utama

Carut Marut Kelangkaan Gas 3 Kg & Hambatan Subsidi Tepat Sasaran

Masyarakat di beberapa tempat pontang-panting mencari keberadaan gas bersubsidi 3 kg. Apa sebenernya yang terjadi?

Carut Marut Kelangkaan Gas 3 Kg & Hambatan Subsidi Tepat Sasaran
Sejumlah warga mengantre untuk mendapatkan gas elpiji tiga kilogram di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Senin (3/2/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/foc.

tirto.id - Kelangkaan gas 3 kilogram (kg) membuat kegaduhan. Masyarakat di beberapa tempat pontang-panting mencari keberadaan gas bersubsidi tersebut. Kalaupun ada di pengecer seperti kios dan warung harganya melambung tinggi. Kondisi ini sudah terjadi sejak akhir pekan lalu.

Di pangkalan LPG 3 kg Kevin Alesandro yang terletak di Jalan Palmerah I, RT 013, RW 03, Jakarta Barat, sejak sekitar pukul 08.00 WIB telah ramai didatangi warga. Meski tak ada antrian, namun toko terus saja didatangi pembeli dengan kebanyakan sambil menenteng dua tabung gas melon.

Khusnul Khotimah (52), ialah salah satu warga yang mencoba peruntungannya untuk mendapat gas melon di Toko Kevin Alesandro. Dia bilang, karena kekosongan pasokan toko tersebut sempat tutup tiga hari lalu. Karena itu, dia harus memutari komplek perkampungan demi mendapat tabung gas 3 kg baru berwarna hijau itu.

“Saya muter-muter ke warung-warung, tapi nggak ada. Nggak dapat. Nggak dapat satupun. (Nggak) beli di warung Madura. Saya biasanya emang langganan di sini. Tapi kebetulan kemarin di sini nggak ada, saya ngider (muter) aja, ada 10 warung, nggak dapet,” kata ibu rumah tangga itu, kepada awak media, Selasa (4/2/2025).

Karena tak berhasil mendapatkan gas melon sama sekali, membuat Khusnul tak bisa memasak untuk keluarganya. Alhasil, dia harus membeli lauk-pauk di warteg dekat rumahnya. Ia mengaku, sebenarnya tak merasa keberatan dengan kebijakan baru pemerintah yang ingin mengubah skema distribusi gas melon hanya melalui agen resmi Pertamina. Hanya saja, sebaiknya kebijakan baru yang bakal diterapkan adalah yang terbaik bagi masyarakat.

“(Kalau lama-lama habis persediaan gas 3 kg), ya gelisah. Gelisah juga, nggak bisa masak. Biasanya si nggak begitu ngantri, ini ajak arena ada kebijakan ini. Kemarin sebelum tutup, sempat harga di sini (warung) Rp20 ribu. Kalau di sini (Toko Kevin Alesandro) Rp18 ribu,” imbuh dia.

Berbeda dengan Khusnul, Gunawan, pemilik usaha laundry di kawasan Palmerah, itu menilai kebijakan pelarangan penjualan gas melon oleh pengecer sangat memberatkan. Bagaimana tidak, dengan adanya kelangkaan ini, dia kini setidaknya harus bergerilya dari satu agen ke agen lainnya atau dari satu warung ke warung lainnya. Pasalnya, dalam sehari usahanya membutuhkan sekitar 5-10 gas melon.

“(Karena langka) mungkin harus lebih diiritin, ya. Yang penting biar customer merasakan.. Oh berarti udah kering dryer-nya ya, kan. Yang penting pakaiannya nggak basah. Kalau lagi susah, ya (nggak bisa gosok baju). Tapi kita emang berusaha buat nyari. Karena kita kan laundry buka setiap hari. 1 KTP 1 (tabung gas). Jadi, kalau di agen sini kita nggak dapet, kita harus nyari lagi,” kata dia, saat ditemui di depan Toko Kevin Alesandro, Selasa (4/2/2025).

Operasi pasar elpiji 3 Kg

Warga antre untuk membeli gas elpiji 3 kg saat pelaksanaan operasi pasar di kawasan Legian, Badung, Bali, Senin (3/6/2024). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/Spt.

Berkaca dari kelangkaan ini, Gunawan pun berharap, agar ke depannya pemerintah tak lagi membuat kebijakan yang dapat memberatkan masyarakat. Apalagi, pada dasarnya gas LPG diperuntukkan bagi seluruh masyarakat.

“Sulit. Harapannya, ke depan mungkin jangan seperti ini lah, apalagi kalau diperuntukkan untuk masyarakat, ya. Harusnya kan selalu ada, ya … (Kerjaan) kehambat, tapi ada yang back up lah sementara saya nyari gas. Biasanya (mencari) di warung Madura. Itu kalau belum naik lagi ya Rp20 (ribu). Tapi, sekarang kan udah variasi, udah Rp23 (ribu), Rp25 (ribu),” ujar dia.

Kelangkaan gas melon, tak cuma menimbulkan antrean di banyak agen resmi Pertamina. Parahnya, antrian gas LPG 3 kg ini juga menimbulkan kabar duka dari Pamulang, Tangerang Selatan. Dikabarkan Ketua RT 001, Pamulang Barat, Saeful, Yonih (62) meninggal karena kelelahan usai mengantri untuk mendapatkan gas LPG 3 kg.

“Almarhumah antre gas di salah satu toko penjual gas 3 kg yang tidak jauh dari lokasi rumahnya. Perkiraan 500 meter dari rumahnya, kecapekan sepertinya,” ucap dia, seperti dikutip Antara, Selasa (4/2/2025).

Dikatakan Saeful, Yonih berangkat mengantre sekitar pukul 10.00 WIB dengan menenteng dua tabung gas melon. Namun, saat hendak pulang ke rumah, ia beristirahat sejenak di depan toko laundry dengan muka pucat. Nahas, saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis, perempuan yang sehari-hari membuka warung makan itu menghembuskan nafas terakhirnya.

“Almarhumah memiliki riwayat penyakit darah tinggi. Sudah dimakamkan,” ungkap Saeful.

Kelangkaan gas melon ini bukan fenomena baru, sebelumnya, kelangkaan LPG 3 kg juga terjadi di banyak daerah pada 2016 silam. Menurut laporanTirto, pada saat itu kelangkaan terjadi karena adanya disparitas harga dan buruknya sistem distribusi gas melon.

Penyebab Timbul Kelangkaan

Kelangkaan terjadi karena per 1 Februari 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan pembelian gas melon hanya dapat dilakukan di agen-agen resmi Pertamina. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan, kebijakan ini diambilnya karena selama ini subsidi LPG 3 kg banyak dinikmati masyarakat dengan kemampuan ekonomi cukup baik, bahkan beberapa dioplos untuk dijual kepada industri.

“Masa barang subsidi dijual ke industri. Itulah lahirlah aturan ini. Untuk pengecer, sementara kita waktu kemarin aturannya kita batasi belinya di pangkalan supaya tepat sasaran,” ujar Bahlil, saat ditemui di bilangan Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).

Kemudian, kebijakan ini juga diambil setelah banyak oknum yang memainkan harga gas melon. Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, harga gas LPG 3 kg sejatinya adalah sekitar Rp36 ribu per tabung. Namun, negara memberikan subsidi sehingga harga gas melon di masyarakat seharusnya tak lebih dari Rp15 ribu.

Namun, kenyataannya banyak oknum pengecer yang menjual gas melon dengan harga Rp25 ribu. Permainan harga oleh para oknum ini lah yang tidak bisa diawasi oleh Pertamina yang juga berperan sebagai penyalur utama subsidi gas LPG 3 kg.

“Kalau dari pangkalan ke pengecer, pengecer ini yang nggak bisa Pertamina kontrol berapa harganya dan siapa yang beli,” sambung Bahlil.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai harga jual gas melon oleh agen yang rata-rata sebesar Rp18 ribu dan Rp21 ribu-Rp22 ribu di pengecer dirasa masih wajar. Pasalnya, harga keekonomian gas melon yang dicatat Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp42.750 per tabung.

Barang dengan subsidi yang dijual di bawah harga keekonomian sudah pasti akan ada excess demand atau kelebihan permintaan. Karenanya, agar tak terjadi kelangkaan, sudah seharusnya pemerintah mengatur agar distribusi barang bersubsidi tepat sasaran. Jika tidak, pemerintah harus memperbanyak stok barang, dengan konsekuensi adanya pembengkakan anggaran.

“Cara pertama sulit dilakukan, karena data kemiskinan yang tidak sinkron dan belum tentu tepat sasaran. Ada efek perdagangan status miskin dan gas LPG 3 kg ilegal. Maka cara kedua seharusnya ditempuh dengan memasok lebih banyak,” kata Huda, kepada Tirto, Selasa (4/2/2025).

Pangkalan Gas LPG 3 Kg

Pangkalan Gas LPG 3 Kg Resmi PT Pertamina. Foto/PT Pertamina Patra Niaga.

Namun, dengan keterbatasan anggaran karena banyaknya program populis dalam Kabinet Merah Putih, membuat pemerintah tak bisa mengalokasikan anggaran lebih untuk menambah subsidi gas melon. Meski pada 2025, anggaran subsidi gas LPG 3 kg disepakati naik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.

Sebagai informasi, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, subsidi gas melon disepakati sebesar Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu 2024 yang senilai Rp85,6 triliun. Dari anggaran tersebut, volume subsidi gas melon yang harus disalurkan pemerintah adalah sebesar 8,17 juta ton, dengan subsidi yang disepakati adalah senilai Rp30 ribu per tabung. Dus, harga dasar LPG 3 kg menjadi Rp12.750 per tabung Ditambah dengan ongkos transportasi yang per daerah dapat berbeda-beda.

“Pemerintah dengan sumber daya yang tersedia harusnya bisa memberikan jaminan pasokan barang yang memenuhi permintaan. Sayangnya, saya tidak melihat tambahan pasokan jika melihat (di) lapangan,” imbuh dia.

Soal stok, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, memastikan stok LPG 3 kg aman. Sehingga, masyarakat tak perlu panik dalam menghadapi kebijakan baru ini. Dia juga memastikan, tidak ada pengurangan kuota subsidi gas melon.

“Kami imbau juga masyarakat tidak perlu panik. Jadi, cukup beli seperlunya,” kata dia, di Jakarta Barat, Selasa (4/2/2025).

Dengan pernyataan tersebut, Huda lantas menilai, kelangkaan terjadi karena adanya spekulan yang bisa saja ada di semua tingkatan, mulai dari pengecer, pangkalan, hingga agen yang mempermainkan stok dan harga gas melon. Meski begitu, kewajiban membeli gas hanya di agen resmi Pertamina membuat biaya transportasi yang harus ditanggung masyarakat bertambah, bahkan lebih besar Rp3.000-Rp4.000 dari saat membeli gas melon di pengecer.

Di sisi lain, dengan adanya jarak yang jauh pada jalur distribusi penyaluran gas melon, sebetulnya keberadaan pengecer cukup membantu pemerintah untuk mendistribusikan subsidi gas LPG 3 kg kepada masyarakat paling bawah. Alih-alih menutup partisipasi pengecer dalam penyaluran gas melon, pemerintah seharusnya mengevaluasi kinerja Kementerian ESDM, khususnya Menteri ESDM sebagai regulator yang tidak bisa mendistribusikan kebutuhan vital ini kepada masyarakat dengan tepat sasaran.

“Kelangkaan gas LPG 3 kg merupakan kegagalan pemerintah untuk menyediakan barang sesuai permintaan dan distribusi barang. Pemerintah jangan sampai telat bertindak, terlebih menjelang Ramadan dan Lebaran, permintaan akan meningkat. Jika masih terjadi kelangkaan, masyarakat yang akan dirugikan,” tegas Huda.

Kebijakan yang Membingungkan

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai, dengan adanya kelangkaan LPG 3 kg yang menyebabkan antrian panjang di berbagai wilayah ini dengan jelas memperlihatkan pemerintah kebingungan menangani masalah yang terjadi.

Dalam hal ini, pemerintah seharusnya berkewajiban untuk menyediakan sumber energi bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Namun, pada saat yang sama, pemerintah tak punya cukup dana untuk menambah subsidi LPG 3 kg seiring dengan banyaknya program populis yang membutuhkan anggaran jumbo.

Memang, dalam distribusi subsidi gas melon masih banyak terjadi penyimpangan, salah satunya ditunjukkan dengan keberadaan spekulan. Namun, untuk mengatasi masalah ini Kementerian ESDM tak lantas bisa semena-mena menghapus keberadaan pengecer untuk memperdagangkan gas melon yang sejatinya masih berada di bawah harga keekonomian.

“Walaupun harga lebih mahal saya kira masih batas wajar, selain itu pedagang eceran juga merupakan UMKM artinya sebenarnya menggerakkan ekonomi mereka. Bahwa terjadi penyimpangan, mestinya pemerintah fokus pada pengawasan dan menindak pelaku penyimpangan tersebut,” kata Bisman, kepada Tirto, Selasa (4/2/2025).

Sebagai solusi, selain membenahi jalur distribusi, seharusnya pemerintah dapat melakukan hilirisasi pada produk LPG dalam negeri. Hal ini utamanya dapat dilakukan melalui pembangunan kilang LPG dengan kapasitas besar.

“Ini akan jauh menekan impor. Sebagian besar gas di hulu diekspor, bahkan sebagian dengan harga relatif murah,” ungkap dia.

Menteri ESDM pantau ketersedian gas elpiji 3 kilogram

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (tengah) membantu melayani warga yang mengantre membeli gas elpiji 3 kilogram saat melakukan pemantauan di Karawaci, Tangerang, Banten, Selasa (4/1/2025).ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/YU

Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, pernah mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki cadangan gas berlimpah. Namun, dengan masih terbatasnya infrastruktur gas ditambah dengan nihilnya bahan baku LPG, yakni Propane (C3) dan Butane (C4), Indonesia harus memenuhi kebutuhan LPG melalui importasi. Dengan rata-rata impor LPG per tahun sekitar 6-7 juta ton, saat produksi gas dalam negeri hanya sekitar 1 juta ton.

“Kita punya banyak sumber gas, maka perlu memaksimalkan potensi dalam negeri. Harus hilirisasi gas LPG, dengan pembenahan dari hulu. Selain itu perlu intensif mengatasi penyimpangan dengan melakukan pengawasan ini bisa menekan kebocoran sehingga pembiayaan lebih terkendali,” tambah Bisman.

Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkap bahwa larangan penjualan gas melon oleh pengecer bukan datang dari Prabowo Subianto. Namun, dengan melihat kegaduhan yang terjadi, presiden lantas menginstruksikan Bahlil untuk mengizinkan kembali pengecer untuk dapat memperdagangkan LPG 3 kg.

“Sambil kemudian pengecer-pengecer itu akan dijadikan sub daripada pangkalan, sub daripada pangkalan sehingga dengan aturan-aturan yang ada nanti akan menertibkan harga supaya tidak mahal di masyarakat," kata dia, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Baca juga artikel terkait KELANGKAAN ELPIJI atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang