Menuju konten utama

Taktik Orang Padang Melawan Gurita Minimarket Duo Konglomerat RI

Sejak 2016, Pemkot Padang mengambil sikap menghadang masuknya peritel minimarket modern untuk menyelamatkan pengecer tradisional.

Taktik Orang Padang Melawan Gurita Minimarket Duo Konglomerat RI
Header Minang Mart. tirto.id/Fuad

tirto.id - Industri ritel waralaba mengalami perkembangan pesat di Indonesia sejak dua dekade terakhir. Sejumlah nama bermunculan dan sukses menguasai pasar, Indomaret dan Alfamart contohnya. Saat ini, mereka berhasil merajai segmen minimarket di dalam negeri.

Laporan staf United States Department of Agriculture (USDA) tanggal 3 April 2023 memasukkan nama Indomaret dan Alfamart ke dalam daftar Top 10 Retailers di Indonesia bersama Hypermart, Superindo, Transmart atau Carrefour, Circle K, Lotte Mart, dll.

Meski lokasi gerai sering berdekatan, Indomaret dan Alfamart lahir dari induk berbeda. Indomaret didirikan pada 1988 dengan nama Indomart oleh PT Indomarco Prismatama, anak perusahaan Salim Group yang merupakan gurita bisnis keluarga Anthony Salim.

Dengan harta USD7,5 miliar atau setara Rp115 triliun (kurs Rp15.300 per USD), Forbes menobatkan Anthony sebagai orang terkaya ke-5 di republik ini pada 2022. Pundi-pundi uang si bos Indofood bahkan sempat mencapai USD8,5 miliar pada 2021.

Indomaret sudah memiliki puluhan ribu gerai di Indonesia. Per Agustus 2023, jumlahnya tercatat 22.077 unit. Bisnis semakin kokoh dengan kehadiran Indogrosir, merek dagang anak perusahaan yang bernama PT Inti Cakrawala Citra.

Tak lama Indomaret muncul, pengusaha Djoko Susanto membangun bisnis yang bergerak di bidang perdagangan dan distribusi. Usahanya berawal dari Toko Gudang Rabat yang berfungsi mendistribusikan rokok milik Sampoerna. Kemudian berekspansi, memisahkan diri dan sejak 2002 berganti nama jadi Alfamart.

Alfamart bernaung di bawah PT Sumber Alfaria Trijaya, Tbk. Perusahaan ini membuka penawaran umum perdana di Bursa Efek Indonesia pada 2009. Mereka terus mengembangkan sayap hingga merambah pasar Filipina melalui Alfamart Trading Philippines Inc.

Selain mengakuisisi PT Global Loyalty Indonesia, Alfamart juga meningkatkan penyertaan modal di Alfamidi, unit bisnis PT Midi Utama Indonesia, Tbk. Pada 2021, jumlah gerai mereka mencapai 16.492 unit.

Seperti keluarga Salim, Djoko pencetus Alfamart dan Alfamidi, juga dikenal sebagai konglomerat di republik ini. Pada 2023, majalah Forbes menempatkannya di urutan ke-665 daftar orang terkaya di dunia dan ke-10 di Indonesia. Harta Djoko diperkirakan mencapai USD4,3 miliar atau setara Rp66 triliun.

Bak Pisau Bermata Dua

Gurita peritel modern ini memang membawa keuntungan bagi konsumen karena mempermudah akses untuk membeli kebutuhan harian. Selain itu, mereka juga membangun iklim bersaing yang inovatif dan kompetitif.

Di sisi lain, kehadiran raksasa ritel waralaba ditakutkan bakal membunuh toko-toko kecil secara perlahan. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Beberapa hasil penelitian membuktikan kemunculan toko serba ada seperti Indomaret dan Alfamart melemahkan pedagang dan pengecer tradisional di daerah lain.

Dualitas dampak ritel waralaba modern ini tertuang dalam hasil studi Ria Futra yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha dan Laba Pedagang Eceran Tradisional Sebelum dan Sesudah Berdirinya Alfamart dan Indomaret di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir (2021).

Ternyata, pendapatan pedagang mengalami peningkatan setelah Indomaret dan Alfamart beroperasi di kecamatan itu. Akan tetapi, laba atau keuntungan mereka justru menurun. Dampak buruk juga dialami warung-warung kecil di Kelurahan Simpang Baru, Kota Pekanbaru.

Meskipun demikian, mayoritas studi menunjukkan korelasi negatif dari merebaknya keberadaan Indomaret dan Alfamart.

Hasil analisa data yang diperoleh Dila Fadilla dalam penelitian berjudul Pengaruh Keberadaan Alfamart dan Indomaret Terhadap Eksistensi Warung Kecil di Kota Palopo (2023) membuktikan keberadaan Alfamart dan Indomaret menimbulkan kerugian bagi pedagang kecil di kota itu.

Nasib serupa juga dialami pedagang kelas teri di Kelurahan Padang Bulan, Kota Medan, Sumatera Utara. Penelitian Maiusna Sirait berjudul Dampak Jejaring Indomaret terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Eceran (2016) mengemukakan buktinya.

Sistem jaringan Indomaret dapat mempermudah dan meningkatkan keuntungan bagi mereka. Namun di sisi lain menimbulkan keresahan bagi banyak pengecer di tempat itu. Cakupan Indomaret yang semakin meluas berpotensi membangkrutkan usaha.

Satu Kota Memilih Melawan

Dengan kekuatan modal sebanyak itu, Djoko maupun Salim diyakini bisa membuka usaha di mana saja. Namun faktanya mereka tak berkutik di tangan orang Padang. Sampai saat ini, gurita bisnis Alfamart dan Indomaret tak sanggup menapak di Bumi Minangkabau.

Menurut Yasmin N dalam Tinjauan Yuridis Terhadap Pendirian Perusahaan Retail Berjejaring Terhadap Waralaba Indomaret dan Alfamart di Kota Padang (2023), langkah mereka terhalang Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat.

Tanpa Indomaret dan Alfamart, pelaku Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Padang bergeliat. Menurut data dinas setempat, pelaku UMKM tercatat 11.787 orang pada 2021. Pada 2022, jumlahnya menjadi 41.787 orang. Mayoritas bergerak di bidang ritel dan kuliner.

Seperti kota pada umumnya, perekonomian Padang juga digerakkan oleh sektor perdagangan. Dilihat dari sarananya, tren positif terjadi kurun enam tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warung di kota itu bertambah sekitar 200 unit. Yakni dari 1.108 unit pada 2016 jadi 1.308 unit pada 2022.

Pertumbuhan juga dialami jumlah perusahaan perdagangan. Pada 2016, totalnya tercatat 46.715 unit, yaitu terdiri atas usaha mikro sebanyak 1.319 unit, usaha kecil 30.121 unit, usaha menengah 12.873 unit dan usaha besar 2.042 unit. Enam tahun kemudian, angkanya bertambah signifikan.

Pada 2022, totalnya bertambah menjadi 50.991 unit. Terdiri atas usaha mikro sebanyak 1.218 unit, usaha kecil 33.135 unit, usaha menengah 13.491 unit dan usaha besar sebanyak 2.447 unit. Perdagangan juga bagian penting dalam sektor perekonomian Sumatera Barat.

Laporan Bank Indonesia memperlihatkan bahwa lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor berkontribusi Rp7,89 triliun untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat pada Semester II/2023.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Wilayah Sumatera Barat, sekitar 67,28% PDRB Triwulan I/2023 di provinsi tersebut berasal dari sektor pertanian, perdagangan, transportasi dan pergudangan, serta sektor konstruksi dan industri pengolahan.

Berdasarkan hasil penelitian Khairi Awalul berjudul Analisis Industri Retail di Kota Padang Tanpa Keberadaan Dua Waralaba Retail Indomaret dan Alfamart (2022), absennya Indomaret dan Alfamart membuat ritel lokal di kota tersebut tumbuh subur.

Di Padang, pengusaha ritel bisa hidup dengan menggunakan merek minimarket atau supermarket sendiri. Jumlah yang menjamur menciptakan iklim persaingan bisnis di antara ritel lokal. Kondisi ini berpotensi akan menguntungkan konsumen dari segi harga.

Tanpa Indomaret dan Alfamart, usaha ritel lokal berani lebih leluasa mengembangkan usaha mereka tanpa khawatir. Namun di sisi lain, ketiadaan dua waralaba besar tersebut membuat persaingan tidak begitu cair sehingga tidak banyak inovasi. Dalam hal ini, konsumen dirugikan.

Infografik Minang Mart

Infografik Minang Mart. tirto.id/Fuad

Guna memanfaat kekosongan di pasar ritel franchise, tiga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumatera Barat berinisiatif meluncurkan Minang Mart pada 2016.

Konsep Minang Mart menjanjikan tidak ada campur tangan swasta, pengembangan waralaba dengan revitalisasi toko yang sudah ada, memberdayakan produk UMKM lokal, dan terdapat jarak yang signifikan dengan toko masyarakat.

Namun, dalam penelitian Efektivitas Retail Minang Mart Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Alternatif Franchise di Kota Padang (2020) disebutkan Minang Mart dalam aplikasinya menuai protes.

Musababnya, minimarket ini beroperasi di bawah perusahaan swasta PT Retail Modern Minang. Pengelola juga membuka bangunan baru, bukan revitalisasi, dengan lokasi yang berdekatan dengan toko masyarakat.

Selain itu, peneliti menyampaikan bahwa secara umum Minang Mart belum beroperasi dengan efektif karena tidak menggunakan konsep murni franchise, harga olahan lokal yang kurang terjangkau, dan pertumbuhan toko yang minim.

Lebih lanjut, menurut Rendi Febria Putra dalam penelitian The Effectiveness of Minang Mart Partnership Pattern in Empowering Local Micro, Small, and Medium Enterprises in West Sumatra (2022), kebijakan membentuk Minang Mart sebenarnya sudah tepat, namun belum memenuhi aspek implementasi dan tepat sasaran.

Argumentasi yang disampaikan serupa, yakni pengelolaan yang dilakukan oleh pihak swasta, belum terwujudnya kerjasama atau kolaborasi dengan UMKM lokal, dan tidak adanya kebijakan zonasi yang mengatur pembangunan unit Minang Mart.

Selain Minang Mart, ada pula Nagari Mart. Minimarket waralaba ini merupakan entitas bisnis PT Nagari Minang Sakato. Beberapa tahun lalu, mereka sempat didemo Aliansi Pedagang Ritel Grosir dan Pasar se-Sumatera Barat lantaran dituding berafiliasi dengan Alfamart. Namun perusahaan membantahnya.

Dari paparan terkait Minang Mart dan Nagari Mart kita liat usaha Pemkot Padang untuk menghidupkan iklim persaingan dan inovasi melalui modern minimarket versi lokal jauh dari kata optimal dan belum berhasil mencapai tujuannya, yakni memberdayakan UMKM lokal.

Pemerintah setempat sudah semestinya mengevaluasi stakeholders yang mengelola dan menetapkan kebijakan yang berpihak pada UMKM lokal untuk menghindari dominasi persaingan oleh peritel besar.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI RITEL atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas