tirto.id - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) optimistis bisa tumbuh pada 2023 meski dunia tengah menghadapi ancaman krisis global. Optimisme itu berdasarkan indikator kinerja ekonomi Indonesia yang masih tumbuh 5,44 persen pada triwulan II 2022 dan inflasi Oktober 2022 sebesar 5,71 persen, yang turun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,95 persen.
"Artinya, dengan kondisi yang sudah berfluktuasi di global, Indonesia bisa menurunkan inflasi. Ketika kita melihat laporan inflasi kemarin bisa turun jadi 5,71 persen, ada optimisme dari sektor hilir, yakni ritel, melihat ke tahun depan," kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey dikutip Antara, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Meski optimistis, Roy mengaku kondisi yang membaik itu tetap harus diwaspadai. Pasalnya, gejolak global tidak bisa diprediksi ke depan.
Ada dua hal yang harus jadi perhatian pemerintah untuk bisa menjaga optimisme dunia usaha, yaitu ketersediaan barang kebutuhan pokok dan penting (bapokting) serta terjaganya daya beli atau konsumsi masyarakat.
"Dua indikator ini kita harapkan dapat terus terjaga melalui peran pemerintah untuk terus juga memberi bantuan/subsidi kepada masyarakat terutama masyarakat marjinal," katanya.
Menurut Roy, masyarakat marjinal perlu tetap mendapatkan bantuan yang berkelanjutan, mulai dari bantuan langsung tunai, program keluarga harapan, hingga subsidi upah. Bantuan seperti itu diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat.
"Ketika konsumsi terjaga, ketersediaan barang terjaga, maka dunia boleh krisis, tapi Indonesia masih bisa optimis," katanya.
Roy menilai pelaku usaha ritel menilai kondisi Indonesia berada dalam tingkat moderat, jauh dari kondisi dunia yang sedang mengalami krisis.
"Harapan kita tahun depan masih baik, tapi tetap waspada karena peperangan belum selesai, krisis dunia belum selesai. Jadi tetap waspada, efisien, efektif, mencermati akan ekspansi atau investasi, jangan sembarang ekspansi atau investasi," tandasnya.