Menuju konten utama

Cara Indonesia Tanpa Pacaran Memikat Ratusan Ribu Pengikut

Anda perlu ketekunan dan pandai membaca pasar untuk memahami gerakan Indonesia Tanpa Pacaran adalah komunitas yang digarap serius.

Cara Indonesia Tanpa Pacaran Memikat Ratusan Ribu Pengikut
Ilustrasi: Gerakan ITP menerapkan disiplin terpusat untuk menjaga konsistensi dan loyaitas. Tirto/Nadya

tirto.id - Islamic Center di Kota Bekasi dipadati ribuan orang pada Minggu, 15 April 2018. Mereka menghadiri temu nasional Indonesia Tanpa Pacaran yang berlangsung dari pagi hingga tengah hari.

Menurut poster acara yang diunggah akun Instagram ITP, panitia mengundang dua pembicara, yakni Cholidi Asadil Alam dan La Ode Munafar. Cholidi mendaku diri "aktor berdakwah" pada akun Instagram dia (memiliki 112 ribu pengikut), selebritas yang melejit berkat akting pada film Ketika Cinta Bertasbih, dan pendiri "Gerakan Perbaiki Diri". Sementara La Ode Munafar, pada profil akun Instagram (dengan 45 ribu pengikut), menyebut diri "berjuang menyelamatkan generasi" dengan menggagas gerakan Indonesia Tanpa Pacaran. Di akun Instagram, gerakan ini sudah menjaring 638 ribu pengikut; sementara di Facebook lebih dari 400 ribu pengikut. Komunitasnya kini ada di 80 kabupaten atau kota se-Indonesia.

Kegiatan itu mengklaim "dihadiri perwakilan ITP dari Sabang-Merauke seperti Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera." Acara itu gratis dan terbuka untuk umum. Syaratnya hanya satu: siapa pun yang berniat datang "wajib berbusana syar'i"—dalam hal ini bagi perempuan harus mengenakan jilbab berpotongan lebar dan panjang.

Mita, 21 tahun, adalah salah satu yang mengikuti acara tersebut, yang datang bersama dua temannya. Ia mengaku mengetahui informasi kegiatan tersebut dari akun Instagram ITP. Saat itu, cerita Mita, ia mempunyai waktu luang sehingga memutuskan untuk pergi. Tempat acaranya pun tak jauh dari rumah tinggalnya di Bekasi.

Sebagaimana tergambar dalam salah satu postingan di Instagram, "Deklarasi Akbar Indonesia Tanpa Pacaran" itu dihadiri oleh para remaja menjelang dewasa, perempuan maupun lelaki yang dipisahkan sehelai kain di sebuah aula. Mita mengisahkan hadirin mendengarkan orasi dan kampanye tentang bahaya pacaran. Pacaran, ujar para pembicara, dinilai mendatangkan dampak negatif sehingga mereka diajak mendukung serta aktif dalam gerakan tersebut.

"Kami diminta untuk tetap istiqomah tanpa pacaran, insyaallah jodoh yang baik untuk yang baik pula, [maka] jemputlah jodoh dengan cara yang halal,” ceritanya.

Mita berkata tujuan ITP untuk jangka panjang: kaum muda Indonesia bersih dari pacaran pada 2024. Agar hal macam itu terwujud, hadirin seperti Mita diminta menyamakan visi dan misi untuk dilarang berpacaran sampai menikah. Komitmen itu lantas dituangkan dalam bentuk deklarasi. (Di Instagram, admin ITP memposting 42 konten foto dan video terkait "pertemuan nasional" tersebut pada saat dan sehari setelah kegiatan.)

Mengapa Tertarik Mendukung Gerakan ITP

Ada bermacam alasan mengapa gerakan ini menjaring banyak pengikut, setidaknya bila melihat profilnya di Instagram. Kita bisa mendengarkan cerita Mita. Ia mengenal Indonesia Tanpa Pacaran dari akun Instagram, dan mengikutinya pada 2016. Gagasan ITP, yang dicetuskan pada 2015, sesuai prinsip pribadi yang diyakininya: hanya ingin mencintai orang yang kelak bakal menikahinya.

Keyakinan ini, menurut Mita, muncul ketika ia masih duduk di sebuah sekolah menengah kejuruan. Ia sering mendengar cerita dari sahabat dan teman sekolah yang lebih kerap merasa galau ketimbang senang saat berpacaran. “Akhirnya nangis dan uring-uringan. Kan, jadinya enggak fokus sama pelajaran."

Kemauan untuk menjomlo hingga menikah semakin menguat setelah Mita mendengarkan penjelasan guru tempatnya mengaji. “Guru saya menjelaskan pacaran itu haram karena mendekati zina, sesuai Surat Al-Isra’ ayat 32."

"Dari ayat itu saya paham kalau pacaran itu aktivitas yang mendekati zina. Jadilah saya termotivasi berprinsip jomlo sampai halal. Kenapa enggak? Insyaallah,” katanya. (Salah satu tafsir pada ayat itu menerangkan bahwa umat manusia dilarang melakukan "hal-hal yang mengarah pada zina", suatu perbuatan yang paling buruk.")

Perkenalan Mita dengan ITP pada dua tahun lalu bermula saat ia mengetik di mesin pencarian Instagram, kemudian mengikutinya. Ia kepincut pada konten-konten yang diunggah akun Instagram ITP karena "visualnya bagus dan kekinian."

“Banyak kata-kata motivasi dan inspirasi, jadi [bikin] tambah semangat,” ujarnya.

Infografik HL Indepth Indonesia Tanpa Pacaran

Memaksimalkan Media Sosial

La Ode Munafar, penggagas ITP, mengatakan media sosial dan segala hal lain yang tren di kalangan anak muda memang dimanfaatkan ITP untuk menyampaikan pemikiran sekaligus menjaring pengikut baru.

“Siapa sih anak muda hari ini yang tidak menggunakan media sosial? Jangkauan media sosial [juga] saat ini lebih luas,” katanya.

Segala aktivitas dan gagasan ITP karena itu sering disampaikan lewat media sosial seperti Facebook, Instagram, LINE, WhatsApp, dan Telegram. Beragam medsos ini ramah bagi generasi yang lahir di era internet; atau dalam target pasar, mereka disebut Generasi Z, kelompok usia pasca-Milenial yang lahir pada 1995 hingga 2010.

Munafar berkata bahwa Instagram menjadi basis media sosial utama ITP. Alasannya, gagasan ITP muncul ketika banyak orang menggandrungi media sosial tersebut. Selain itu, kebanyakan pengguna Instagram berusia muda dan hal itu sesuai target gerakan ITP.

Strategi dan sistem kerja dibentuk Munafar agar orang tertarik mengikuti akun media sosial ITP. Munafar memilih untuk memberikan sentuhan visual. Ia membentuk tim desain yang khusus bertugas membuat gambar. Ia juga membuat tim penulis yang wajib membikin caption visual.

Bahasan caption, menurut Munafar, tak jauh dari soal pemikiran tentang hubungan laki-laki dan perempuan serta sebab dan akibat yang ditimbulkan dari pacaran. Ia menjelaskan tim penulis biasanya memakai tulisan yang kebanyakan diambil dari buku-buku karangannya.

Ketika visual dan caption gambar sudah tersedia, giliran tim media sosial ITP yang bekerja.

Munafar menjelaskan setiap hari 32 konten harus diunggah tim media sosial. Apabila dihitung per jam, mereka harus memposting dua visual berikut caption agar target harian tercapai.

“Jadi sistem [unggahnya] paling cepat 30 menit, idealnya 45 menit, paling lama enggak boleh dari 59 menit,” katanya.

Menggarap Pertemuan

Sebagaimana suatu gerakan yang serius, mengelola kampanye yang gencar via online disertai pula dengan menggelar pertemuan. Alasannya, ujar La Ode Munafar, pemahaman yang kuat dan terstruktur ITP tak bisa disampaikan melalui media sosial semata.

Pendekatan offline atau tatap muka dibutuhkan agar transfer pemikiran itu bisa berjalan maksimal. “Yang kami transfer di offline tidak hanya pemikiran, tapi ada semangat, ada unsur psikologi, dan saling membantu di sana, sehingga tercipta roh kebersamaannya,” ujarnya.

ITP mempunyai agenda tatap muka yang dibagi berdasarkan periode waktu: tahunan, bulanan, dan mingguan. Setiap minggu, ITP melaksanakan kegiatan bernama Kelompok Kajian Indonesia Tanpa Pacaran tempat pengurus dan anggota wajib ikut. Sementara acara "penyadaran skala besar" digelar triwulan sekali, dan kajian dengan tema hit alias populer diadakan tiap bulan.

Untuk agenda tahunan, ITP mengadakan kampanye akbar dengan tema yang berbeda. Tahun lalu, tema yang diusung adalah tolak pergaulan bebas; sedangkan tema tahun ini—yang diiikuti Mita di Islamic Center di Bekasi—mengusung kampanye dan deklarasi Indonesia bersih dari pacaran pada 2024.

Sistem dan strategi itu diterapkan pula oleh pengurus ITP di daerah.

Rifal, koordinator ikhwan (laki-laki) ITP wilayah Palu, mengatakan ITP Palu saat ini menggunakan Instagram untuk publikasi kegiatan dan menggaet anggota baru. “Palu jadi salah satu [ITP regional] yang perkembangan di media sosialnya lebih cepat daripada yang lain setelah beberapa kota. Saat ini follower-nya sudah sampai 4.000-an, kalau enggak salah. Padahal kami baru setahun-kurang [terbentuk],” katanya.

Akun Instagram ITP Palu dikelola satu anggota ikhwan dan satu anggota akhwat (perempuan). Sebagian besar visual yang diposting adalah hasil repost atau unggahan kembali dari akun media sosial lain. Tapi, Rifal berkata caption tulisan tetap dibuat oleh pengurus ITP Palu. Pesan visual dan tulisannya dekat dengan problem remaja, pacaran, dan semangat hijrah.

Mulanya, lanjut Rifal, anggota ITP Palu yang bertugas mengelola media sosial masih bekerja sendiri tanpa arahan dari dirinya. Tapi, ia turun tangan ketika akun Instagram ITP Palu mulai berkembang. “Saya arahkan untuk memanfaatkan fitur di Instagram seperti Highlight, Instastory, dan postingan yang biasa,” katanya.

Dalam sehari, Rifal meminta pengelola media sosial ITP Palu mengunggah konten sebanyak tiga kali. Jika hal itu memberatkan, ia menyarankan untuk memainkan fitur Instastory, yang intensitas komunikasinya lebih cepat terbentuk.

Dugaan Rifal terbukti. Engagement atau jumlah interaksi terhadap akun ITP Palu lebih tinggi di Instastory. “Kalau dilihat dari Instastory itu bisa sampai 300-an viewer. Kalau yang postingan biasa itu enggak sampai sebegitu likes-nya dan agak lama,” ujarnya.

Cara lain yang dilakukan ITP Palu untuk menggaet pengikut baru adalah dengan mengadakan acara tatap muka. Rifal berkata kegiatan offline perempuan dan laki-laki di ITP Palu berbeda sebab pengurus dan koordinatornya dipisah berdasarkan jenis kelamin.

“Lebih sering sampai sekarang program yang lebih aktifnya itu di akhwat. Mereka biasanya bikin sharing session. Kemarin mereka bikin training untuk remaja. Kalau yang ikhwan sampai sekarang, kami baru kumpul tahun ini karena masih kurang anggotanya, jadi baru bikin kopi darat,” katanya.

Menyasar Anak Sekolah dan Menawarkan Konsep "Hijrah"

Serupa dengan ITP Palu, unggahan di media sosial dan acara temu muka dinilai Ayu Ratih sanggup membuat orang tertarik mengikuti akun Instagram ITP Banten. Koordinator ITP wilayah Banten ini mengatakan ITP Banten aktif menggunakan media sosial seperti Instagram, Facebook, LINE, dan WhatsApp. Hingga sekarang, tercatat 1.195 orang terdaftar sebagai anggota ITP Banten.

ITP Banten telah melaksanakan banyak kegiatan daring (online)dan acara offline sejak terbentuk pada 24 September 2017. Ayu Ratih mengatakan ITP Banten melakukan kajian daringdi grup WhatsApp setiap minggu. Selain itu, anggota dan pengurus ITP Banten mengikuti kajian offline sekali seminggu.

Sekolah-sekolah di Banten juga menjadi sasaran kegiatan. Ayu Ratih berkata ITP Banten mengadakan acara kunjungan ke SMA, SMK, atau MA untuk menyosialisasikan gerakan Indonesia Tanpa Pacaran.

Kegiatan yang terbuka untuk umum juga digelar ITP Banten. Ada acara kopi darat, yakni pertemuan antara pengurus dan anggota ITP setiap dua bulan sekali. Ada acara gelar wicara atau talkshow yang mengundang pembicara dari luar ITP, tiga atau enam bulan sekali.

Tiap satu bulan, ITP Banten mengadakan acara Klinik Cinta di alun-alun Kota Serang. “Siapa saja boleh datang untuk konsultasi masalah percintaan atau problem pribadi yang mereka alami ketika berhijrah," katanya.

ITP, ujar Ayu, meski kata-katanya Indonesia Tanpa Pacaran, juga ingin mengajak para muslimah yang baru berhijrah. Konsep hijrah secara umum mengacu pada perubahan menuju pribadi yang lebih baik. Dalam gerakan ini, hijrah artinya seseorang telah mantap memilih untuk tidak pacaran, melainkan langsung menikah.

Ayu Ratih berkata seorang muslimah akan menghadapi banyak tantangan ketika baru melakukan hijrah. Rintangan dari dalam diri atau lingkungan sekitar akan memengaruhi proses tersebut. Ia akan membutuhkan dukungan yang kuat serta asupan ilmu agama, ujarnya

“ITP Banten menawarkan [hal] itu. Mentoring tatap muka yang kami adakan tiap satu minggu sekali, kami mengkaji Islam bersama-sama, kami juga saling berbagi, jadi seolah-olah bisa menguatkan anggota untuk senantiasa istiqomah dalam perjalanan berhijrah,” ujar Ayu.

Tawaran itu dibenarkan oleh La Ode Munafar, penggagas Indonesia Tanpa Pacaran. Menurutnya, semangat anak muda saat ini untuk berhijrah sedang meninggi. “Maka ITP memberikan balasan yang besar yaitu bagaimana anak muda hari ini ketika hijrah, ya perlu teman hijrah,” ujarnya.

Selain "teman hijrah", ITP menyiapkan tulisan penyadaran yang dibagi setiap Selasa dan Jumat kepada anggota saat kegiatan daring. Pada pertengahan Mei lalu, ITP juga membuat kegiatan kajian daring, yang diadakan di grup WhatsApp setiap malam Minggu.

Aktivitas itu, menurut Munafar, ditawarkan pada pengikut ITP sebab anak muda yang melakukan hijrah membutuhkan pemahaman tentang agama.

Baca juga artikel terkait INDONESIA TANPA PACARAN atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nindias Nur Khalika & Reja Hidayat
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Fahri Salam