tirto.id - Mengetahui cuaca besok pagi atau hari berikutnya menjadi hal penting bagi sebagian orang terutama mereka yang harus beraktivitas di luar rumah.
Cara cek cuaca besok pagi bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti mengakses laman resmi https://www.bmkg.go.id/ hingga mengunggah aplikasi resmi milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Berikut cara yang bisa dilakukan untuk mengecek cuaca besok pagi dengan mengakses laman resmi BMKG dan aplikasi BMKG.
Cara cek cuaca besok pagi di https://www.bmkg.go.id/
1. Buka laman https://www.bmkg.go.id/.
2. Pada bagian atas laman pilih Cuaca lalu klik bagian Prakiraan Cuaca Indonesia.
3. Setelah itu akan muncul prakiraan cuaca di berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya hingga Jayapura.
4. Guna mengetahui lebih detail tentang prakiraan cuaca besok pagi di beberapa wilayah lainnya pilihlah Provinsi Lainnya di bagian bawah laman https://www.bmkg.go.id/.
Cara cek cuaca besok pagi aplikasi BMKG
1. Download aplikasi Info BMKG melalui link berikut untuk Apple melalui App Store dan Android lewat Google Play Store.
2. Buka aplikasi lalu pilih bagian cuaca di sudut kiri bawah.
3. Setelah itu Anda tinggal memilih daerah atau wilayah mana yang akan ada lihat cuaca besok paginya.
Kenapa akhir-akhir ini cuaca panas?
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto menjelaskan bahwa saat ini laju peningkatan suhu permukaan di Indonesia sangat bervariasi.
Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Menurutnya, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.
"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," papar Dwikorita.
Menurutnya, analisis BMKG tersebut senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) Mei 2022 lalu. WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dan pada 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.
WMO, kata dia, juga menyebutkan dekade terakhir 2011-2020, adalah rekor dekade terpanas suhu di permukaan bumi. Lonjakan suhu pada tahun 2016 dipengaruhi oleh variabilitas iklim yaitu fenomena El Nino kuat, sementara itu terus meningkatnya suhu permukaan pada dekade-dekade terakhir yang berurutan merupakan perwujudan dari pemanasan global.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Ardhasena Sopaheluwakan menambahkan, pengkajian yang dilakukan oleh Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan bahwa pemanasan global tersebut tidak akan terjadi tanpa pengaruh faktor kegiatan manusia (antropogenik). Pengaruh antropogenik yang lebih kuat dibandingkan pengaruh variabilitas alami seperti La Nina tahun 2020 – 2021 (yang memiliki kecenderungan menurunkan suhu permukaan bumi) dibuktikan pula pada kondisi iklim dua tahun tersebut, yang tetap menjadi tahun terpanas setelah tahun 2016.
"Keadaan perubahan suhu udara permukaan juga diikuti oleh perubahan suhu permukaan laut. Hasil analisis menunjukkan suhu permukaan laut di Indonesia juga terus meningkat, dengan laju yang lebih kuat setelah periode dekade 1960-an yaitu sebesar 0,2°C per dekade," imbuh Ardhasena.
Ardhasena juga menyebutkan bahwa hasil analisis suhu udara permukaan global menurut perhitungan Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan (NOAA) Amerika Serikat, pada Mei 2022 menunjukkan rata-rata anomali sebesar +0,178°C lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar normal klimatologi periode 1991-2020.
Pada Juni 2022 ini wilayah dengan nilai anomali positif dimana rata-rata anomali suhu lebih tinggi daripada standar normal klimatologi meliputi bagian timur Amerika Utara, bagian barat Eropa, bagian tengah Rusia, bagian utara Australia, dan sebagian besar Kutub Selatan.
Lebih lanjut, Ardhasena mengatakan, melihat kecenderungan trend kenaikan suhu permukaan yang terus terjadi, maka WMO menyatakan terdapat peluang sebesar 20% kenaikan suhu udara permukaan global dalam kurun waktu 5 tahun mendatang akan melebihi nilai ambang batas komitmen Kesepakatan Paris sebesar 1,5 °C.
"Maka dari itu, sangat urgent bagi negara-negara untuk meningkatkan aksi mitigasi gas rumah kaca untuk menekan laju kenaikan pemanasan global," pungkasnya.
Editor: Iswara N Raditya