tirto.id - Calon Pimpinan KPK dari Kejaksaan Agung, Johanis Tanak menilai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK selama ini keliru secara hukum.
Menurut Johanis, operasi adalah istilah yang merujuk pada suatu kegiatan yang terencana. Sedangkan tangkap tangan menurut ilmu hukum adalah menangkap pelaku tindak pidana secara seketika, tanpa perencanaan.
"Kalau direncanakan untuk ditangkap, itu bukan lagi tangkap tangan. Ini dua kata yang bertentangan," kata Johanis di Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Atas dasar itu, ia menawarkan alternatif lain jika terpilih jadi pimpinan KPK. Jika KPK sudah menyadap dan menemukan rencana transaksi, maka yang dilakukan adalah memanggil pihak-pihak tersebut.
"Akan lebih baik yang bersangkutan akan kita panggil. Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar," ujarnya.
Selanjutnya, pihak-pihak itu dikonfirmasi apa benar akan melakukan transaksi. Jika benar, maka mereka diminta membuat surat pernyataan yang menyatakan ia tidak akan korupsi.
Dalam surat itu pun akan dinyatakan jika mereka ketahuan korupsi di masa mendatang, maka mereka akan divonis dengan hukuman terberat yang ada dalam Undang-undang Tipikor.
"Pernyataan itu dia pegang dan disampaikan kepada seluruh lembaga penegak hukum termasuk Mahkamah Agung. Karena ketika dia lakukan itu maka MA akan melihat dan kita akan serahkan," jelasnya.
Johanis mengatakan jika terpilah ia akan menawarkan ide tersebut kepada empat pimpinan KPK lainnya. Ia sadar pengambilan keputusan di lembaga KPK bersifat kolektif kolegial.
"Pemberantasan korupsi rasio logisnya itu bagaimana pejabat tidak menyalahgunakan kewenangan sehingga uang negara tidak hilang tetapi bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin pembangunan negeri ini," imbuhnya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan