tirto.id - Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal menuturkan perusahaan memperkuat lumbung pangan nasional lewat pengembangan infrastruktur pasca panen. Infrastruktur pasca panen itu terdiri dari Modern Rice Milling Plant (MRMP), Rice to Rice (RTR), Unit Pengolahan (UP), dan Corn Drying Center (CDC).
Seluruh infrastruktur tersebut tersebar di seluruh Indonesia khususnya di wilayah sentra produksi beras dan jagung.
Pembangunan infrastruktur pasca panen tersebut merupakan gerakan diversifikasi yang dilakukan Bulog untuk memperkuat lumbung pangan melalui penyederhanaan alur kegiatan produksi pangan berupa gabah, beras, dan jagung berbasis teknologi modern sehingga mampu menjamin standarisasi mutu dan higienitas produk pangan.
Iqbal mengatakan bahwa saat ini Bulog telah mendirikan 10 MRMP di Subang, Sragen, Kendal, Karawang, Lampung, Bojonegoro, Jember, Banyuwangi, dan Sumbawa. Ketersediaan MRMP di wilayah sentra produksi beras ditujukan untuk mendukung kegiatan produksi pangan, jasa pengeringan, jasa penggilingan, jasa pengemasan, dan jasa penyimpanan Gabah Kering Giling (GKG).
MRMP ditunjang dengan teknologi berupa dryer dengan kapasitas 120 ton/hari, milling dengan kapasitas 6 ton/jam, dan SILO yang dapat menampung 6.000 ton GKG.
"Pembangunan infrastruktur tersebut merupakan pemanfaatan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diamanatkan kepada Bulog sejak tahun 2016. Melalui PMN tersebut BULOG ditugaskan untuk memaksimalkan penyerapan serta pengelolaan komiditi pasca panen," jelas Iqbal dikutip dari keterangannya, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Selain MRMP, infrastruktur yang tengah dikembangkan Bulog dalam pengelolaan gabah dan beras adalah RTR dan UP.
Mesin RTR memiliki kapasitas produksi 6 ton per jam yang berfungsi untuk menjamin mutu dan kualitas beras melalui teknologi berupa mesin pengering serta penggilingan padi yang dilengkapi dengan mesin penyortir warna beras. RTR tersebar di 7 (tujuh) wilayah seperti DKI Jakarta, Indramayu, Sukoharjo, Sidoarjo, Lombok Timur, Makassar, dan Sidrap.
Lebih lanjut, menurut Iqbal Infrastruktur UP digunakan sebagai sarana pengolahan yang digunakan untuk kegiatan pengolahan, perawatan, pengemasan, dan penyimpanan pangan beras serta turunannya.
UP memiliki kapasitas untuk mengeringkan gabah beras menggunakan dryer dengan kapasitas 10-40 ton/hari dan 2-3 ton per jam. UP yang saat ini dimiliki Bulog sebanyak 5 unit yang tersebar di Bantul, Mojolaban, Candirejo, Anabanua, dan Lancirang.
“Dengan dibangunnya infrastruktur pasca panen berupa MRMP, RTR, UP, dan CDC merupakan komitmen Bulog untuk memaksimalkan penyerapan produksi petani dalam negeri, tentunya dengan harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.” ujar Iqbal.
Infrastruktur yang peruntukannya selain gabah dan beras adalah CDC yang dibangun di Bolaang Mongondow dan Dompu. Berbeda dengan MRMP, RTR, dan UP, CDC digunakan untuk melakukan kegiatan produksi jagung termasuk didalamnya kegiatan pembelian bahan baku, perdagangan komoditi, jasa pengeringan, dan jasa pengemasan.
CDC sendiri memiliki kapasitas dryer 240 ton/day dan penyimpanan yang cukup besar menggunakan SILO yakni sebanyak 9.000 ton.
Awaludin menjelaskan bahwa infrastruktur-infrastruktur tersebut dibangun dengan menerapkan konsep ekonomi sirkular dengan mengoptimalkan penggunaan bahan baku pangan dan memanfaatkan limbah hasil produksi, seperti sekam.
“Saat ini, Bulog akan terus bertransformasi untuk mengoptimalkan kontribusi nyata pada upaya mitigasi krisis pangan. Pembangunan infrastruktur pasca panen yang memanfaatkan teknologi pangan terbaru merupakan harapan bagi terwujudnya kedaulatan pangan di Indonesia," imbuh Iqbal.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang