tirto.id - Keluhan sinyal provider ponsel yang kerap byarpet mungkin jadi pengalaman sehari-hari bagi pemuda seperti Ahmad. Pria usia 20-an tahun yang tinggal di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, ini acap frustrasi ketika asyik berselancar internet atau bermain gim.
“Di sini jangan harap dapat sinyal,” kata Ahmad. “Paling cuma dua provider doang yang nyangkut. Mau pakai GPS juga susah. Jadi kalau nyasar mending tanya orang.”
Maklum. Terletak 108 km dari Jakarta, Cikidang adalah daerah yang didominasi perkebunan sawit, berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani dan pekebun.
Di daerah itu nama PT Bintangraya Lokalestari tidak asing di telinga warga lokal. Ketika masuk pada 2009, perusahaan milik keluarga Handoko tersebut berekspansi hingga kini mengelola lebih dari 11.000 hektare lahan di delapan kecamatan. Mayoritas izin lahan adalah hak guna usaha dan hak guna bangunan.
Perusahaan itu kini jadi sorotan ketika politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko berencana membangun apa yang dinamakan ‘Bukit Algoritma’ di lahan milik PT Bintangraya Lokalestari. Untuk memuluskan rencana tersebut, kedua belah pihak membentuk kerja sama operasional di bawah panji PT Kiniku Bintangraya yang dipimpin Budiman, Dhanny Handoko, dan Tedy Tri Tjahyono. Budiman, yang juga komisaris independen PT Perkebunan Nusantara V, adalah pendiri Inovator 4.0, sekumpulan pegiat inovasi digital dengan jargon "kerja dan membangun Indonesia dengan data", lewat perusahaan PT Kiniku Nusa Kreasi, di dalamnya ada Tedy Tri. Dhanny adalah Direktur PT Bintangraya yang memiliki lahan di Cikidang.
Jauh sebelum rencana membangun apa yang disebut Budiman sebagai ‘The Next Silicon Valley’ tersebut, PT Bintangraya Lokalestari gencar mempromosikan Cikidang untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sejak 2017.
Mimpi Menjadi KEK: Dari Agrowisata ke Teknologi Fusi & Sains
Sejak 2016, Pemprov Jawa Barat gencar mencari daerah yang akan diajukan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK). Geopark Ciletuh menjadi kandidat pertama sebagai KEK berbarengan pengajuan statusnya sebagai UNESCO Global Geopark.
Pada April 2018, Ciletuh resmi menyandang status itu setelah melalui rapat Executive Board Unesco ke-204 di Paris, Perancis. Pemprov Jawa Barat lantas gencar ‘berburu’ potensi wilayah lain. Pada 2019, ada tujuh kawasan yang bakal diajukan ke pemerintah pusat.
Keluarga Handoko seperti ketiban untung ketika tim perintis KEK melirik agrowisata di Cikidang pada 2018. Dhanny berkata tim yang diketuai oleh Prof Deny Juanda dari Institut Teknologi Bandung itu mendatangi Cikidang karena melihat prospek agrowisata di daerah tersebut.
“Prof Deny melihat potensi di Cikidang,” kata Dhanny. “Kami welcome saja.”
Proses sebuah daerah menjadi kawasan ekonomi khusus ini panjang. Ia harus melalui persetujuan pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, lalu terdaftar di Dewan Nasional KEK. Keputusan finalnya adalah persetujuan presiden. Cikidang menjadi kandidat utama bersama Pangandaran. Syaratnya lumayan panjang: suatu kawasan bisa menjadi KEK ketika memiliki banyak potensi dan dukungan infrastruktur.
Dhanny Handoko berkata semula ada 330 hektare lahan yang disiapkan untuk KEK, sebelum diperluas menjadi 888 hektare.
“Atas masukan dari tim perintis, kami mengajukan Cikidang sebagai kawasan agrowisata dan fusi sains serta teknologi,” kata Dhanny kepada Tirto.
Usulan Cikidang sebagai pusat fusi sains dan teknologi tersebut datang dari Deny Juanda, klaim Dhanny. Sebab, suatu KEK tidak bisa hanya mengandalkan satu jenis sektor usaha.
Dhanny mengaku mengikuti rapat intensif yang diadakan setiap dua minggu sekali bersama jajaran pejabat Jawa Barat selama hampir enam bulan, sebelum akhirnya berkas-berkas KEK Cikidang diajukan ke Dewan Nasional KEK.
Demi memuluskan hal tersebut, Dhanny mengaku telah menandatangani nota kesepahaman dengan ITB, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Padjajaran, serta telah mendapat persetujuan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Bahkan ia mengaku telah menghibahkan masing-masing 25 ha lahan untuk universitas tersebut. Semua ini berjalan pada 2018.
“Intinya ketiga universitas itu sepakat mendukung kami,” klaim Dhanny. “Lahan tersebut bisa dikelola kampus untuk pengembangan sumber daya manusia.”
Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi Maman Abdurrahman pada awal tahun ini berkata KEK Cikidang sudah melalui tahap finalisasi dengan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi. Ia memproyeksikan investasi di Cikidang bisa mencapai Rp300 triliun dari Asia, Eropa, dan Timur Tengah.
Ketika ditanya apakah kategori ‘Bukit Algoritma’ tetap masuk dalam rencana KEK, Dhanny menjawab ‘Bukit Algoritma’ tetap mengakomodasi kebutuhan agrowisata dan teknologi.
KEK Cikidang Masih Belum Memenuhi Syarat
Sayangnya, angan kawasan Cikidang 888 hektare untuk menjadi KEK masih kandas.
Menurut Sekretaris Dewan Nasional KEK, Enoh Suharto Pranoto, Cikidang belum memenuhi syarat administratif sehingga berkas pengajuan dikembalikan ke PT Bintangraya Lokalestari selaku pihak pemohon. Bahkan, kata Enoh, pengajuan tersebut belum masuk ke dalam tahap pembahasan di rapat Dewan Nasional KEK.
“Persyaratan administrasi dimaksud adalah di antaranya penguasaan lahan bukan atas nama perusahaan pengusul, kapasitas pembiayaan pembangunan KEK, dan izin lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana bisnisnya,” kata Enoh kepada Tirto.
Enoh berkata usulan KEK Cikidang belum sampai kepada kajian bisnis dan ekosistemnya. "Jika sudah lengkap, selanjutnya diusulkan untuk dibahas pada Sidang Dewan Nasional KEK.”
Dhanny Handoko berkata salah satu faktor yang membuat Cikidang gagal menjadi KEK untuk saat ini adalah tidak ada investor utama di daerah tersebut. “Terakhir hanya diminta utamanya mencari anchor investor,” katanya. “Setelah ada investor dari Mas Budiman, untuk kelanjutan KEK Sukabumi, kami mengikuti kebijakan Pemda dan Dewan Nasional KEK.”
Budiman tak menanggapi ketika Tirto bertanya soal gugurnya status calon KEK Cikidang. Ia bersikeras mengatakan berkas-berkas pengajuan masih dalam tahap pembahasan di Dewan Nasional KEK.
Dalam dokumen laporan akhir tahun Dewan Nasional KEK 2018, "Sukabumi 888 ha" memang tercantum sebagai usulan KEK potensial pada 2019, dengan pengusulnya PT Bintangraya Lokalestari. Sementara dari data mutakhir Februari 2021, ada 15 KEK tersebar di Indonesia. Data ini belum memasukkan kawasan KEK MNC Lido City yang ditetapkan 10 Februari lalu sebagai kawasan pariwisata, berada di Kabupaten Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat, yang dimiliki bos media Hary Tanoe.
Daerah yang ditetapkan sebagai KEK mendapatkan kemudahan fasilitas dan insentif dari pemerintah, termasuk pengurangan pajak penghasilan bisa 100% untuk investasi di atas Rp1 triliun selama 10-25 tahun.
Potensi Risiko Gempa
Yang patut diperhatikan pula kawasan Sukabumi diapit dua sesar Citarik dan Cimandiri memiliki risiko gempa bumi, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Setidaknya ada 12 peristiwa gempa yang terjadi sejak 1879 hingga 2021. Sesar Citarik diperkirakan membentang dari pantai selatan Sukabumi hingga pantai utara Bekasi. Sementara sesar Cimandiri membentang hingga Pelabuhan Ratu.
BMKG mencatat ada 44 gempa di Jawa Barat pada Februari 2021. Terakhir, gempa berkekuatan 5,1 magnitudo mengguncang Sukabumi dan sekitarnya pada 14 April.
Menurut dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Sukabumi, ada lebih dari 97.000 hektare kawasan rawan tanah bergerak yang meliputi 20 kecamatan, termasuk Cikidang.
Dalam studi di Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, diterbitkan Institut Pertanian Bogor, ada lebih dari 1.200 hektare kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang disalahgunakan di Cikidang.
Baik Dhanny Handoko dan Budiman Sudjatmiko bersikeras bahwa lahan milik PT Bintangraya Lokalestari tidak terganjal aturan atau sengketa.
“Kami sudah mengkaji semua dan lahan tersebut clear,” terang Budiman. “Tidak ada sengketa ataupun aturan yang dilanggar. Jadi semua sudah sesuai.”
Klaim Dana Rp18 T dari Mana?
Angan membangun 'Silicon Valley' pernah terjadi nun jauh di sebelah barat Rusia, di pinggir sungai Volga. Pemerintah dan para teknokrat Rusia bermimpi punya desa-rasa-kota yang menjadi pusat teknologi canggih. Maka, pada malam Natal 2012, pemerintah Rusia meresmikan Innopolis sebagai 'Desa IT' dan 'Taman Teknologi.' Letaknya sekira 800 km di barat Ibu Kota Moskow.
Belakangan Innopolis adalah cermin proyek teknologi yang gagal lantaran sikap otoriter pemerintah dan penyensoran rutin. Innopolis kini kekurangan pekerja di sektor teknologi. Pemerintah Rusia pun berusaha keras meyakinkan para entrepreneur dan insinyur untuk sudi pindah ke sana.
Angan serupa di Indonesia, kali ini promotornya adalah Budiman, tak sepi dari kritik. Pendapat dominan adalah Indonesia dinilai belum terlalu siap memasuki era industri 4.0 ketika infrastruktur, kualitas, dan mentalitas pemerintah belum mendukung.
Nailul Huda, peneliti isu inovasi dan ekonomi digital dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), berpendapat ekosistem riset dan pengembangan di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan negara-negara lain di Asia. Sumber daya manusia pun masih belum mencukupi untuk masuk ke dalam industri 4.0, ujar Huda dalam diskusi "Menyikapi Angan Silicon Valley ala Indonesia".
Data Bank Dunia menyebut Indonesia cuma mengalokasikan 0,23 persen dari total PDB untuk riset dan pengembangan pada 2018, lebih tinggi sedikit dibandingkan Filipina, Kamboja, dan Myanmar. Sementara menurut INDEF, jumlah peneliti di Indonesia masih tergolong rendah, hanya 216 per satu juta penduduk. Huda memprediksi proyek 'Bukit Algoritma' bakal menjadi proyek mangkrak seperti halnya Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.
“Dibandingkan Malaysia dan Singapura, proporsi penduduk Indonesia yang ahli dalam pemrograman komputer masih sangat rendah, hanya 3,5 persen dari penduduk muda dan dewasa,” ujarnya.
Budiman yakin dengan gagasannya dan berkata dana investasi bakal terkumpul dalam tiga tahun sesuai rencana. Ia bilang saat ini telah ada satu investor dari Kanada yang telah berkomitmen, meski ia enggan menyebut nama.
“Belum ada investor dari Indonesia,” kata Budiman. “Kebanyakan dari Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat.”
Bagi pemuda di Cikidang seperti Ahmad, mimpi membangun kawasan teknologi canggih mungkin tak pernah terbersit dalam benaknya. Apalagi soal koneksi 5G. Membayangkan desanya menjadi serupa Silicon Valley pun tak pernah terlintas dalam pikirannya.
“Yang penting sinyal 4G dulu deh masuk semua. Baru ngomong soal teknologi lain,” ujar Ahmad.
Penulis: Adi Renaldi
Editor: Fahri Salam