Menuju konten utama

BPK Sebut Jiwasraya Sudah Palsukan Lapkeu Sejak 2006

BPK sebut Jiwasraya telah memalsukan Laporan Keuangan sejak tahun 2006.

BPK Sebut Jiwasraya Sudah Palsukan Lapkeu Sejak 2006
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna (tengah), Wakil Ketua Agus Joko Pramono (kiri) dan Jaksa Agung Burhanuddin (kedua kanan) menyampaikan keterangan pers tentang hasil pemeriksaan Asuransi Jiwasraya di Jakarta, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan PT Asuransi Jiwasraya (AJS) sudah mulai melakukan pemalsuan laporan keuangan sejak tahun 2006.

Dalam pemeriksaan pendahuluan BPK RI pada tahun 2018, Jiwasraya seharusnya sudah mulai merugi, tetapi perusahaan itu berhasil melakukan rekayasa akuntansi sehingga seolah-olah tetap membukukan laba.

“Sebagaimana diketahui permasalahan PT AJS sudah terjadi sejak lama meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba. Namun, laba tersebut sebenarnya laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing,” ucap Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1/2020).

Agung menjelaskan sejak tahun 2006, BPK RI mendapati Jiwasraya sudah mengalami kerugian. Tren ini pun terus berlanjut sampai tahun 2017 dan kini. Pada tahun 2017 misalnya, PT AJS membukukan laba Rp360,3 miliar.

Pembukuan laba itu pun sempat terdeteksi dalam proses audit. PT AJS memperoleh opini tidak wajar dari BPK. Agung menjelaskan bila PT AJS memperhitungkan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun maka seharusnya perusahaan itu merugi.

Lalu pada 2018, PT AJS juga tercatat mengalami kerugian sampai Rp 15,3 triliun. Tren bobroknya kinerja perusahaan berlanjut dan terlihat dari posisi ekuitas perusahaan yang negatif Rp27,2 triliun.

Dalam penjelasannya, kerugian yang diderita Jiwasraya ini diyakini makin buruk usai bermain dengan produk JS Saving Plan. JS Saving Plan sudah dikeluarkan Jiwasraya pada tahun 2013 dan dijual melalui bank dan partner Jiwasraya.

Ia bilang produk investasi ini dijual dengan cost of money atau biaya lebih tinggi dari bunga deposito dan obligasi.

Saat produk yang tidak layak secara cost of money itu dihubungkan dengan investasi saham dan reksa dana berkualitas rendah, ia bilang masalah semakin tak terhindarkan.

“Pada akhirnya ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada AJS yang berujung pada gagal bayar,” ucap Agung.

Sebelumnya, kerugian sejak tahun 2006 itu juga disampaikan oleh Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko. Sebab, pada 2006, perusahaan asuransi pelat merah tersebut mendapat opini WTP dari KAP Soejatna meski ekuitasnya negatif 2006.

Hanya saja, menurut Hexana, hal tersebut dapat diwajarkan lantaran saat itu Jiwasraya mengakui soal kerugian yang mereka alami. "Dari 2006 rugi, tapi WTP. Enggak apa-apa rugi asalkan diakui dengan gentlemen," ucap Hexana 27 Desember 2019 lalu.

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana