tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapat 2 tugas besar terkait penanganan kasus gagal bayar PT Jiwasraya.
Kedua tugas itu adalah perhitungan kerugian negara untuk menguji indikasi unsur pidana dan pemeriksaan investigatif terkait kemungkinan terjadinya kecurangan atau fraud dalam pengelolaan Jiwasraya.
“Saat ini BPK sedang melakukan 2 pekerjaan yaitu pemeriksaan investigasi dan perhitungan kerugian negara atas permintaan Kejagung,” ucap Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1/2020).
Agung menjelaskan bahwa pemeriksaan investigasi ini terkait dengan permintaan DPR RI melalui surat No. PW/19166/DPR-RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019.
Intinya, DPR meminta BPK melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas permasalahan Jiwasraya.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengungkap adanya ketidakpatuhan, ketidakpatuhan yang berindikasi fraud, dan indikasi kerugian negara serta unsur pidana.
Sejak tahun 2010 sampai dengan 2019 BPK setidaknya telah dua kali melakukan pemeriksaan atas PT Asuransi Jiwasraya, yakni PDTT tahun 2016 dan pemeriksaan investigatif pendahuluan pada tahun 2018.
“Jadi ini sudah dideteksi sejak tahun 2016,” ucap Agung.
Lalu PR kedua BPK RI juga mencangkup tugas dari kejaksaan agung untuk membukukan nilai kerugian negara dari gagal bayar Jiwasraya. Angka kerugian negara ini menjadi penting bagi tugas kejaksaan agung untuk membawa masalah ini ke ranah pidana.
Salah satu poin terpentingnya juga mencangkup membuktikan dugaan korupsi dari kasus Jiwasraya. Perhitungan kerugian negara ini diperoleh dari bukti penyimpangan dalam pengumpulan dana melalui produk JS Saving Plan termasuk aktivitas investasi dan reksadana yang dilakukan manajemen.
“BPK dapat permintaan pengitungan kerugian negara dari Kejagung melalui surat pada tanggal 30 Desember 2019. Jadi jelas bahwa penangannan kasus diranah audit tetapi juga sudah masuk keranah penegakan hukum,” ucap Agung.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana