tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kasus gagal bayar Jiwasraya memiliki dampak sistemik. Lembaga auditor negara itu pun menyatakan akan berhati-hati dalam menangani pemeriksaan kasus ini.
“Skala kasus Jiwasraya ini sangat besar. Harus memahami bahwa kondisi kita sekarang mengharuskan kita memilih kebijakan yang berhati-hati. Kasus Jiwasraya ini cukup besar skalanya. Bahkan saya katakan gigantik sehingga memiliki risiko sistemik,” ucap Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1/2020).
Agung mengatakan bahwa lembaganya saat ini tengah mendalami data-data kerugian negara yang nantinya dapat digunakan oleh Kejaksaan Agung untuk mendorong perkara ini ke ranah pidana dan dugaan korupsi.
Ia memastikan bahwa hasil pemeriksaan ini bukan mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas gagal bayar yang merugikan nasabah Jiwasraya.
Kasus Jiwasraya tercatat sebagai perusahaan dengan gagal bayar polis terbesar dalam sejarah asuransi Indonesia. Ekuitas Jiwasraya pada kuartal III/2019 tercatat sudah minus Rp23,92 triliun--utangnya Rp49,6 triliun tapi asetnya hanya Rp25,6 triliun.
Jiwasraya juga tercatat rugi Rp13,74 triliun per September 2019. Kondisi keuangan Jiwasraya yang berdarah-darah dan berutang ke 5,5 juta nasabah disebabkan karena investasi asal-asalan yang dilakukan manajemen lama.
Jaksa Agung, ST Burhanudin mengatakan bahwa besarnya skala Jiwasraya ini lebih dari sekadar hitung-hitungan aset semata. Ia mengatakan berkaca dari kasus bailout Century, kerugiannya mencapai triliunan rupiah meskipun nilai buku Bank Century Rp 678 miliar.
“Dia kan, besar. Jangan diukur dampak sistemik dari nilai aset saja. Kalau sekarang itu muncul nilai buku kasus Century kan, Rp678 miliar, tapi begitu rush [penarikan uang nasabah besar-besaran] Rp6,7 triliun itu kan, besar. Kami tidak ingin sampai ke situ. Kita cegah jangan sampai ada masalah besar,” ucap Burhanudin dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri