tirto.id - Presiden Direktur PT Adaro Energy, Garibaldi Thohir akrab disapa Boy Thorir menilai pemerintah tak boleh membedakan perlakuan kepada perusahaan batu bara milik negara dan swasta dalam revisi PP No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP Minerba).
Pernyataan Boy merespons sikap Menteri BUMN, Rini Soemarno yang meminta penambahan ketentuan hak prioritas bagi BUMN mendapatkan wilayah tambang. Baik baru maupun wilayah tambang kelolaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang kontraknya segera berakhir.
Di samping itu, Rini juga meminta perubahan pasal yang memungkinkan penambahan luas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) bagi pemegang PKP2B perpanjangan bisa melebihi 15.000 hektar
"Gini kan BUMN adalah state own company. Swasta juga badan hukum. Dia (BUMN) badan hukum pemerintah, kami swasta. Bedanya enggak ada yang miliki sama-sama orang Indonesia juga. Jadi poin saya tentunya harus disamakan. Apa bedanya?" ucap Boy kepada wartawan usai peluncuran aplikasi “umma” di Rumah Maroko, Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (25/4).
Kendati demikian, Boy meminta agar revisi peraturan itu dapat segera dirampungkan, terutama mengenai perubahan yang menyangkut Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Ya kami berharap seperti itu. Cepat keluar. Progres kan udah lama. Kami berharap secepatnya dikeluarkan karena, beda sama Freeport, kepemilikan asing. Ini Indonesia, kita-kita juga yang punya," ucap Boy.
Boy juga yakin bila pemerintah dapat berlaku adil bagi perusahaan negara maupun swasta. Menurutnya, dalam pelaksanaan usaha tambangnya, hal itu juga tetap melibatkan pemerintah terutama dalam pembuatan kontrak.
"Kami udah ada kontrak dengan pemerintah. Jadi tidak mempengaruhi (kami). Saya yakin dan berharap pasti kebijakannya akan fair," ucap Boy.
"Kan harus ada persetujuan dalam amandemen kontrak itu," tambah Boy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto