Menuju konten utama

Bom di Tiga Gereja Surabaya dan Pola Serangan Jelang Ramadan

Dalam seminggu terakhir, tercatat tiga serangan teror. Bukan tahun ini saja jumlah teror meroket jelang Ramadan.

Bom di Tiga Gereja Surabaya dan Pola Serangan Jelang Ramadan
Personel penjikan bom (Jibom) bersiap melakukan identifikasi di lokasi ledakan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel Madya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

tirto.id - Belum habis aksi terorisme di Rutan Salemba cabang Mako Brimob dibahas media, pada Minggu (13/5) pagi, kabar ledakan bom lainnya datang dari Surabaya. Aksi teror tersebut menyasar tiga gereja: Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan.

Dari data terakhir yang dikumpulkan Humas Polda Jawa Timur, setidaknya sudah tercatat 17 orang meninggal, dan puluhan orang luka-luka. Hingga kini proses evakuasi terus dilakukan.

Ledakan bom di tiga gereja itu menambah pekat pekan kedua dalam bulan Mei ini. Bila melihat statistik, memang belum ada pola jelas yang bisa menjawab mengapa rentetan aksi terorisme ini terjadi pada bulan Mei. Namun, beda jawabannya jika dikaitkan dengan Ramadan yang datang sebentar lagi.

Setidaknya, dalam catatan Tirto, sejak 2015 lalu pola serangan ini sudah terekam. Tiga hari menjelang Ramadan pada tahun itu, serangan bom terjadi di sebuah masjid Syiah di Kuwait. Serangan yang diklaim ISIS ini membunuh 26 orang. Di saat yang bersamaan, sebuah resor di tempat wisata di dekat kota Sousse di Tunisia juga menjadi target penyerangan ISIS. Sebanyak 38 orang tewas dan puluhan lainnya terluka.

Serangan itu memang sudah didahului seruan Abu Muhammad al-Adnani, juru bicara ISIS, tiga hari sebelumnya. Tepat enam hari sebelum Ramadan datang, atau 25 Juni 2015. Al-Adnani menyerukan kepada para pengikutnya untuk meningkatkan serangan selama bulan Ramadan.

Ramadan 2016 juga diwarnai serentetan aksi teror bom oleh ISIS. Sekitar dua minggu sebelum dimulainya Ramadan, Adnani kembali berpidato lagi. “Bersiaplah, bersiaplah,” katanya, “untuk menjadikan bencana di mana-mana bagi orang-orang yang tidak beriman.

Setelah itu, serentetan teror mulai terjadi. Pada 12 Juni 2016, seorang pria bernama Omar Mateen melepaskan tembakan di sebuah kelab malam di Orlando, AS, yang menewaskan 49 orang. Dua minggu setelah serangan Orlando, ISIS kembali menebar teror di sebuah desa yang terletak di timur laut Lebanon.

Sehari kemudian, 28 Juni 2016, lebih dari 40 orang tewas dalam serangan di bandara Ataturk di Turki. Aksi-aksi serangan terus dilancarkan ISIS. Tiga hari kemudian, sebanyak 20 orang dibunuh secara brutal di sebuah kafe di Bangladesh. Aksi tersebut juga diklaim dilakukan ISIS.

Keesokan harinya, Baghdad diguncang serangan bom truk yang menyebabkan 300 orang meninggal. Hingga mendekati hari terakhir bulan suci Ramadan yakni 4 Juli 2016, serentetan serangan bunuh diri dilakukan di tiga lokasi di Arab Saudi. Madinah, Qatif dan Jeddah adalah lokasi yang menjadi sasaran ISIS.

Pada 2017, ledakan bom dalam konser Ariana Grande di Manchester, Inggris pada 22 Mei, menandai dimulainya pola teror tersebut. Dalam waktu berdekatan, dan terhitung sudah masuk Ramadan, dua ledakan bom yang diklaim ISIS mengguncang Baghdad, ibukota Irak, pada 30 Mei. Disusul aksi teror pada warga sipil di sekitar Jembatan London, pada 3 Juni.

Seminggu dalam Serangan

Tahun ini, aksi terorisme itu kembali terjadi. Dibuka dengan insiden 38 jam yang menegangkan terjadi di Rutan Salemba, Kelapa Dua, terletak dalam kompleks Markas Komando (Mako) Brimob, Depok, Jawa Barat. Baku hantam antara polisi dan 155 narapidana tindak pidana terorisme (napiter) berakhir menewaskan lima orang polisi dan satu orang tahanan.

Serangan yang terjadi sejak sore 8 Mei itu kemudian diakui ISIS sebagai bagian dari aksi teror mereka. Melalui Amaq News Agency, situs kantor berita ISIS kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi, merilis klaim tersebut dalam pesan berbahasa Arab dan Inggris.

“Telah terjadi baku tembak yang sengit antara anggota pasukan perang Negara Islam (ISIS) dengan pasukan anti-terorisme dan pemberontak di dalam penjara Kota Depok, Jakarta Selatan,” seperti dikutip dari SITE (8/5).

Namun, keterlibatan ISIS secara langsung tak tampak secara gamblang. Kericuhan di Mako Brimob justru dipicu akumulasi kekesalan para narapidana teroris karena barang titipan yang diberikan kolega mereka tak bisa masuk ke ruang tahanan. Tak ada kaitannya dengan ISIS.

Tindakan main klaim seperti ini memang sudah biasa dilakukan ISIS. Dengan mengklaim aksi kekerasan, kelompok-kelompok teroris biasanya berebut anggaran, sukarelawan, dan dukungan publik. Dalam kericuhan besar yang terjadi di fasilitas negara macam tragedi di Mako Brimob tempo hari, teroris akan diuntungkan karena kejadiannya yang menarik perhatian publik. Klaim tersebut juga dianggap mampu menambah efek teror yang dinginkan karena memberi kesan bahwa aparat keamanan negara rentan diserang.

Jibriel Abdul Rahman, mantan terpidana kasus tindak pidana terorisme Pemboman Hotel JW Marriot tahun 2009, berpendapat aksi teror yang menyasar tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur merupakan perilaku ISIS.

“Jadi kalau dilihat cara kerja teknik pengeboman ini itu dilakukan, saya bisa pastikan itu ISIS,” kata Jibriel saat dihubungi Tirto, pada Minggu (13/5).

Jibriel menduga, aksi yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur merupakan rentetan aksi Mako Brimob. Menurutnya, kejadian tempo hari membangkitkan semangat para pengikut ISIS di Indonesia, sebab Mako Brimob yang harusnya sulit disentuh tetap bisa direcoki.

“Apa yang terjadi di Mako Brimob kemarin itu bagi anak-anak ISIS ini sebuah kode sebelum Ramadan, sebuah kode aksi yang harus mereka lakukan karena dari kepolisian 'kan mati. Mereka merasa sukses,” ungkap Jibriel.

Ia memprediksi, aksi tersebut merupakan aksi spontan dari para pengikut ISIS. Para pengikut ini siap membunuh sesuai ideologi ISIS, yakni berjihad di manapun untuk membunuh aparat keamanan. Mereka pun bertindak tanpa rencana matang dengan mengorbankan warga sipil.

Infografik Teroris di Mako Brimob

Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto menyampaikan pendapat senada. Menurutnya, kelompok ini memanfaatkan kericuhan di Rutan Mako Brimob untuk melakukan teror lanjutan. “Dia cari sasaran alternatif karena yang disasar itu Polri," ujar Wawan kepada Tirto, hari ini, via telepon. “Gereja menjadi sasaran alternatif lainnya,” ungkap Wawan.

Di Indonesia, kata Wawan, jaringan ISIS bekerja dengan nama Jamaah Ansarut Daulah. Ia menambahkan, kelompok ini berbaiat pada Abu Bakar Al Baghdadi di tahun 2014 dan mulai eksis melakukan serangkaian teror di Indonesia.

Sebelum bom di tiga gereja Surabaya meledak pagi tadi, aksi terorisme lainnya terjadi 11 Mei. Seorang anggota intel Polri ditusuk orang tak dikenal di dekat Rumah Sakit Bhanyangkara, Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Insiden ini terjadi setelah kerusuhan dan aksi penyanderaan 38 jam yang dilakukan narapidana dan tahanan teroris di rumah tahanan Cabang Salemba.

Insiden itu menewaskan satu anggota Brimob. Seorang pelaku penusukan juga tewas. Namun, hingga artikel ini ditulis, belum ada rilis tambahan dari ISIS Amaq yang mengklaim insiden tersebut, maupun ledakan di tiga gereja Surabaya tadi pagi.

Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri membenarkan kalau teror pagi tadi memang dilakukan kelompok JAD, kelompok lokal yang terafiliasi dengan ISIS. Jaringan ini, menurutnya, mulai bergerak dari berbagai wilayah dan diidentifikasi akan melakukan serangkaian teror di berbagai wilayah.

"Mereka masih akan tetap mempersiapkan rencana serangan itu, maka seluruh aparat diminta berjaga-jaga," ujar Wawan.

Baca juga artikel terkait TEROR BOM GEREJA SURABAYA atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Politik
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Windu Jusuf