tirto.id - Ramadan menjadi momen yang paling dinantikan oleh umat Islam. Penuh sukacita, sarat kegembiraan, menyambut bulan paling suci dan dianggap penuh keberkahan. Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir, bulan suci Ramadan dirusak oleh berbagai peristiwa kekerasan dan teror. Sebagian besar aksi teror yang terjadi diketahui dilancarkan oleh ISIS. Meski tak semua serangan ISIS dilakukan saat Ramadan, akan tetapi beberapa tahun ini teror di bulan Ramadan semakin meningkat.
Bulan Ramadan tahun ini pun tak lepas dari serangkaian aksi teror yang terjadi di berbagai negara. Belum hilang duka korban serangan bom yang terjadi pada konser Ariana Grande di Manchester, kini ISIS kembali menebar teror bagi warga London. Pada Sabtu (3/6/2017) malam, para penyerang yang diklaim merupakan bagian dari ISIS menabrakkan sebuah van ke kerumunan orang di London Bridge.
Tak hanya itu, ISIS juga mengklaim sebagai pelaku penikaman di daerah Borough Market yang letaknya tak jauh dari London Bridge. Serangan London ini mengakibatkan tujuh orang tewas. Hingga saat ini, polisi Inggris telah menangkap 12 orang yang diduga terkait atau terlibat dengan serangan di London tersebut.
Di hari yang sama, tetapi di tempat berbeda, ISIS juga melancarkan serangan kepada patroli militer Aljazair di daerah Larbaa, sekitar 30 kilometer di sebelah selatan Aljir. Serangan itu setidaknya melukai empat polisi dan menghancurkan dua kendaraan patroli.
Sebelumnya, pada hari keempat di bulan Ramadan atau 30 Mei 2017, ISIS juga melakukan teror di tengah penduduk Baghdad, Irak yang sedang menikmati Ramadan. Dua ledakan bom mengguncang kota tersebut sehingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya.
Ramadan menjadi momen yang sering digunakan ISIS untuk melancarkan aksi teror. Tahun-tahun sebelumnya, tercatat berbagai aksi teror dilakukan sepanjang bulan Ramadan. Pada 2015 lalu, enam hari menjelang puasa atau pada 23 Juni 2015, juru bicara ISIS Abu Muhammad al-Adnani menyerukan kepada para pengikutnya untuk meningkatkan serangan selama bulan Ramadan.
Ucapan itu sepertinya dibuktikan dengan serangan bom di sebuah masjid Syiah di Kuwait tiga hari setelah seruan penyerangan. Serangan ISIS di masjid tersebut menyebabkan sekitar 26 orang tewas. Di saat yang bersamaan, sebuah resor di tempat wisata di dekat kota Sousse di Tunisia juga menjadi target penyerangan ISIS. 38 orang tewas dalam serangan tersebut dan melukai puluhan orang lainnya.
Ramadan 2016 juga diwarnai serentetan aksi teror bom oleh ISIS. Sekitar dua minggu sebelum dimulainya Ramadan, Adnani kembali berpidato lagi. “Bersiaplah, bersiaplah,” katanya, “untuk menjadikan bencana di mana-mana bagi orang-orang yang tidak beriman.
Setelah itu, serentetan teror mulai terjadi. Pada 12 Juni 2016, seorang yang diketahui bernama Omar Mateen melepaskan tembakan di sebuah kelab malam di Orlando, AS yang menewaskan 49 orang. Dua minggu setelah serangan Orlando, ISIS kembali menebar teror di sebuah desa yang berada di timur laut Lebanon.
Sehari kemudian, 28 Juni 2016, lebih dari 40 orang tewas dalam serangan di bandara Ataturk di Turki. Serentetan serangan terus dilancarkan ISIS. Tiga hari berselang setelah serangan di Turki, ISIS kembali melakukan teror. Sebanyak 20 orang dibunuh secara brutal di sebuah kafe di Bangladesh.
Keesokan harinya, Baghdad diguncang serangan bom truk yang menyebabkan 300 orang meninggal. Hingga mendekati hari terakhir bulan suci Ramadan yakni 4 Juli 2016, serentetan serangan bunuh diri dilakukan di tiga lokasi di Arab Saudi. Madinah, Qatif dan Jeddah adalah lokasi yang menjadi sasaran ISIS.
Menurut majalah propaganda Dabiq yang dikutip oleh NBC News mengungkapkan mengapa ISIS menjadikan Ramadan sebagai “musim perang”. Menurut mereka, Allah membuka gerbang bagi kaum Muslim saat Ramadan dan dengan rahmat-Nya mengampuni mereka, sehingga ini (Ramadan) adalah bulan yang mulia, gerbang-gerbang surga dibuka dan gerbang neraka ditutup. Saat inilah yang dirasa tepat oleh ISIS untuk melakukan “pertarungan.”
Akan tetapi, serangan teror atau penyerangan yang dilakukan ISIS selama bulan Ramadan dinilai oleh sebagian besar umat Muslim sebagai bukti bahwa organisasi seperti ISIS tidaklah Islami dan hanya memutarbalikkan inti pesan Islam. Menurut Amarnath Amarasingam dari The Atlantic, serangan teror, misalnya yang terjadi di Manchester, sesungguhnya akan mengilhami serangan serupa guna mengadu domba antara satu komunitas dengan lainnya, mengobarkan sentimen anti-Muslim dan menebar perselisihan di antara komunitas Muslim dengan masyarakat luas.
Senada dengan itu, profesor di London School Economic Fawaz Gerges menyatakan bahwa banyaknya pahala di bulan Ramadan disalahartikan oleh kaum jihadis. Jihadis menyesatkan keyakinan itu untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan menyebarkan anggapan bahwa mereka akan mendapat pahala jika membunuh orang-orang yang dianggap kafir saat bulan Ramadan. Dan doktrin itu yang ditanamkan pada pengikut mereka.
“Tak ada keraguan dalam benak saya bahwa Al Qaeda, berbagai afiliasi dan sekarang ISIS, menggunakan Ramadan sebagai batasan, sebagai penanda untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut dan pendukung mereka di seluruh dunia,” kata Fawaz seperti dikutip The New York Times.
Selain itu, serangkaian serangan teror yang dilancarkan ISIS sesungguhnya dilakukan untuk menebar ketakutan bagi penduduk di dunia serta menunjukkan jika ISIS masih eksis dan memiliki kekuatan di luar Irak dan Suriah, kawasan di mana kini mereka dalam posisi yang makin terdesak.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Zen RS