Menuju konten utama

BNPB Catat 513 Bencana di Awal 2018, Kerugian Capai Puluhan Triliun

Berdasar data BNPB, bencana paling banyak mengakibatkan korban jiwa selama awal 2018 adalah longsor. Sejak 2014, longsor menjadi bencana paling mematikan di Indonesia.

BNPB Catat 513 Bencana di Awal 2018, Kerugian Capai Puluhan Triliun
(Ilustrasi) Warga berada di sekitar tempat terjadinya longsor di jalur utama Puncak Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2/2018). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan catatan jumlah kejadian bencana alam yang terjadi di seluruh Indonesia selama awal 2018. BNPB mencatat, selama Januari dan Februari, telah ada 513 kejadian bencana alam di tanah air.

“Dari 513 kejadian bencana tersebut terdiri dari puting beliung 182 kejadian, banjir 157, longsor 137, kebakaran hutan dan lahan 15, kombinasi banjir dan tanah longsor 10, gelombang pasang dan abrasi 7, gempa bumi merusak 3, dan erupsi gunung api 2 kali,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan resminya pada Jumat (2/3/2018).

Berdasar data BNPB, akibat 513 kejadian bencana tersebut terdapat 72 korban jiwa yang meninggal dan hilang serta 116 korban luka-luka. Ratusan kejadian bencana itu juga sempat menyebabkan 393 ribu jiwa terpaksa mengungsi.

Selain itu, ratusan kejadian bencana itu merusak 12.104 rumah. Sekitar 1.566 rumah rusak berat, 3.141 rumah rusak sedang dan 7.397 rumah rusak ringan. Bencana selama 2 bulan awal 2018 itu juga merusak 127 unit fasilitas pendidikan, 123 fasilitas peribadatan dan 13 fasilitas kesehatan.

“Diperkirakan kerugian dan kerusakan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah,” kata Sutopo.

Data BNPB juga menyimpulkan bahwa bencana longsor paling banyak menyebabkan korban jiwa. Selama awal 2018, tercatat ada 45 korban jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor.

“Sedangkan [korban] banjir 18 jiwa, puting beliung 6 jiwa, banjir dan longsor 2 jiwa, dan gempabumi 1 jiwa,” ujar Sutopo dalam keterangan resminya.

Menurut dia, longsor memang menjadi bencana paling mematikan di Indonesia sejak 2014 lalu sampai sekarang. Padahal, BNPB memperkirakan sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia bermukim di daerah rawan longsor pada level sedang hingga tinggi.

“Mereka tinggal di pegunungan, perbukitan dan lereng-lereng yang curam dengan kemampuan mitigasinya masih minim. Saat musim hujan seperti saat ini longsor marak terjadi. Sering longsornya kecil, namun karena di bawah terdapat rumah maka terjadi korban jiwa,” kata Sutopo.

Dia menambahkan bencana longsor juga sulit terdeteksi dan diprediksi secara pasti kapan akan terjadi. Meski tanah sudah bergerak, merekah hingga lebar mencapai 50 centimeter dengan panjang ratusan meter, longsor belum tentu segera terjadi.

“Masyarakat awalnya sudah mengungsi. Namun karena longsor tidak segera terjadi, bahkan hingga berbulan-bulan akhirnya masyarakat kembali ke rumah untuk bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari,” kata Sutopo.

Daerah Rawan Banjir Semakin Meluas

Sutopo menjelaskan data kebencanaan pada 2 bulan awal 2018 juga menyimpulkan kawasan rawan banjir di Indonesia semakin meluas. Sejumlah daerah yang semula tidak pernah mengalami banjir tiba-tiba terpapar bencana ini.

Dia menilai pengaruh ulah manusia lebih dominan dari faktor alam sebagai penyebab banjir. Karena itu, pemulihan kualitas lingkungan perlu segera diupayakan untuk mengurangi perluasan kawasan rawan banjir.

“Tingginya laju kerusakan hutan, lahan kritis, kerusakan lingkungan, degradasi sungai, lemahnya implementasi tata ruang, rendahnya budaya sadar bencana dan lainnya, menyebabkan kerentanan meningkat,” kata Sutopo.

BNPB juga mengimbau masyarakat tetap mewaspadai potensi banjir, longsor dan puting beliung sebab potensi hujan masih tetap tinggi selama Maret 2018. Berdasar prediksi BMKG, curah hujan dengan intensitas tinggi masih berpotensi terjadi di Jawa Barat bagian tengah hingga timur, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.

“Kondisi tanah sudah jenuh air sehingga mudah terjadi banjir dan longsor,” kata Sutopo.

Baca juga artikel terkait BENCANA atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom