Menuju konten utama

Blunder DPR Saat KPK Disebut Brengsek dan Bersikap Anarko

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menilai serangan-serangan tajam yang dilakukan DPR ke KPK sebagai bentuk kekesalan karena banyak kolega-kolega mereka yang ditangkap.

Blunder DPR Saat KPK Disebut Brengsek dan Bersikap Anarko
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI beramai-ramai 'menyerang' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelang uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 10 calon pimpinan KPK. Tak hanya itu, para wakil rakyat juga menyoroti keengganan komisi antirasuah soal revisi UU KPK.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Pansel Capim KPK, Senin (10/9/2019), anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu tak mau lagi komisinya memilih pimpinan KPK yang ternyata tak mengerti hubungan antar-penyelenggara negara. Ia tak ingin KPK berjalan sendiri dan tak mau mendengarkan masukan-masukan dari presiden dan DPR yang telah memilihnya.

"Tidak boleh ada satu institusi negara di republik ini yang bekerja menggunakan dasar undang-undangnya [dibuat] negara, dibiayai negara kemudian menantang keputusan politik negara,” ucap Masinton.

Politikus PDIP itu mencontohkan pimpinan KPK periode ini yang kerap menolak keputusan yang diambil oleh pemerintah, menolak adanya Pansus Hak Angket terhadap KPK dan rekomendasinya, serta menolak revisi UU KPK.

Karena itu, Masinton tak mau memilih pimpinan KPK yang memiliki cara berpikir anarko, yang tak patuh atau tak mau mengikuti sistem yang telah dibuat oleh pemerintah termasuk dengan DPR RI.

"Jangan sampai kami memilih KPK yang model dan cara berpikirnya anarko. Anarko itu antisistem. Anarkis itu perbuatannya. Cara berpikirnya antisistem," ujar Masinton.

Masinton menambahkan “cara berpikir teman-teman KPK ini sudah anarko, bertindak inkonstitusional, menentang keputusan negara. Kami tidak ingin pimpinan KPK seperti ini.”

Kritikan keras bahkan dilontarkan Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan pimpinan KPK periode sekarang "brengsek" karena terus menyerang DPR.

"Seolah-olah ini [DPR] pada brengsek. Ini, kan, omong kosong. Mereka itu juga apa bedanya dengan DPR? Brengsek itu," kata politikus Gerindra ini.

Desmon lantas menyebut siapa pimpinan yang dimaksud. Nama-nama yang menurutnya keras mengkritik KPK dan akan mengubah sistem lembaga ini dari dalam saat dulu menjalani fit and proper test. Tapi, setelah seleksi, malah balik menyerang DPR.

“Agus Rahardjo (Ketua KPK), Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK), itu dipilih siapa? Abraham Samad (Ketua KPK 2011-2015). Hari ini tiba-tiba ngomong seolah-olah DPR kotor. Kan, aneh," ucap Desmond.

DPR Kesal karena Banyak Anggotanya Jadi Pesakitan?

Serangan-serangan tajam yang dilakukan para wakil rakyat ini, menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo sebagai bentuk kekesalan karena banyak kolega-kolega mereka yang ditangkap.

"Ya karena ditangkapin terus, ketua umumnya ditangkap, anggotanya ditangkap, pengusaha-pengusaha yang dekat dengan mereka ditangkap, ya mereka kesal ya jadinya," ucap Adnan kepada reporter Tirto, Selasa (10/9/2019).

Kekesalan para wakil rakyat, kata Adnan, juga disebabkan KPK yang kerap tak patuh dengan keputusan-keputusan yang diambil DPR, misalnya revisi UU KPK yang sejak lama diinginkan DPR, tapi selalu mental karena KPK mendapatkan dukungan publik yang sangat kuat.

Adnan berkata, publik akan mencatat dosa-dosa para wakil rakyat ini karena menganggap ingin melemahkan KPK.

"Ini jadi catatan ke publik bagaimana DPR berulah atau bertindak dan ambil keputusan yang itu perlu dipikirkan lagi dukungan-dukungan publik kepada mereka, satu situasi di mana parlemen jadi institusi yang jauh dari harapan masyarakat," jelas Adnan.

Menurut Adnan, serangan-serangan ke KPK ini menambah dosa-dosa yang dimiliki DPR, khususnya periode 2014-2019. Publik pun tak akan lagi percaya dengan DPR.

Apalagi catatan terakhir ICW pada April 2019, sebanyak 254 anggota dan mantan anggota DPR/DPRD menjadi tersangka korupsi dalam lima tahun terakhir; 22 di antaranya adalah anggota DPR RI periode saat ini. Bahkan dua di antara mereka adalah Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Angka tersebut memperlihatkan bahwa penindakan koruptor belum memberi efek jera terhadap anggota dewan. Jumlah ini, kata Adnan, dipastikan bertambah dan ICW sampai saat ini masih merampungkan pertambahan jumlah anggota DPR yang terjerat korupsi.

"Sedang kami susun untuk data terbaru ya," ucap Adnan.

Sementara data terakhir yang diunggah dalam situs milik KPK, tercatat sejak KPK berdiri hingga 2018 sebanyak 67 anggota DPR/DPRD terjerat penindakan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Sebanyak 33 diantaranya merupakan wakil rakyat yang mendapatkan kursi di periode saat ini.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan hingga Juni 2019 lembaganya telah menindak 255 perkara yang menyeret pejabat publik dari DPR ataupun DPRD.

"Mereka diproses dalam kasus korupsi dan ada juga yang dijerat pencucian uang. Ini baru data sampai Juni 2019. Setelah itu, sejumlah politisi kembali diproses," ucap Agus kepada wartawan, Jumat (6/9/2019).

Soal pernyataan 'berengsek' yang dilontarkan Desmond, Komisioner KPK Saut Situmorang hanya menganggapnya sebagai sebuah kritikan yang justru dapat membuat KPK makin semangat dalam memberantas korupsi.

"Enggak apa-apa ucapan keras itu akan membuat KPK lebih perform dalam mencegah dan menindak," ujar Saut saat dikonfirmasi, Senin (9/9/2019).

KPK Masih Jadi Momok DPR Bila Tak Dilemahkan

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi), Lucius Karus melihat niat jahat untuk melemahkan KPK memang sengaja diberikan DPR periode saat ini agar bisa dilanjutkan oleh DPR periode 2019-2024.

Kekesalan mereka karena revisi UU KPK sempat ditolak sengaja dimunculkan kembali di akhir periode DPR 2014-2019 yang akan habis akhir bulan ini. Kata Lucius, DPR saat ini rela menjadi tumbal bagi DPR periode depan.

"Nampaknya DPR periode ini rela menjadi tumbal untuk misi tersembunyi DPR baru yang akan datang," kata Lucius kepada reporter Tirto.

Lucius memperkirakan kepentingan memunculkan usulan revisi di penghujung periode semata-mata agar DPR baru dengan modal keputusan DPR lama bisa langsung tancap gas memulai pembahasan. DPR baru bisa berkilah nanti bahwa apa yang mereka lakukan semata-mata untuk menjalankan amanat DPR sebelumnya.

DPR paham dan sadar bahwa rencana mereka pasti akan ditolak publik. Namun, revisi UU KPK ini harus diwujudkan karena DPR akan terus menganggap KPK sebagai momok menakutkan bagi DPR bila kelembagaan KPK tak diutak-atik.

"Kepentingan DPR untuk berkuasa sesuka hati itu tentu akan terhambat jika KPK Masih kuat dan independen seperti saat ini," tutur Lucius.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz