Menuju konten utama

Bisnis Elektronik Lesu, Penjualan Televisi Makin Menurun

Penjualan televisi terus menurun setiap tahun.

Bisnis Elektronik Lesu, Penjualan Televisi Makin Menurun
Pria melihat Televisi LCD di Supermarket. FOTO/iStock

tirto.id - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik Ali Soebroto Oentaryo menilai geliat bisnis elektronik selama tiga tahun ini semakin lesu. Penurunan paling banyak terjadi pada televisi, yaitu hampir 10 persen setiap tahunnya.

"Penurunan ini banyak faktor. Televisi paling turun, kalau kulkas, mesin cuci, AC masih menjanjikan karena penetrasinya belum 100 persen di masyarakat. Apalagi AC, yang juga untuk kebutuhan kantor, tidak hanya untuk rumah tangga," ujar Ali kepada Tirto pada Rabu (10/10/2018).

Ia menyebutkan bahwa golden times untuk penjualan televisi sudah lewat. Belakangan ini televisi sudah tidak lagi menjadi prioritas. Jika televisi rusak, konsumen tidak langsung membeli televisi baru. Menurut Ali, hal ini berbeda dengan sepuluh tahun lalu saat televisi masih jadi barang bagus dan jadi prioritas.

Kemudian, ia mengatakan ada perubahan perilaku dari masyarakat dalam memberi barang elektronik. Barang elektronik yang tinggi permintaan adalah barang yang menunjang pengalaman kaum milenial berwisata (travelling).

"Perihal pariwisata menjadi prioritas mereka. Produk yang masih bertahan dalam situasi ini adalah Hp, kamera digital, pertumbuhan sekitar 5 persenan mungkin, masih stabil, dibutuhkan untuk foto-foto. Kalau ada model baru, teknologi baru, kameranya bagus, harga oke, mereka mayoritas untuk bisa membeli itu. Apalagi mudah dapat kredit, misalkan," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan produk seperti audio, DVD player sudah tidak laku lagi, karena digeser teknologi yang lebih canggih.

"Kalau audio malah habis, turun. Kalau zaman dulu itu kan orang mau beli radio kaset, tapi sekarang generasi muda itu cukup dengan speaker yang kecil yang pakai di-bluetooth itu cukup, jadi kalau audio sudah habis dulu udah enggak ada sudah sangat rendah permintaannya. Apalagi DVD player udah enggak laku, karena sudah pakai YouTube semua kan orang-orang," ucapnya.

Kondisi menurunnya geliat bisnis elektronik ini jadi salah satu dampak terus anjloknya kurs rupiah yang kian melemah terhadap dolar AS dalam sebulan terakhir.

Berdasarkan data Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah bertahan di atas Rp15.000 per dolar AS sejak awal bulan ini. Puncaknya, pada Selasa, 9 Oktober kurs rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp15.233.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengklaim tren pelemahan kurs rupiah yang bertahan di atas Rp15.000 per dolar AS masih berada dalam batas fundamental perekonomian Indonesia. Namun demikian, bisnis elektronik sudah merasakan dampak dari kurs rupiah yang terus anjlok.

Baca juga artikel terkait BISNIS ELEKTRONIK atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Bisnis
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra