tirto.id - Pada perdagangan Senin (21/10/2024), nilai tukar rupiah ditutup melemah 22,5 poin menjadi Rp15.503,5 per dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, nilai tukar rupiah sebelumnya sempat menguat 25 poin. Meski begitu, posisi ini masih lebih kuat dibanding penutupan perdagangan Jumat (18/10/2024) yang senilai Rp15.481 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa dari sisi domestik, pelemahan tersebut turut dipengaruhi sentimen pengumuman Kabinet Merah Putih.Menurut, Abrahim, pasar menilai jumlah menteri dan kepala badan setingkat menteri di Kabinet Merah Putih terlalu gemuk.
“Ada perwakilan partai, profesional, dan para pendukung atau tim hore pemenangan Prabowo-Gibran. Juga, banyak nama-nama yang sebelumnya duduk di Kabinet Jokowi-Ma’ruf. Namun, yang pasti jumlah kabinet yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto gemuk atau ‘gemoy’ dan cenderung ‘obesitas’,” jelas dia dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Senin (21/10/2024)
Dengan banyaknya nama-nama lama yang bermunculan, pasar memandang bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam menentukan isi kabinetnya dinilai sebagai aksi balas budi.
“Aksi balas budi ini yang membuat pasar merespons negatif. Bahkan, jumlah Kabinet Merah Putih ini terbanyak di Asia Pasifik, bahkan bisa jadi terbanyak di dunia dengan jumlah menteri dan wakil menteri mencapai 105. Sedangkan, rata-rata jumlah menteri di negara Asia Pasifik sebanyak 22 menteri saja,” imbuhnya.
Dari sisi eksternal, menurut Ibrahim, penurunan kurs rupiah sore ini dipengaruhi kondisi politik di Amerika Serikat. Ibrahim menjelaskan bahwa dalam hal politik AS, peluang Donald Trump untuk kembali ke Gedung Putih tampak meningkat. Dia tercatat unggul tipis atas lawannya, Kamala Harris, dalam beberapa jajak pendapat.
Selain itu, peningkatan eskalasi politik di Timur Tengah juga masih menjadi faktor. Apalagi, selama akhir pekan lalu, Israel terus melancarkan serangan terhadap Hamas dan Hizbullah di Gaza dan Lebanon. Israel juga mengatakan berencana untuk menyerang lokasi-lokasi di Beirut yang terkait dengan keuangan Hizbullah.
“Kemudian, Bank Rakyat Tiongkok memangkas suku bunga acuan pinjaman sedikit lebih dari yang diharapkan. Pemotongan LPR terjadi di tengah serangkaian langkah stimulus dari Beijing dan sebagian besar diharapkan oleh pasar. Beijing selama bulan lalu meluncurkan putaran langkah stimulus paling agresifnya dengan mengibaratkan langkah moneter dan fiskal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” sambung Ibrahim.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi