Menuju konten utama

BI akan Luncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030

BI akan membangun infrastruktur perluasan akses dengan mengkonsolidasi industri sistem pembayaran.

BI akan Luncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030
Warga melakukan pembayaran produk kopi menggunakan QRIS dikegiatan acara Maimo Cinta Rupiah di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/6/2024). ANTARA FOTO/Andry Denisah/YU

tirto.id - Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan fase lanjutan Cetak Biru alias Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, dengan beberapa fokus untuk mendorong pengembangan rupiah digital. Sementara sebelumnya, tahap awal BSPI 2025-2030 telah diluncurkan Bank Indonesia pada 2019 silam.

Tahap awal BSPI 2025-2030 memiliki lima fokus utama, integrasi ekonomi-keuangan digital nasional, pemanfaatan data digital bisnis keuangan perbankan, interlink antara financial technology (fintech) dengan perbankan, inovasi digital, mitigasi risiko dan perlindungan konsumen, serta perluasan sistem pembayaran lintas negara.

“Saya akan meluncurkan fase lanjutan dari BSPI 2030, Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030, dan Anda semua saat ini menjadi yang pertama mendengarkan (langsung) dari saya,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam 18th Bulletin of Monetary Economy & Banking International Conference (BMEB) and Call for Papers 2024, secara daring, Senin (29/7/2024).

BSPI 2030, memiliki hampir sama dengan BSPI 2025-2030, namun dengan fokus pada inovasi sistem pembayaran digital, konsolidasi industri keuangan digital dan juga memperluas jangkauan sistem pembayaran lintas negara.

Tidak hanya itu, dalam cetak biru ini, Perry juga akan mengatur dengan rinci soal infrastruktur sistem pembayaran digital, ini dilakukan dengan memodernisasi infrastruktur pembayaran digital Indonesia.

Untuk mewujudkan ini, Bank Indonesia saat ini sedang dalam proses untuk memodernisasi dan meningkatkan skala pembayaran retail melalui sistem pembayaran nasional melalui BIFAST.

“Dan kami juga mengundang privat sektor untuk menggunakan Fast Payment, BIFAST. Lima tahun ke depan diperkirakan akan ada 11 juta transaksi per hari,” ujarnya.

Selanjutnya, BI juga akan memodernisasi infrastruktur wholesale sistem pembayaran untuk terkoneksi dengan sistem pembayaran ritel dalam ekosistem internasional, di antaranya melalui fitur Real Time Gross Settlement (RTGS).

Nantinya, infrastruktur ini akan memfasilitasi transaksi perdagangan, investasi, pembiayaan korporasi.

“Dari sisi retail untuk masyarakat umum, UMKM. Tidak hanya di dalam negeri, tapi juga lintas negara,” tutur Perry.

Kemudian, penguatan infrastruktur juga dilakukan pada data sistem pembayaran bank maupun non-bank. Tidak hanya itu, BI juga akan membangun infrastruktur perluasan akses dengan mengkonsolidasi industri sistem pembayaran.

“Di bawah digitalisasi, akan dibangun (sebuah sistem) seperti jalan tol. Kami ingin semuanya ada di jalan tol, tapi semua orang tidak bisa masuk jalan tol. Karena teknologi, manajemen risiko, dan juga sumber daya manusianya tidak cocok di jalan tol itu. Jadi kami akan mengkonsolidasikan industri yang mana big player tidak hanya dapat masuk di jalan tol itu, tapi juga harus membawa the non-big player,” jelas Perry.

Terakhir, BI akan mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai manifestasi peranan bank sentral dalam meningkatkan efisiensi pembayaran domestik dan kebijakan moneter. Lewat CBDC, BI akan menggencarkan sistem pembayaran lintas negara seperti QRIS dengan negara lain.

“Kami memperluas sistem pembayaran lintas negara kita, tidak hanya di Asia tapi juga di seluruh dunia. Di Asia, kita sudah menjalin kerja sama QRIS dengan Malaysia, Singapura, Thailand,” ujar Perry bangga.

Baca juga artikel terkait SISTEM PEMBAYARAN DIGITAL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Bayu Septianto