Menuju konten utama

Betapa Rumit Penamaan Lantai di Gedung-Gedung Jakarta

Penamaan lantai gedung bertingkat di Jakarta mengacu sistem penamaan lantai gedung di Eropa

Betapa Rumit Penamaan Lantai di Gedung-Gedung Jakarta
Ilustrasi Gedung dengan Lantai Mezzanine. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Belum ada aturan resmi soal standar penamaan lantai gedung bertingkat kerap membuat sejumlah orang kebingungan, bahkan kesasar, ketika pelesiran ke pusat belanja atau hotel.

Seorang kawan pernah mencurahkan kekesalan usai keluar dari pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan pada larut malam. Kisahnya mungkin terdengar sepele: ia hanya ingin menuju pintu utama di lantai dasar setelah menyelesaikan urusan di lantai teratas gedung tersebut.

Di dalam lift, ia kebingungan lantaran tombol-tombol yang tersedia menampilkan perpaduan angka dan huruf seperti 1, UG, G, LG, B1, B2. Ia kemudian menekan tombol 1 karena berpikir angka itu lantai dasar. Nyatanya, ia masih harus turun lagi menggunakan dua eskalator untuk sampai ke pintu masuk utama mal tersebut.

Berdasarkan kisah tersebut, Tirto melakukan survei kecil-kecilan guna mencari tahu apakah penamaan lantai mal seperti itu membuat pengunjung kebingungan. Responden survei ini para pria dan perempuan berusia 25-34 tahun yang bekerja di divisi redaksi dan media sosial Tirto. Hasilnya: semua narasumber pria menyatakan penamaan lantai memang tidak sederhana dan bikin mereka kesasar.

Konsep penamaan lantai ini rupanya membuat orang yang bekerja di bidang arsitektur turut kebingungan. Dhanie Syawaliah, misalnya, arsitek muda pemilik biro arsitektur DhanieSal, bercerita mesti melakukan survei gedung bertingkat kala mengerjakan tugas kuliah dulu.

“Tidak pernah ada mata kuliah yang menyinggung penamaan lantai gedung,” kata perempuan lulusan Universitas Bina Nusantara kepada Tirto.

Menurut Dhanie, sebagian sistem penamaan lantai gedung di Jakarta mengacu ke sistem penamaan lantai gedung di Eropa. Di negara itu, lantai dasar disebut Ground Floor dan lantai satu berada di atasnya.

Kepercayaan, Tren Pemasaran, dan Tema Tersendiri

Pada 29 Oktober lalu, Tirto berbincang dengan sejumlah arsitek yang bekerja pada biro arsitektur andramatin. Anton, arsitek di biro tersebut yang terlibat merancang Artotel Semarang, berkata penamaan lantai hotel itu berdasarkan feng-shui. Pihak pengelola hotel menentukan nama lantai gedung.

Angka yang biasa dihindari adalah 4 dan 13. Masyarakat Tionghoa menganggap angka 4––yang dilafalkan sebagai "si"––serupa sebutan kata "mati". Sementara ianggapan buruk atas angka 13 muncul dari dunia barat.

Masyarakat Yunani Kuno, misalnya, menganggap 13 adalah angka buruk lantaran menjadi angka keberuntungan Dewa Perang. Orang-orang Byzantium mencap angka 13 adalah buruk lantaran kehancuran Konstantinopel pada tanggal tersebut. Angka 13 dalam kepercayaan Kristiani juga memiliki konotasi buruk karena berkaitan dengan Yudas Iskariot, sang pengkhianat Yesus Kristus.

Pada zaman modern, persepsi negatif terhadap angka 13 muncul setelah publik mengamati pelbagai kejadian buruk yang berhubungan dengan angka tersebut. Salah satu contohnya: penerbangan Apollo 13. Sekian alasan itulah melatari mengapa orang-orang memilih menghindari angka 4 dan 13 sampai saat ini.

“Ada kala jumlah dan penamaan lantai gedung berkaitan dengan kelas," kata arsitek Salman Rimaldhi. "Ada ketentuan hotel bintang 4 harus punya berapa lantai. Hal itu bisa berpengaruh pada penamaan lantai dan keberadaan lantai seperti mezzanine––lantai di antara lantai dasar dan lantai 1."

Gana Ganesha, arsitek pemenang Sayembara Desain Arsitektur Nusantara––lomba yang digelar oleh Kementerian Pariwisata, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), dan PT Propan Raya pada Oktober lalu––berpendapat pihak yang lebih bertanggung jawab atas penamaan lantai bisa jadi pihak pengembang properti.

Sementara Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Jakarta Deni Desvianto menilai penamaan lantai gedung terutama mal sangat terhubung pemasaran. Penentuannya pada tangan pemilik dan pengelola gedung.

“Contohnya, ada klien meminta ada lantai mezzanine. Lantai ini ada karena pemilik gedung ingin ada ruang tambahan yang bisa dipasarkan ke penyewa atau pembeli dengan harga cukup baik lantaran menyajikan ‘pemandangan yang spesial’. Lantai-lantai ini seperti gimmick marketing juga,” kata Deni.

Deni berkata pihak yang lebih tahu sistem penamaan lantai termasuk konsultan manajemen pengelolaan properti seperti Jones Lang Lasalle. Namun, sampai artikel ini diterbitkan, Tirto belum kunjung mendapatkan respons dari pihak JLL soal sistem penamaan gedung bertingkat.

Kami sempat bertanya kepada tim hubungan masyarakat Senayan City, mal 6 lantai dengan rincian nama GF, 1-6––tanpa menghapus angka 4––yang berada di Jakarta Selatan. Di mal ini setiap lantai punya tema tersendiri.

Sebagai contoh: Lantai Dasar (GF) diberi nama The Luxury, terdiri dari lobi utama, tenan fesyen, dan aksesori premium. Lantai 1 bernama The Cosmo terdiri dari tenan fesyen dan aksesori siap pakai serta toko kecantikan. Sementara lantai 6 bernama The Services terdiri dari tenan pusat kebugaran, bank, dan agen wisata.

“Penamaan lantai mal ditentukan oleh tim manajemen Senayan City," tulis Leonardo, humas Senayan City, kepada Tirto via surel. "Penamannya didasari perubahan trend retail secara global, tren berbelanja generasi millenial, perubahan customer behavior.”

Infografik Penamaan Lantai Gedung

Infografik Penamaan Lantai Gedung. tirto.id/Sabit

Sampai artikel ini dirilis, kami belum menemukan studi asal usul penamaan lantai gedung bertingkat. Studi dengan tema terdekat yang kami temukan hanyalah hubungan antara produktivitas pekerja bangunan yang menggarap bangunan bertingkat.

Studi di Vietnam tahun 2012 itu berjudul “Relationship between Floor Number and Labor Productivity in Multistory Structural Work: A Case Study”. Ia menyebut produktivitas kerja berangsur menurun ketika para pekerja bangunan selesai menggarap pembangunan di lantai 5. Musababnya para pekerja melakukan pekerjaan repetitif. Ukuran produktivitas mereka dari kecepatan dan ketepatan memasang panel listrik di plafon gedung––salah satu perkara krusial saat membangun gedung.

Ihwal lantai, kita bisa merujuk Rick Stevens lewat Europe Through The Back Door (2011). Buku ini menjelaskan ada dua tipe penamaan lantai di dunia, yakni sistem Eropa dan AS. Sistem Eropa menamakan lantai dasar dengan G atau 0 dan lantai di atasnya dengan angka 1. Sementara di AS dan Kanada, lantai dasar disebut lantai 1.

Adapun negara-negara di Asia menerapkan sistem penamaan lantai yang berbeda, meski tetap mengacu Eropa dan AS: Vietnam, Indonesia, dan Filipina mengacu Eropa; sementara Singapura, Jepang, Korea mengacu AS.

Ada kalanya penamaan lantai yang membingungkan membuat orang bertanya-tanya soal pengamanan bencana seperti kebakaran.

Ruwanto, Kepala Peleton Grup C Sub Dinas Pemadam Kebakaran Sektor Pasar Minggu, berkata penamaan lantai yang rumit tidak berpengaruh pada proses evakuasi bencana kebakaran.

“Dalam proses evakuasi kebakaran, kami selalu didampingi pihak pengelola mal. Di samping itu, kami juga menyimpan arsip site plan dari gedung bangunan bertingkat yang dibangun di kawasan yang jadi tanggungjawab kami,” kata Ruwanto.

“Yang agak repot mungkin bila gedung tersebut punya kunci akses. Tapi biasanya kami meminta kepada pihak pengelola mal untuk langsung membuka akses setelah kami mendapat informasi soal kebakaran,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait MAL atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Eddward S Kennedy