tirto.id - Anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI), terdiri dari Andi Oktiawan, Ahmad Sofiyan alias Ambon, Faiz Ahmad Syukur, Muhammad Reza, Lutfi Hakim, dan Muhammad Suci Khadavi tewas didor polisi, Senin (7/12/2020) sekira pukul 00.30. Saat itu mereka sedang mengawal Rizieq Shihab dan keluarga dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul Bogor menuju lokasi pengajian.
Terdapat banyak kejanggalan dalam peristiwa ini, atau setidaknya hal-hal yang belum terang.
Berdasarkan keterangan tertulis kepolisian, sejak Kilometer 47 Tol Jakarta-Cikampek, di dekat pintu Karawang Timur, satu mobil Polda Metro Jaya dipepet, diserempet, dan dihentikan oleh dua mobil rombongan Rizieq. Polisi merespons dengan menembak ban salah satu mobil hingga pecah. Dari mobil itu keluar empat orang yang masing-masing membawa samurai, pedang, celurit, dan senapan rakitan.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengindikasikan ada baku tembak setelahnya. “Ketika anggota Polda Metro Jaya mengikuti kendaraan yang diduga berisi pengikut Rizieq, kendaraan milik petugas dipepet. Kemudian [polisi] diserang menggunakan senjata api dan senjata tajam,” kata Fadil dalam konferensi pers yang digelar Senin (7/12/2020) siang, belasan jam setelah peristiwa.
Polisi membedil salah satu dari mereka setelah dia menodongkan senjata. Dua terduga penyerang lainnya turun dari mobil, salah satu dari mereka membawa senjata. Dua polisi juga turun dari mobil dan bertindak serupa.
Sekretaris Umum FPI Munarman mengaku aneh dengan klaim ini karena ketika simpatisan FPI mengecek ke lokasi pukul 3 pagi, sama sekali tak ada tanda-tanda bekas baku tembak. “Tidak ada mobil laskar di situ, jenazah [juga] tidak ada,” katanya dalam konferensi pers, Senin sore.
Ditambah lagi, tak ada pengumuman apa-apa dari Jasa Marga sebagai pengelola tol, sebagaimana kerap mereka lakukan jika terjadi gangguan lalu lintas. Bahkan rekaman kamera pengawas saat kejadian tak dapat diakses alias dalam perbaikan.
Terkait dengan yang terakhir, Direktur Utama PT Jasamarga Tollroad Operator Raddy Lukman bilang ada gangguan pada link jaringan backbone CCTV/Fibre Optic di Km 48+600 sejak Minggu pukul 04.40. Gangguan itu mengakibatkan jaringan kamera pengawas mulai dari Km 49+000 (Karawang Barat) sampai Km 72+000 (Cikampek) mati. Petugas jalan tol melaporkan gangguan pada pukul 06.00 kepada tim inspeksi. Perbaikan itu rampung pada Senin, sekitar pukul 16.00.
Artinya, kamera pengawas di sekitar lokasi kejadian mulai rusak sehari sebelum perseteruan Laskar FPI dan polisi.
Lebih jauh, FPI bahkan mengklaim tak ada tembakan dari laskar. Yang ada adalah tembakan satu arah.
Versi mereka, ketika di tol Jakarta-Cikampek, rombongan Rizieq dikuntit oleh beberapa mobil yang isinya merupakan ‘orang tidak dikenal’. Penguntit berusaha masuk ke konvoi. Saat itulah tim pengawal berupaya menjauhkan para penguntit. Tiga mobil penguntit bahkan terus berusaha masuk ke dalam konvoi setelah pintu keluar Tol Karawang Timur. Dua mobil laskar di posisi paling belakang berhasil menghalau penguntit sehingga Rizieq dan keluarga dapat menjauh. Mereka benar-benar bisa dihalau oleh satu mobil yang memuat enam anggota laskar.
Berdasarkan informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet B 2152 TBN, Sofiyan alias Ambon mengatakan “tembak, sini tembak”--mengisyaratkan ada yang mengarahkan senjata kepadanya. Kemudian terdengar rintihan laskar yang kesakitan. Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan. Begitu pula saat Faiz, rekan semobil Ambon, yang dihubungi oleh anggota laskar lainnya. Saat tersambung, terdengar suara orang yang kesakitan.
Telepon terputus dan enam orang ini tak bisa lagi dihubungi. Oleh karena itulah dalam rilis awal FPI menyebut enam orang ini hilang diculik.
Ada delapan mobil dalam rombongan itu, empat mobil ditumpangi Rizieq dan keluarga, sisanya ditumpangi 24 anggota laskar.
Sebelum konferensi pers polisi, FPI memang bilang yang menyerang ini adalah ‘orang tidak dikenal’. Ketua Umum DPP FPI Ahmad Shabri Lubis, dalam keterangan tertulis, Selasa (8/12/2020), mengatakan sepanjang kejar-kejaran “aparat berpakaian preman tersebut tidak ada dan tidak pernah menunjukkan identitas dan perilaku sebagai aparat hukum.” Oleh karena itulah perlawanan dilakukan.
Tak ada pula informasi olah TKP. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Selasa, bilang penyidik masih melakukan itu, juga mengumpulkan keterangan saksi. “Itu masih dikumpulkan penyidik,” terang Yusri.
Dalam konferensi pers, polisi juga tak menunjukkan identitas enam korban. Tak ada seragam, KTP, atau atribut yang menguatkan kalau mereka bagian dari FPI. Mereka hanya menampilkan senjata yang diklaim dipakai FPI, termasuk dua senpi.
Hal lain terkait jenazah itu sendiri. Meski kedua belah pihak menyebut karena ditembak, belum jelas persisnya di mana. Hingga naskah ini ditulis belum diketahui hasil autopsi di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar bilang mereka dipersulit untuk sekadar melihat jenazah. “Kami diusir. Mereka usir kami pakai Brimob senjata lengkap,” ucap Aziz kepada reporter Tirto. Sementara polisi bilang jenazah akan dikembalikan setelah diperiksa dokter forensik.
Karena hal-hal yang belum jelas inilah Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mendesak kasus ini diselidiki secara serius oleh banyak pihak. “ICJR mendorong kepada Mabes Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian.”
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono memastikan hal itu sedang dilakukan. Dia bilang perkara ini telah diambil alih oleh Mabes Polri.
“Semua tindakan yang dilakukan oleh anggota dalam penyidikan, dilakukan pengawasan dan pengamanan oleh Divisi Propam. Semua dilakukan agar pengusutan kasus ini transparan,” ucap Argo dalam keterangan tertulis, Selasa.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino