Menuju konten utama
International Women's Day 2024

Berani Berkarya, Modal Perempuan Berdaya

Semangat berkarya selalu untuk perempuan Indonesia, lanjutkan mengisi hari-harimu dengan kegiatan produktif dan inspiratif!

Berani Berkarya, Modal Perempuan Berdaya
Perempuan Indonesia Jangan Takut Kata Orang. tirto.id/Quita

tirto.id - “Perempuan, apa lagi di Indonesia, hidupnya berat sekali karena omongan orang lain. Banyak perempuan yang terpaksa melupakan mimpi mereka karena takut: 'Nanti orang lain bilang apa kalau saya tidak begini, tidak begitu?'”

Kalimat tersebut pernah dilontarkan oleh penyanyi Anggun tatkala merilis lagunya, Siapa Bilang Gak Bisa, pada 2018 silam.

Anggun berharap, lagunya dapat menginspirasi perempuan Indonesia untuk menggapai cita-cita dan mendobrak batasan-batasan tak adil yang kerap dipatok konstruksi sosial.

Tahun 2007, sejarawan Harvard bernama Laurel Thatcher Ulrich, menulis buku berjudul provokatif: Well-Behaved Women Seldom Make History—perempuan baik-baik jarang menciptakan sejarah. Meski mengejutkan, pernyataan itu bukan omong kosong.

Ulrich mengisahkan riwayat sederet tokoh perempuan, seperti Christine De Pizan, penulis terkemuka abad pertengahan dan perintis tulisan-tulisan feminisme; Elizabeth Cady Stanton, aktivis hak perempuan asal Amerika yang menulis The Women’s Bible; dan Virginia Woolf, novelis besar Inggris.

Perempuan Indonesia

Gadis muda dengan gaun vintage yang elegan berteriak dalam megafon. (FOTO/iStockphoto)

Saat kebanyakan orang membiarkan, atau bahkan ikut melestarikan, kultur yang melemahkan dan mempersempit peran perempuan dalam lingkup sosial, mereka justru bersuara dan tampil di depan dengan cara masing-masing.

Karena itulah mereka, mengacu kepada judul buku Ulrich, dianggap mahiwal—nyeleneh, menyimpang. Pada waktu sama, karena itu pulalah mereka sanggup mengukir sejarah.

Di Indonesia, sederet perempuan hebat turut menciptakan sejarah.

Dewi Sartika, misalnya. Pada 1904, saat masyarakat meyakini ruang gerak perempuan cuma sebatas sumur, dapur, dan kasur, putri menak Bandung tersebut malah membuka Sakola Istri, sekolah pertama di Tatar Priangan untuk para perempuan pribumi.

Pada 1911, di Sumatera Barat, Rohana Kudus mendirikan sekolah Amai Setia yang secara khusus mengajari perempuan membuat barang-barang kriya, untuk kemudian dijual. Kemandirian finansial adalah kekuatan.

Rohana ditentang orang-orang yang ingin perempuan tunduk belaka. Alih-alih berhenti, ia justru memperluas upayanya mencerdaskan sesama.

Selang setahun, Rohana mendirikan Sunting Melayu, surat kabar mingguan yang dikelola sekaligus ditujukan kepada kaum perempuan pribumi. Selama 9 tahun terbit, surat kabar ini memuat tulisan-tulisan perempuan dari pelbagai penjuru Hindia Belanda.

Perempuan Indonesia

Abstrak potret profil kreatif wanita, kolase seni kontemporer. (FOTO/iStockphoto)

Dewi Sartika dan Rohana Kudus menunjukkan bahwa keberadaan ruang-ruang yang tertutup bagi perempuan hanyalah mitos. Siapa bilang perempuan tak bisa terdidik, mandiri, dan bersuara?

Pembongkaran mitos-mitos merugikan itu berjalan terus dan, atas nama kemanusiaan, ia memang perlu diteruskan hingga tak ada lagi diskriminasi berdasarkan gender hingga dunia tak lagi berat sebelah.

Di masa kini, perempuan Indonesia semakin tak gentar untuk mencoba tantangan baru dan menorehkan prestasi.

Di sektor kewirausahaan skala kecil dan menengah (UMKM) misalnya, perempuan mendominasi. Menurut data BPS (2021), perempuan mengelola 64,5 persen dari total UMKM atau sekitar 37 unit usaha.

Sejumlah nama berhasil mengharumkan bangsa Indonesia sampai ke panggung dunia dengan mengekspor produk-produknya, sebut di antaranya Sofyani Mirah dengan keripik pisang Bananania dan Monica Amadea lewat produk fesyen Monomolly.

Sebagian lain tak sekadar berorientasi bisnis, melainkan juga sembari gigih memberdayakan perempuan dan masyarakat sekitar seperti Westiani Agustin dari organisasi Biyung melalui gerakan menjahit pembalut kain atau Asri Saraswati yang memproduksi minuman jamu Agradaya bersama komunitas petani.

Perempuan penyandang disabilitas tak ketinggalan unjuk gigi. Angkie Yudistia, seorang tunarungu, aktif menulis buku dan menuai pujian atas Yayasan Menembus Batas yang dibangunnya untuk memfasilitasi penyandang disabilitas mendapat pekerjaan.

Perempuan Indonesia

Gadis muda bergaya, fotografer alam mengambil foto bunga. (FOTO/iStockphoto)

Sementara itu, di dunia sains, tak henti-hentinya kita dibuat berdecak kagum dengan kiprah perempuan.

Adi Utarini dari Universitas Gadjah Mada pernah masuk dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh 2021 di dunia versi majalah TIME dan 10 daftar ilmuwan paling berpengaruh menurut jurnal ilmiah Nature pada 2020 karena kegigihannya dalam melakukan riset tentang penyakit demam berdarah.

Ada pula Evvy Kartini. Fisikawan yang dikenal sebagai Profesor Baterai Indonesia ini menemukan model baru difusi dalam material gelas. Penemuannya berpotensi mempengaruhi teknologi baterai yang lebih ramah lingkungan berdaya lebih besar daripada baterai pada umumnya.

Masih ada guru besar Universitas Airlangga, Suryani Dyah Astuti, yang tahun lalu menerima anugerah Inventor Perempuan Indonesia yang Menginspirasi dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Suryani memiliki paten terdaftar dan berhasil mengkomersialisasi patennya, salah satunya dentolaser untuk alat terapi gigi dan mulut yang menggunakan laser.

Di dunia aktivisme, ada jurnalis Luviana Ariyanti yang selama seperempat abad konsisten menyuarakan isu perempuan dan kelompok marjinal, sementara Petronela Merauje asal Jayapura gigih memperjuangkan perlindungan Hutan Perempuan (Tonotwiyat) dan Teluk Youtefa.

Perempuan Indonesia

Potret gadis muda dengan grafik abstrak cerah berwarna-warni, garis-garis. (FOTO/iStockphoto)

Sungguh luar biasa pencapaian mereka semua! Namun, tak bisa dimungkiri, jumlah perempuan Indonesia yang bekerja memang belum sebanyak laki-laki.

Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Agustus 2023), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) masih didominasi oleh laki-laki, dengan partisipasi 84,26 persen versus partisipasi perempuan 54,52 persen.

Padahal, komposisi penduduk usia produktif antara perempuan dan laki-laki, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2022) cukup berimbang: 69,08 persen berbanding 69,16 persen.

Meski begitu, perempuan—terutama yang tak gentar dianggap “menyimpang” dari konstruksi sosial—telah dan terus menunjukkan bahwa mereka bisa berada di depan dan menciptakan sejarah bahkan ketika menjadi minoritas di bidangnya.

Semangat berkarya selalu untuk perempuan Indonesia, lanjutkan mengisi hari-harimu dengan kegiatan produktif dan inspiratif!

Happy International Women’s Day!

* Artikel ini pernah tayang di tirto.idpada 1 Agustus 2018. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk memeriahkan International Women's Day.

Baca juga artikel terkait TOKOH PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Zulkifli Songyanan & Sekar Kinasih

tirto.id - Diajeng
Penulis: Zulkifli Songyanan & Sekar Kinasih
Editor: Dea Anugrah & Yemima Lintang