tirto.id - Seorang mahasiswi berinisial SA menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Abdi dalem Keraton Yogyakarta.
SA melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Gondomanan bersama pendamping hukum, Danang Wahyu Muhammad. SA diduga dilecehkan oleh seorang pria berinisial SW (68) saat berada di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Pria tersebut sempat diamankan oleh Forum Komunikasi Alun-Alun Utara (FKAAU) pada Minggu (10/11/2019) sesaat usai kejadian. Saat diamankan SW masih lengkap mengenakan pakaian khas abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual juga dialami oleh Agni (bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) saat kegiatan kampus.
Agni mengalami pelecehan seksual oleh rekan sesama mahasiswa berinisial HS saat sedang menjalani KKN di Pulau Seram pada Juni 2017 lalu.
Kasus ini bergulir hingga mendapat banyak respons dan perhatian dari berbagai kalangan, setelah Balairung UGM menerbitkan tulisan soal kasus ini.
Desember 2018, UGM melaporkan kasus ini ke polisi. Februari 2019, kasus Agni diselesaikan secara kekeluargaan setelah disepakati oleh 3 pihak yaitu Agni, HS, dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono, yang disaksikan Dekan Fisipol UGM Erwan Agus Purwanto dan Dekan Teknik UGM Nizam, ayah HS, serta pengacara korban, Sukiratnasari.
Kasus ini berujung "kesepakatan non-litigasi". UGM kini merancang peraturan dan mengeluarkan instruksi yang "berkomitmen menciptakan kampus yang bebas dari kekerasan seksual".
“HS menyatakan menyesal, mengaku bersalah dan memohon maaf atas perkara yang terjadi pada Juni 2017 kepada pihak saudari AN disaksikan pihak UGM. Saudara HS, AN, dan UGM menyatakan bahwa perkara ini sudah selesai,” kata Panut di UGM.
Yang terbaru adalah kasus "Teror Sperma" atau pelemparan sperma yang dilakukan oleh seorang pria terhadap beberapa perempuan di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Aktivis perempuan dan Sekretaris PKBI DIY Gama Triono mengatakan pelemparan sperma adalah pelecehan seksual serius.
Pelemparan sperma adalah perwujudan simbol patriarki, yaitu laki-laki menganggap bahwa kuasa seksualitasnya sebagai adalah simbol seksualitas yang ditujukan untuk merendahkan kelompok lain (perempuan, waria dan laki-laki lain)
“Pelemparan sperma adalah perwujudan simbol tersebut. Bahwa, dengan melemparkan sperma seolah seksualitas laki-laki akan semakin menguat,” ujar Gama.
Tiga kasus pelecehan seksual di atas adalah sebagian kecil dari kasus lainnya yang terjadi di Indonesia.
Angka pelecehan Seksual di Indonesia
Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001- 2012), sedikitnya ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari.
Pada 2012, setidaknya telah tercatat 4,336 kasus kekerasan seksual, di mana 2,920 kasus di antaranya terjadi di ranah publik/komunitas, dengan mayoritas bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan.
Sedangkan pada tahun 2013, kasus kekerasan seksual bertambah menjadi 5.629 kasus. Ini artinya dalam 3 jam setidaknya ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual. Usia korban yang ditemukan antara 13-18 tahun dan 25-40 tahun.
Kekerasan Seksual menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan terhadap perempuan lainnya karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat.
Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, karenanya ia kemudian dipandang menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual, misalnya perkosaan.
Korban juga sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Ini membuat perempuan korban seringkali bungkam.
Apa itu pelecehan seksual?
Menurut International Labour Organization, pelecehan seksual merupakan bentuk diskriminasi seksual serius yang mempengaruhi wibawa perempuan dan laki-laki.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada mereka yang berjenis kelamin sama ataupun berbeda. Baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban ataupun pelaku pelecehan.
Korban tidak harus merupakan orang yang dilecehkan secara langsung, tapi siapa saja yang terkena dampak tindakan ofensif tersebut.
Apabila tindakan seksual yang tidak diinginkan mengganggu pekerjaan, atau dilakukan sebagai persyaratan pekerjaan, digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan kerja, atau menciptakan lingkungan kerja yang intimidatif, bermusuhan atau ofensif, maka ini dianggap sebagai pelecehan seksual ‘quid pro quo’.
Bentuk-bentuk pelecehan seksual
Pelecehan seksual dapat berupa pelecehan verbal, non-verbal atau fisik dan dapat mencakup tindakan-tindakan berikut ini:
- Komentar, gurauan, rayuan atau penghinaan bernada seksual
- Pertanyaan intrusif tentang kehidupan pribadi atau komentar bernada seksual tentang penampilan, pakaian atau bagian tubuh
- Undangan untuk melakukan hubungan seks yang tidak diinginkan atau permintaan berkencan secara terus-menerus
- Menunjukkan gambar-gambar seksual secara eksplisit (misalnya poster, screen saver atau situs internet)
- Mengirim, meneruskan atau membujuk melalui pesan-pesan bernada seksual (misalnya surat, catatan, email, Twitter atau SMS)
- Gerakan seksual yang tidak diinginkan, seperti menyentuh, menepuk, mencubit, sengaja menyentuh tubuh orang lain, memeluk, mencium, menatap atau melirik
- Tindakan yang merupakan pelanggaran hukum pidana, seperti penyerangan secara fisik, menguntit atau menyampaikan cerita cabul
Komnas Perempuan juga mengklasifikasikan 15 bentuk pelecehan seksual dari hasil pemantauannya selama 15 tahun (1998– 2013), yaitu:
- Perkosaan
- Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
- Pelecehan seksual
- Eksploitasi seksual
- Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
- Prostitusi paksa
- Perbudakan seksual
- Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
- Pemaksaan kehamilan
- Pemaksaan aborsi
- Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
- Penyiksaan seksual
- Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
- Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
- Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama
Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat keterbatasan informasi mengenainya.
Apa itu perbedaan pelecehan seksual dan kekerasan seksual?
MenurutRainn.org, pelecehan seksual adalah istilah yang luas, termasuk banyak jenis perhatian seksual verbal dan fisik yang tidak disukai.
Kekerasan seksual mengacu pada kontak atau perilaku seksual, seringkali fisik, yang terjadi tanpa persetujuan korban.
Pelecehan seksual umumnya melanggar hukum perdata. Anda memiliki hak untuk bekerja atau belajar tanpa dilecehkan, tetapi dalam banyak kasus bukanlah tindakan kriminal, sedangkan kekerasan seksual biasanya merujuk pada tindakan yang bersifat kriminal. Beberapa bentuk kekerasan seksual termasuk:
- Penetrasi tubuh korban, juga dikenal sebagai pemerkosaan.
- Mencoba pemerkosaan.
- Memaksa korban untuk melakukan tindakan seksual, seperti seks oral atau penetrasi tubuh pelaku.
- Menyentuh atau menyentuh seksual yang tidak diinginkan.
- Pelecehan seksual adalah istilah non-hukum yang digunakan secara informal untuk menggambarkan berbagai perilaku, yang mungkin melibatkan pelecehan atau tidak.
Sebagai contoh, beberapa perusahaan melarang hubungan seksual antara rekan kerja, atau antara karyawan dan bos mereka, bahkan jika hubungan tersebut bersifat suka sama suka.
Editor: Agung DH