tirto.id - Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) tengah mengevaluasi Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 yang dikelola oleh Agung Sedayu Group, istana properti milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Ini dilakukan setelah proyek pengembangan Green Area dan Eco-City ini menuai kontra usai kehadiran pagar laut misterius di wilayah tersebut.
Evaluasi PSN dilakukan dengan dimintanya tindak lanjut ke seluruh kementerian/lembaga teknis yang menyampaikan usulan atau rekomendasi. Usulan PSN PIK 2 sendiri merupakan rekomendasi atas Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan pertimbangan lokasi yang diusulkan sangat strategis karena berdekatan dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Kepulauan Seribu dan Kota Tua – Sunda Kelapa.
Proyek PSN yang masuk dalam kategori pariwisata ini terbilang baru di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu. Dalam Rapat internal yang dipimpin langsung oleh Jokowi dan dihadiri para menteri terkait di Istana Negara pada Senin (18/3/2024), diketahui telah menghasilkan persetujuan atas 14 (empat belas) usulan PSN baru, yang salah satunya adalah PSN PIK 2.
Pengembangan wilayah proyek berbasis hijau yang dinamakan “Tropical Coastland” itu diketahui memiliki luas lebih kurang 1.756 hektar. Proyek ini ditujukan sebagai destinasi pariwisata baru yang berbasis hijau guna meningkatkan attractiveness bagi wisatawan. Destinasi pariwisata ini juga didesain untuk mengakomodasi Kawasan Wisata Mangrove yang merupakan mekanisme pengamanan pesisir secara alami.
Namun dalam perkembangannya, proyek ini harus terhenti karena kasus pagar laut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan ikut mendesak pemerintah untuk menghentikan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK 2. Hal ini mengingat masih ada hal-hal yang belum selesai, baik sisi perizinan maupun kompensasi.
“MUI sejauh ini hasil dari mukernas tentu kita minta dihentikan. Karena lebih banyak masalahnya," ujar Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, sebagaimana dikutip Antara.
PSN PIK 2 memang sebelumnya digadang-gadang bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan sektor lainnya guna mendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam praktiknya, tidak semua PSN benar-benar memberikan manfaat yang merata bagi masyarakat.
Banyak proyek PSN kini justru lebih menguntungkan kelompok tertentu, terutama investor besar dan pengembang properti. Sementara dampaknya terhadap pemerataan ekonomi masih dipertanyakan.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Sri Mulyani, menilai, salah satu permasalahan utama dalam PSN adalah bagaimana proyek-proyek tersebut ditetapkan. Seharusnya, PSN dipilih berdasarkan kebutuhan strategis nasional yang jelas, seperti peningkatan konektivitas antarwilayah, penguatan ketahanan pangan dan energi, serta penciptaan lapangan kerja yang luas.
“Namun, dalam beberapa kasus, proyek yang masuk dalam daftar PSN lebih mencerminkan kepentingan investor tertentu dibandingkan dengan kepentingan masyarakat luas,” kata Mulyani kepada Tirto, Senin (3/2/2025).
Kasus seperti PIK 2, misalnya menunjukkan bagaimana proyek yang pada awalnya disebut sebagai bagian dari strategi pengembangan ekonomi justru lebih banyak menguntungkan segelintir kelompok dengan akses terhadap lahan dan modal. Sementara dampaknya terhadap masyarakat umum, terutama kelas menengah ke bawah, bisa sangat terbatas.
“Oleh karena itu, proses seleksi PSN harus dilakukan dengan kriteria yang lebih transparan, berbasis kebutuhan rakyat, serta memiliki mekanisme evaluasi yang ketat dan berkelanjutan,” kata dia.
Pemerintah Harus Selektif!
Kasus PIK 2 tersebut, setidaknya menggarisbawahi pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses perencanaan, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pakar lingkungan dan perencanaan kota. Evaluasi dampak lingkungan, analisis sosial, serta perencanaan infrastruktur yang memadai harus menjadi bagian dari pertimbangan utama sebelum penetapan PSN.
Pemerintah dalam hal ini, wajib memperbaiki proses seleksi PSN dengan memastikan bahwa setiap proyek yang disertakan dalam daftar PSN benar-benar layak dan tidak merugikan kepentingan publik. Sehingga diperlukan transparansi dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, serta pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bahwa setiap proyek berjalan sesuai dengan rencana dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Selain itu, pemerintah perlu melibatkan masyarakat secara aktif dalam tahap perencanaan, mengingat proyek besar seperti ini seringkali berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari warga setempat. Dengan begitu, PSN yang ditetapkan bisa memberikan manfaat yang maksimal dan tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar di masa depan.
“Pemerintah harus menyusun standar yang jelas dalam menetapkan PSN, dengan indikator utama seperti penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, dampak terhadap distribusi ekonomi yang lebih merata, serta kontribusi nyata dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan hanya menguntungkan investor atau korporasi tertentu,” jelas Mulyani.
Lebih jauh, kata Mulyani, seleksi PSN harus didasarkan pada kajian yang independen dan terbuka terhadap masukan publik. Tidak boleh ada proyek yang masuk kategori strategis hanya karena adanya kepentingan politik atau lobi bisnis tertentu. Jika perlu, setiap proyek yang diusulkan sebagai PSN harus melalui mekanisme uji publik dan mendapatkan persetujuan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas lokal yang akan terdampak.
Pemerintah juga harus melakukan audit dan penyisiran terhadap daftar PSN yang telah berjalan, untuk memastikan bahwa proyek-proyek tersebut benar-benar membawa manfaat yang dijanjikan. Jika ada PSN yang ternyata lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu tanpa memberikan dampak signifikan bagi pembangunan nasional secara inklusif, maka seharusnya proyek tersebut dicabut statusnya sebagai PSN dan diarahkan kembali agar lebih sesuai dengan kepentingan rakyat.
Mulyani menambahkan, dalam menetapkan suatu proyek sebagai PSN, pemerintah seharusnya menggunakan indikator yang jelas dan berbasis kebutuhan strategis nasional, bukan sekadar kepentingan investor atau kelompok tertentu. Indikator pertama PSN harus berkontribusi terhadap peningkatan konektivitas antarwilayah.
Infrastruktur yang dibangun harus benar-benar menghubungkan daerah-daerah yang selama ini tertinggal dari segi akses transportasi dan logistik. Bukan sekadar proyek yang menguntungkan kawasan elite atau mendukung ekspansi properti mewah, tetapi yang mampu membuka akses ekonomi bagi masyarakat luas, terutama di daerah terpinggirkan.
Kedua, PSN harus memperkuat ketahanan pangan dan energi. Mengingat Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam ketergantungan terhadap impor pangan dan energi. Oleh karena itu, proyek yang berhubungan dengan pengembangan pertanian, perikanan, dan energi terbarukan seharusnya menjadi prioritas.
“Proyek seperti bendungan, kawasan pertanian terpadu, serta infrastruktur energi berbasis sumber daya domestik harus lebih diprioritaskan daripada proyek yang hanya berorientasi pada kepentingan industri tertentu,” jelas dia.
Ketiga, penciptaan lapangan kerja yang luas dan inklusif harus menjadi indikator utama. PSN, kata Mulyani, tidak boleh hanya menciptakan pekerjaan bagi tenaga kerja terampil yang jumlahnya terbatas atau malah bergantung pada tenaga kerja asing. Proyek harus membuka peluang bagi masyarakat lokal, baik dalam konstruksi maupun dalam operasionalnya nanti.
“Pemerintah harus memastikan ada transfer keterampilan bagi tenaga kerja lokal sehingga manfaat ekonomi dari PSN benar-benar dirasakan oleh rakyat,” imbuhnya.
Selain itu, PSN harus memiliki dampak terhadap pemerataan ekonomi dan pengurangan ketimpangan. Proyek yang hanya menguntungkan satu daerah atau satu kelompok ekonomi tertentu, seperti pengembangan kawasan elite tanpa efek trickle-down yang nyata bagi masyarakat bawah, seharusnya tidak masuk dalam daftar PSN.
Sebaliknya, proyek-proyek yang mendukung ekonomi daerah dan memperkuat daya saing usaha kecil dan menengah harus menjadi prioritas.
Alur Penunjukan PSN
Sekretaris Tim Pelaksana KPPIP, Suroto, menjelaskan penunjukan PSN dilakukan pemerintah sejatinya sudah didasarkan pada pertimbangan matang sesuai dengan aturan berlaku. Mekanisme dan tata cara usulan, penetapan, perubahan, monitoring, evaluasi dan pelaporan PSN, dalam hal ini tercantum dalam PP 42/2021 tentang Kemudahan PSN, Perpres 3/2016 jo Perpres 109/2020 tentang Percepatan pelaksanaan PSN, serta Permenko 4/2024 tentang Tata Cara Penyampaian Usulan, Verifikasi, Evaluasi, Penetapan, Pemantauan, dan Pelaporan Perubahan Daftar PSN.
“Di dalam Permenko 4/2024 ini diatur mulai dari kriteria PSN, tata cara penyampaian usulan PSN, tata cara verifikasi dan penilaian usulan/ perubahan PSN, penetapan perubahan daftar PSN, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan pelaksanaan PSN,” jelas Suroto, saat dikonfirmasi Tirto, Senin (3/2/2025).
Dalam hal penyampaian usulan suatu PSN misalnya, perlu disampaikan kepada menteri secara tertulis oleh PJPK; dan/ atau Badan Usaha. Penyampaian usulan suatu PSN kepada menteri sebagaimana dimaksud perlu menyertakan dokumen berupa surat rekomendasi pelaksanaan PSN yang diusulkan dari menteri/kepala lembaga sesuai dengan kewenangannya.
Adapun surat rekomendasi pelaksanaan PSN yang diusulkan dari menteri/kepala lembaga sesuai dengan kewenangannya berupa rencana pembiayaan PSN yang diusulkan berupa kajian Proyek Strategis Nasional yang diusulkan; rencana aksi Proyek Strategis Nasional yang diusulkan; dan peta lokasi Proyek Strategis Nasional yang diusulkan.
Selanjutnya untuk surat rekomendasi pelaksanaan PSN yang diusulkan dari menteri/kepala lembaga sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit memuat: nama Proyek Strategis Nasional yang diusulkan; nama PJPK atau Badan Usaha pengusul; lokasi Proyek Strategis Nasional yang diusulkan; dan/atau ringkasan Proyek Strategis Nasional yang diusulkan.
Setelah usulan PSN disampaikan, maka selanjutnya berdasarkan dokumen usulan suatu PSN kemudian Menteri menugaskan Tim Pelaksana KPPIP untuk melakukan verifikasi dan penilaian. Dokumen usulan sebagaimana dimaksud dilakukan verifikasi dan penilaian berdasarkan kriteria PSN.
Verifikasi dan penilaian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan dengan melibatkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, Badan Usaha, dan/atau pihak lainnya dengan lingkup tugas dan fungsi berkaitan dengan upaya percepatan pelaksanaan suatu PSN.
Berdasarkan hasil verifikasi dan penilaian sebagaimana dimaksud di atas, Tim Pelaksana menyampaikan usulan perubahan daftar Proyek Strategis Nasional kepada menteri. Sedangkan selanjutnya ketentuan teknis mengenai tata cara verifikasi dan penilaian atas usulan suatu PSN akan diatur dengan peraturan Ketua Tim Pelaksana KPPIP.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz