Menuju konten utama

PIK 2 dan Nasibnya Jika Dicoret dari Proyek Strategis Nasional

Evaluasi ini tak hanya dilakukan terhadap Ecowisata Tropical Coastland di PIK 2, melainkan juga kepada seluruh PSN. Apa dampaknya?

PIK 2 dan Nasibnya Jika Dicoret dari Proyek Strategis Nasional
Lokasi sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK).

tirto.id - Pemerintah tengah melakukan evaluasi berkala pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN), yang salah satu di antaranya adalah Ecowisata Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 yang dikelola oleh Agung Sedayu Group, istana properti milik Sugianto Kusuma alias Aguan. Sekretaris Kementerian Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan, PSN yang terletak di wilayah pesisir utara Tangerang, Banten ini bakal menjadi prioritas evaluasi, seiring dengan ramainya kabar pemagaran laut utara Tangerang.

Evaluasi yang dilakukan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) ini telah sampai pada tahap penyampaian hasil dan meminta kementerian teknis pengusul/pemberi rekomendasi untuk menindaklanjuti hasil evaluasi. Meski begitu, ia enggan membeberkan apa saja hasil evaluasi terhadap PSN tersebut.

“Evaluasi PSN sudah dilakukan dan sedang dimintakan tindak lanjutnya ke seluruh K/L (Kementerian/Lembaga) teknis yang menyampaikan usulan atau rekomendasi. Untuk PSN Ecowisata Tropical Coastland usulan atau rekomendasi teknis dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada saat itu, karena itu sekarang kita sedang mintakan evaluasi teknis dari kementerian Pariwisata," kata dia, kepada awak media, di Jakarta, Kamis (23/01/2025).

Sementara itu, evaluasi ini tak hanya dilakukan terhadap Ecowisata Tropical Coastland, melainkan juga kepada seluruh PSN, baik yang akan selesai di tahun ini atau setelah 2025. Permintaan evaluasi teknis dan rekomendasi keberlanjutan dimintakan kepada para menteri dan gubernur yang mengusulkan atau memberikan rekomendasi teknis seluruh proyek PSN.

Di tengah karut-marut pagar laut Tangerang, pemerintah memang sudah seharusnya mengevaluasi PSC Ecowisata Tropical Coastland. Namun, tindak lanjut masalah ini tak bisa hanya berhenti di rekomendasi kepada pihak-pihak terkait saja. Pemerintah harus bersikap tegas dengan mencabut status PSN di pesisir utara Tangerang dan memeriksa seluruh Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki oleh PIK 2, atau bahkan Agung Sedayu Group.

“Meskipun pihak perusahaan selalu bilang bahwa tidak seluruhnya PIK 2 itu PSN, betul. Tapi, bagaimanapun cara kerja PSN itu misalnya meskipun ditetapkan di 1.700 hektare, tapi mekanismenya segala aturan akan diterabas. Itu juga akan berdampak keseluruhan kawasan PIK 2,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, saat dihubungi Tirto, Jumat (24/1/2025).

Dengan pencabutan status PSN, segala proses yang sedang berjalan atas nama PSN Ecowisata Tropical Coastland otomatis akan berhenti. Dus, K/L dapat segera membongkar seluruh masalah yang ada.

“Tidak hanya soal HGB laut, tapi juga HGB daratannya, lalu bagaimana timbul problem sampai dengan yang sekarang, dan seterusnya,” sambungnya.

Pencabutan status PSN ini pun pada dasarnya memiliki alasan jelas. Agung Sedayu Group, melalui PIK 2 memiliki bidang-bidang tanah di wilayah perairan utara Tangerang. Sebelumnya, bahkan Kuasa Hukum Agung Sedayu Group sekaligus PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), Muannas Alaidid, mengakui pihaknya membeli tanah di kawasan pesisir utara Tangerang dari masyarakat. Tanah itu tepatnya dibeli dua anak perusahaan Agung Sedayu Group, yakni PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM).

"Betul [membeli tanah dari masyarakat], keduanya [perusahaan yang membeli] masih anak perusahaan [Agung Sedayu Group], CIS dan IAM," ucapnya melalui pesan singkat, Kamis (23/1/2025).

Menurut dia, tanah yang berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten itu dibeli dari warga dengan status suratnya adalah surat hak milik (SHM). Selanjutnya, status sertifikat SHM itu dialihkan ke SHGB. Pastinya, lanjut Muannas, tanah berstatus HGB itu berada di daratan, bukan di lautan atau tepatnya di area pagar laut Tangerang. Daratan berupa tambak atau sawah itu perlahan terkena abrasi, namun belum musnah saat dialihkan menjadi HGB.

CIS dan IAM bahkan diklaim telah mengantongi dokumen rencana kerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (RKPPL). "Kita cek ke BPN (Badan Pertanahan Nasional), aman, bisa dialihkan ke SHGB untuk dan atas nama perusahaan. Jita bayar pajak dan RKPPL-nya semua lengkap, termasuk notaris," sebut Muannas.

Sekjen KPA, Dewi Kartika, lantas mempertanyakan, keputusan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang memutuskan untuk menerbitkan HGB pada wilayah yang telah mengalami abrasi. Padahal, meski sebelumnya daratan telah berstatus HGB, namun saat musnah karena abrasi, HGB juga akan otomatis hilang dan tidak bisa diakui lagi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Kemudian, saat diketahui tanah telah mengalami abrasi, seharusnya pemerintah segera mengambil tindakan untuk merelokasi warga dan mengkonservasi wilayah tersebut. Bukannya membuka peluang untuk menjual-belikan tanah yang mengalami abrasi kepada korporasi.

“Jadi sebenarnya debat kusirnya bukan soal ada sejarahnya dulu, itu daratan dan seterusnya. Apapun ceritanya yang mau dibuat oleh perusahaan, ada ratusan HGB yang itu dikuasai oleh satu holding company yang itu dipecah-pecah menjadi 243 bidang yang berkaitan dengan PIK 2,” ujar Dewi.

Saat melakukan evaluasi, pemerintah tidak seharusnya terburu-buru menetapkan hasil dan rekomendasi. Pasalnya, lebih penting dari itu, pemerintah seharusnya dapat membuka mata dan melihat dengan jelas siapa yang terlibat dengan jelas siapa saja pihak yang terlibat dalam pemagaran perairan utara Tangerang dan penetapan Ecowisata Tropical Coastland sebagai PSN.

Tetap Dibangun jika Tak Viral

Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, khawatir jangan-jangan kalau masalah pagar laut tak viral dan banyak dibicarakan masyarakat, pemerintah dan Agung Sedayu akan tetap melanjutkan pembangunan PSN Ecowisata Tropical Coastland dengan mereklamasi perairan utara Tangerang. Apalagi, jarak antara alamat anak-anak usaha Agung Sedayu cukup berdekatan dengan area pagar laut. Belum lagi, HGB yang ada di area pagar laut baru diterbitkan pada 2023, tak jauh dari penetapan Ecowisata Tropical Coastland sebagai PSN pada Maret 2024.

“Ini basisnya kegelisahan, tapi melihat cara bermain negara yang kemudian powerless itu, jika jadi ini PSN ke depan, kalau memang tidak melalui kasusnya. Negara boleh bilang ini bukan terkait dengan lain-lain, iya kalau nggak kebuka mah InsyaAllah jadi itu PSN,” ucapnya, kepada Tirto, Jumat (24/1/2025).

Perlu diketahui, berdasarkan investigasi Kementerian ATR/BPN, pagar laut terbentang sepanjang 30,16 kilometer, yang meliputi tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga. Sementara berdasar peta satelit Google, lokasi desa-desa tersebut hanya dibatasi Sungai Cisadane dengan PIK 2.

Sedangkan untuk wilayah PSN Ecowisata Tropical Coastland, di antaranya berada di Desa Tanjung Pasir dengan luas 54 hektare (Area A); Desa Kohod seluas 342 hektare (Area B); Desa Muara dan Tanjung Pasir dengan luas 302 hektare (Area C); Desa Muara dengan luas 217 hektare (Area D); serta Desa Mauk dan Kronjo seluas 687 hektare.

“Ini memang sangat dekat keterkaitannya (PSN dengan PIK 2). Artinya, memang bahasa programnya adalah tools-nya sudah disiapkan. Tinggal kemudian mengajukan (proyek Ecowisata Tropical Coastland sebagai PSN), maka semuanya akan berjalan,” imbuh Susan.

Dalam evaluasi PSN Ecowisata Tropical Coastland, pemerintah seharusnya memeriksa juga mekanisme pelepasan lahan warga. Sebab, di balik mulusnya penetapan PSN di pesisir utara Tangerang itu, ada permasalahan lahan yang tersimpan. Kemudian, apakah dalam penetapan PSN ini aspirasi dari nelayan atau masyarakat sekitar pesisir laut telah diserap sepenuhnya.

“Karena kalau kemudian satu perusahaan besar mengatakan memang butuh lahan itu, kemudian negara yang mengakomodir, kan sudah pasti nelayan itu jadi powerless, tidak bisa ngomong apa-apa. Kalau sudah ditetapin, ya susah gitu,” kata dia.

Dalam penyelesaian sengkarut pagar laut Tangerang ini, menurut Susan, tentu dibutuhkan taring dan posisi yang cukup kuat di rezim pemerintahan sekarang ini. Melalui polemik ini pula, negara juga perlu memeriksa HGB atau sertifikat-sertifikat kepemilikan tanah lainnya yang berpotensi bermasalah. Sementara penerbitan HGB, tak hanya menjadi tanggung jawab kantor-kantor pertanahan yang ada di daerah saja, melainkan juga kewenangan pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN.

“Kalau untuk ngomongin perampasan ruang kayak gini, ini momen besar banget, baru kemudian semuanya bisa terbongkar. Artinya, negara harusnya belajar dan mengevaluasi semua HGB yang ada di perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Bagaimana mekanisme dia keluar, bagaimana kemudian rakyat yang ada di sana diperlakukan,” tegas Susan.

Momen bersih-bersih ini tak cukup hanya dilakukan pemerintah saja, melainkan juga oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, hingga lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman RI.

Dalam hal ini, DPR dapat turut mengevaluasi kementerian-kementerian teknis yang terlibat dalam penetapan PSN dan pembangunan pagar laut melalui panitia khusus (pansus) yang terdiri dari Komisi II yang membidangi pertanahan, Komisi IV yang membidangi kelautan dan perikanan dan komisi-komisi terkait lainnya. Ombudsman dapat turun untuk mengecek apakah terdapat maladministrasi maupun cacat prosedur dalam pengajuan SHGB di area PSN maupun pagar laut.

“Jadi, konflik agraria PIK 2 sebelum dan sesudah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional, itu sudah menimbulkan keresahan dan konflik agraria di masyarakat. Banyak tanah-tanah masyarakat hilang. Jadi kalau sekarang narasinya adalah 243 bidang tanah itu hasil beli dari masyarakat, ini adalah yang harus dibongkar manipulasi proses, kolusi, potensi korupsi yang ada di seputaran proyek PIK 2,” tegas Sekjen KPA, Dewi Kartika.

Tak kalah penting, pemerintah juga harus melihat apa saja kerugian yang telah diderita masyarakat dari ditetapkannya PSN Ecowisata Tropical Coastland. Setelah itu, selain harus mencabut status PSN, perlu juga dilakukan pemulihan hak masyarakat yang sudah menderita karena kehilangan wilayah tangkap, sawah dan berbagai sumber kehidupan lainnya.

“Karena (penyelesaian masalah PSN dan pagar laut) ini akan membuka kotak pandora sebenarnya. Sekarang, dari masuk kasus HGB di PIK 2, ini sebenarnya banyak masyarakat di berbagai daerah juga menunggu apakah akan jadi pintu masuk untuk konflik-konflik agraria yang diakibatkan oleh penerbitan, perpanjangan, pembaruan HGB. Itu juga harus diusut tuntas,” tukas Dewi.

Belum lama ini, KPA melaporkan, sejak 2020-2024, sudah ada 154 konflik agraria yang terjadi di kawasan PSN, termasuk di dalamnya adalah PSN Ecowisata Tropical Coastland. Dengan temuan ini, memang sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi besar-besaran pelaksanaan proyek PSN.

“Artinya memang PSN ini harus dievaluasi dan PSN-PSN yang telah menyebabkan konflik agraria, penggusuran masyarakat seperti di Rempang, di Nagekeo, NTT, lalu PIK 2, itu sebenarnya sudah tidak perlu lagi dilanjutkan. Harus segera dicabut, lalu ada pemulihan hak masyarakat yang dirugikan selama ini,” tegas dia.

Sementara itu, kepada Tirto, Kuasa Hukum Agung Sedayu Group sekaligus PANI, Muannas Alaidid, mengatakan, pihaknya akan mengikuti aturan pemerintah. Sebab, evaluasi ini tidak bisa dimaknai dengan pembatalan proyek Ecowisata Tropical Coastland sebagai PSN.

“Tapi bisa jadi ada kekurangan yang harus disempurnakan, misal soal sosialisasi. Sehingga masyarakat banyak salah paham seolah PIK 2 yang di PSN-kan. Padahal, PSN dan PIK 2 adalah dua kawasan berbeda,” jelas Muannas, melalui pesan singkat, Jumat (24/1/2025).

Baca juga artikel terkait PROYEK STRATEGIS NASIONAL atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang